Hari berikutnya. Arsenio menaklukkan X One di Bandara internasional, yang hendak melarikan diri ke luar negeri. Di hari itu juga, Organisasi yang selama ini dipimpin X One pun ditaklukkan. Mereka tidak bisa berkutik lantaran pemimpin mereka telah ditangkap.Pada akhirnya, Arsenio pun menjadi penguasa Tiga Wilayah Bagian, seperti yang telah kakeknya janjikan. Sebagaimana seharusnya, pewaris utama keluarga Guan, yang akan memimpin Tiga Wilayah Bagian. Sejak hari itu, Arsenio mulai berbenah. Dia membentuk Organisasi Naga Merah yang lebih kuat lagi, kokoh dan sedikit berbeda dari yang dipimpin Alexander Guan sebelumnya.Arsenio membuat banyak perubahan di mana-mana. Berkat kontribusinya itu, semua orang di Tiga Wilayah Bagian tersenyum. Tidak ada yang tidak mengenal Arsenio sekarang.Arsenio pun mulai mempersiapkan pernikahannya dengan Anindira. Tepat dua bulan setelah Luke Mallory tiada. Pernikahan yang telah nantikan itu akan segera terwujud.Satu hari sebelum pernikahan. Malam harinya
"Kejutan!" Suara Elsa begitu nyaring dan sangat melekat di telinga Arsenio.Siapa yang menduga, bom yang dimaksud Luke Mallory sebelum ia menghembuskan napas terakhirnya, adalah Elsa. Arsenio tidak habis pikir. Jika ia tahu, mungkin gadis itu sudah berpindah dunia kemarin. "Ada apa dengan ekspresimu, Kak? Apa kau terkejut melihatku seperti ini?" sambungnya berpura-pura polos, seolah tak terjadi apa-apa.Dia memah pandai bermain sandiwara. Kemarin Elsa berlagak layaknya seseorang yang sangat menderita. Mampu, menarik simpati Arsenio dan yang lainnya. Namun, sekarang? Elsa seperti serigala yang menyusup ke dalam gerombolan domba, lalu siap menerkam mereka.Arsenio bergeming. Dia terlalu cepat untuk mempercayai seseorang tanpa mencari tahu asal usulnya lebih jauh. Sampai akhirnya ia berada di ujung jurang karena rasa kepercayaannya itu, tapi semua ini tidak bisa ia sesali terus menerus. "Kenapa kau diam, Kak? Bukankah kau selalu saja banyak bicara ini dan itu? Kau terus saja berkata, b
Arsenio berlari ke ruang perawatan. Dia mendapat kabar bahwa Elsa telah sadar. Dia bersyukur karena operasi pengangkatan cip itu berhasil. Bruk ...Pintu dibuka secara kencang, hingga menciptakan suara nyaring, sontak membuat dua gadis di dalamnya tersentak kaget."Arsenio ...""Kak Arsenio ..."Keduanya menyebut nama sang pria di waktu bersamaan. Terdengar kompak. Arsenio bernapas lega setelahnya. Lantaran dua wanita yang ia sayangi, ternyata baik-baik saja.Terutama saat melihat senyuman Anindira, selalu membuat hatinya tenang. "Kalian baik-baik saja bukan?" tanya Arsenio pada keduanya. "Iya, Kak Arsenio."Anindira ingin menjawab juga. Namun, dia kalah cepat dengan Elsa yang sudah lebih dulu berucap. Anindira pun hanya diam dan menunggu giliran ia berkata.Pandangan Arsenio lurus pada Anindira dan begitu juga senyuman. Ya, meskipun tangannya mengelus kepala Elsa."Lantas bagaimana dengan Kak Arsenio? Apa kakak berhasil menyelamatkan teman-temanku? Aku mendengar cerita Kak Anindir
"Kapan pengirimannya?" Terlihat Luke Mallory sedang berada di sebuah ruangan, lebih disebut sebagai gudang karena banyak tumpukan kardus terbengkalai di sana.Jaring laba-laba menjadi penghias di setiap sudut ruangan. Lubang angin pun sudah tertutup debu yang sangat tebal.Lantai yang dipijak pun bukan dari keramik, melainkan masih lapisan pasir. "Pengirimannya akan dilakukan sore ini, Bos. Ketua Bulan Darah, yang akan mengantarnya sendiri," jawab salah satu anak buahnya, tertunduk ke bawah."Bagus. Para investor kita sudah banyak menanyakan soal anak-anak itu, yang akan mereka pekerjaan sebagai penari di club-club malam."Luke Mallory tersenyum sinis. Mengayunkan kakinya santai sambil menyesap sepuntung rokok yang hendak habis."Lantas, apa kalian sudah mendapatkan informasi tentang Arsenio?"Tiba-tiba dia membahas soal Tuan Muda keluarga Guan itu. Setiap saat dirinya tidak bisa tidur, terus saja terbayang-bayang bajah pemuda tiga puluh tahun, yang telah membunuh Leonardo. "Kami be
"Sebenarnya, Kak Arsenio ini, siapa? Mengapa kakak bisa masuk ke rumah besar itu? Memangnya rumah itu, milik kakak juga?"Pertanyaan Elsa, sontak membuat Arsenio menghela napas berat. Sebenarnya dia ingin menyembunyikan identitasnya yang tidak lain adalah Pewaris Utama Keluarga Guan, dari Elsa. Namun, sepertinya keadaan yang telah memaksa ia untuk berkata jujur."Rumah mewah itu milik ayahku. Sebenarnya aku ini, pewaris utama keluarga Guan. Arsenio Bagas Guan. Putra satu-satunya Alexander Guan," beber Arsenio ragu. Dia tidak yakin momentumnya pas untuk mengungkapkan identitas. Elsa menatapnya sangat lama dan tanpa kata, seolah kalimat tadi adalah mantra yang mengutuknya menjadi patung batu. "Elsa?" Panggilan Arsenio menyadarkan gadis cantik dua puluh tahun itu, dari diamnya. "Mengapa sejak awal Kak Arsenio tidak jujur padaku?" Elsa mengubah posisi duduknya yang semula sedikit menghadap Arsenio, kini melihat keluar jendela."Aku tidak suka orang yang berkata bohong," sambungnya kesa
Arsenio pun kembali ke rumah. Kemarin malam ia tidak pulang karena menemani Elsa. "Tuan Muda. Kemana saja Anda kemarin malam?" tanya Bastian, yang langsung mencecar. "Tuan, terus mencari Anda. Mengapa ponsel Anda tidak aktif? Sebenarnya pergi kemana Anda, Tuan Muda?"Arsenio menghela napas panjang, "ada hal yang sedang kuurus. Sekarang aku minta padamu untuk mencari informasi tentang Organisasi Bulan Darah.""Bulan Darah?" Bastian menautkan sebelah alisnya. "Bukankah organisasi itu sudah hilang. Lantas, untuk apa, Anda mencari informasi tentang mereka lagi?""Aku akan jelaskan nanti. Sekarang, aku ingin menemui ayah. Di mana Ayah?" "Tuan Alexander ada di ruangannya." Setelah mendengar kalimat itu, Arsenio buru-buru menaiki anak-anak tangga, menuju lantai dua.Arsenio pun langsung masuk ke ruangan itu tanpa mengetuk pintunya lebih dulu."Ayah," kata Arsenio terkesan buru-buru."Arsenio. Kemana saja kamu, Nak?" tanya Alexander Guan cemas. Sampai bangu dari tempat duduknya. "Aku ber