Share

MP-2. Irina Tolya

"Iriana Tolya."

Praktis, mata semua orang melebar saat gadis yang mereka selamatkan menyebutkan namanya.

Polo mendekati gadis itu dan menarik pergelangan tangannya. Gadis itu terdiam ketika jaket hitamnya yang robek dari bagian lengan sebelah kiri di lihat oleh pria bermanik biru tersebut.

"Agh!" rintihnya ketika Polo menyayat lengannya yang putih dengan sebuah pisau hingga darahnya menetes.

Gadis itu membungkam mulutnya dengan air mata menetes begitu saja. Polo melihat darah gadis itu menyeruak, tapi warnanya merah kehijauan. Mata semua orang yang melihat terbelalak lebar.

"Cerita itu benar. Ada seorang gadis yang bisa mengendalikan pengaruh serum 'Monster' dalam tubuhnya. Itu bukan mitos, Polo. Itu kisah nyata!" tegas seorang pria berambut pirang menatap Polo tajam.

Polo menghisap darah yang menyeruak itu dengan mulutnya. Semua orang tertegun, tapi seketika, Polo meludah dan mengelap mulutnya dengan kain di lengan baju tempurnya.

"Pahit," ucapnya dengan kening berkerut.

Gadis itu merobek bagian bawah kaosnya untuk membalut lengannya yang tersayat. Ia memegangi lengannya yang sakit dengan mata terpejam seperti berusaha menenangkan diri.

"Aku akan membantumu menghentikan wabah monster ini, asal kau menolongku menemukan sisa peninggalan. Bagaimana?" tanya gadis bernama Irina terlihat serius.

"Jangan membual. Wabah ini tak ada obatnya. Menyelesaikannya dengan membunuh mereka semua," jawab Polo tegas.

Irina mengepalkan kedua tangan. Semua pria dari tim Polo langsung menyiagakan senjata. Mereka membidik tubuh Iriana dan mundur perlahan. Polo terlihat waspada.

"Akan kutunjukkan padamu, ketika 'Monster' bisa dikendalikan," ucapnya dengan nafas mulai menderu.

Mata Polo terbelalak, ketika melihat Irina mulai bersikap tak wajar. Otot-otot di tubuhnya menegang dan wajahnya berubah bengis seketika. Semua orang tegang.

"Harrghhh!" teriaknya meraung bagaikan seekor monster yang terlepas dari belenggu. "Run little rabbit, run," ucapnya dengan seringai muncul di wajah.

"Run!" teriak Polo lantang.

Praktis, semua pria bersenjata itu berlari kencang untuk menyelamatkan diri. Irina mengejar mereka dengan tawa menggelegar seperti badai yang sebentar lagi menerjang kawasan tempat mereka berada.

"Shoot her!" teriak Polo berlari ke arah pintu palka belakang helikopter yang terbuka. Terlihat, Marco sudah membidik Irina dengan senapan laras panjang dalam genggaman.

Namun tiba-tiba, Irina terjatuh. Marco menurunkan senjata dan menatap gadis cantik berahang tegas itu seksama.

"Hei! Jangan diam saja! Kita harus segera pergi!" tegas Polo menarik salah satu lengan saudara kembarnya.

"Wait. Look!" jawabnya menunjuk Irina yang mengerang di atas tanah, menyembunyikan wajahnya di balik rambutnya yang tergerai karena kuncirnya terlepas.

"Hempf ... argh! Aku bukan monster! Hargh!" erangnya seperti mencoba menyangkal sesuatu dalam dirinya.

Kening Marco dan semua orang yang melihat keanehan Iriana berkerut. Mereka berkumpul dan berdiri menatap Irina tajam di kejauhan.

Irina perlahan bangun dan mendongakkan kepalanya ke atas. Saat itu juga, suara guntur terdengar disertai tetesan hujan mulai mengguyur kawasan tempat mereka berdiri secara perlahan.

Irina kembali berdiri tegap dan membiarkan tubuhnya basah dengan pandangan sendu menatap semua orang.

"Aku bisa mengendalikannya," jawabnya pelan.

Marco dan lainnya tertegun seketika.

"Marco, bagaimana?" tanya Polo berbisik ke saudara kembarnya yang bersikap seperti mengendus udara di sekitar gadis itu meski hujan mengguyur di tempat mereka berada.

"Dia berbeda," jawabnya masih terus mengendus. "Aku cukup yakin jika dia aman. Baunya lain, tapi ... dia masih manusia," sambungnya seraya menatap Irina lekat dari tempatnya berdiri. Polo menyipitkan mata terlihat serius untuk menentukan keputusannya.

"Masuklah," pinta Polo dan Irina mengangguk pelan.

Semua orang masih menjaga jarak ketika Irina mulai memasuki cabin dan duduk di salah satu bangku. Irina malah memberikan kedua tangannya kepada Polo yang berdiri di depannya.

"Haruskah kuajari cara memborgol? Hem?" tanya Irina menaikkan salah satu alisnya.

Polo tersenyum dan melakukan yang Irina minta. Semua orang mulai terlihat tenang dan mendekati bangku, siap untuk duduk.

"Wait. Tugas kalian belum selesai," ucapnya melirik dengan tetesan air mengenai wajah dari rambutnya yang basah.

"Tugas apa?" tanya Marco bingung.

"Para monster yang pingsan. Bawa mereka masuk. Hujan membantu mereka untuk tenang. Ikat mereka dan rendam dalam air saat kita membawanya. Cepat lakukan sebelum efek gas bius mereka habis."

Semua pria itu saling memandang terlihat ragu.

"Jika tak mau, aku saja. Namun, lepaskan borgolku," ucapnya sembari menyodorkan tangannya yang terperangkap.

Polo memberikan kode kepada anak buahnya untuk melakukan yang Irina minta. Namun, mereka tak memiliki tempat untuk menampung air.

"Punya kantong mayat? Masukkan mereka di dalam sana. Setidaknya, mereka tetap tenang sampai menuju ke perbatasan. Kita akan rendam mereka di Upper Bay, Patung Liberty," sambungnya yang mengejutkan semua orang.

"Bagaimana kau tahu semua ini?" tanya Marco curiga bertolak pinggang dengan dagu terangkat.

Namun, Irina hanya diam. Semua orang masih menunggunya membuka mulut, tapi gadis tersebut malah memejamkan mata dan memalingkan wajah.

"Kita diabaikan oleh seorang gadis. Wow," celetuk Polo dan semua orang tertawa meski tak bersuara.

"Sepertinya kita harus mandi. Wajah tampan kita jadi tak terlihat karena kotoran di bumi ini. Hem, air hujan ini gratis. Lumayan untuk membersihkan diri," sahut Marco sembari meletakkan senapan laras panjang dan malah menelanjangi diri.

Semua orang shock dibuatnya, ketika Marco berjalan begitu saja keluar dari helikopter dan hanya mengenakan sepatu boots tanpa satupun pakaian di tubuhnya.

Marco berjalan sembari menenteng dua kantong mayat di kedua tangannya sambil berjoget menikmati tetesan air hujan yang mengguyur tubuhnya.

"Kenapa aku memiliki saudara tak waras sepertinya? Dia lebih gila dari para monster ini," gerutu Polo mendatangi Marco dan ikut terguyur hujan hingga pakaiannya basah kuyup.

Orang-orang terkekeh. Mereka keluar dari helikopter dan memasukkan para monster ke dalam kantong mayat yang telah diisi oleh air hujan dengan penutup di bagian wajah sengaja di buka.

Para pria itu menggotong beberapa kantong mayat berisi para monster yang sudah direndam dalam air dan digeletakkan di atas lantai helikopter.

Irina melirik dan tersenyum tipis. Ia tak menyangka para lelaki itu menuruti perintahnya. "Aku sudah menemukan mereka. Seharusnya, petaka ini akan segera berakhir," ucapnya lirih dengan mata kembali terpejam.

Skandal_Jepit

Terima kasih sudah berkunjung. Jangan lupa dukung author dengan vote gems batu biru dan komen positif ya. Jika menemukan typo dalam penulisan, koreksi aja di paragraf tersebut nanti akan lele revisi. Tengkiyuw lele padamu^^

| Sukai
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Aurora Breliya
haiii leee AQ hadir disini......
goodnovel comment avatar
Yuki💃🌻
Wah keturunan Theresia ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status