Berlanjut ..."Selamat datang." Pria setengah baya datang menghampiri Arsenio dan Alexander Guan, sambil tersenyum sumringah. Namun, tidak ada kehangatan sama sekali dari sorot matanya.Sosoknya sedikit lebih dewasa dari pria yang sebelumnya Arsenio temui. Diusianya yang sekarang, dia masih memiliki postur tubuh yang bagus. Gagah layaknya binaragawan. Ada banyak bekas luka jahitan di wajahnya. Arsenio menebak, kalau pria yang menyapanya itu seseorang yang memiliki pengaruh besar di dunia gelap. "Aku tebak, kau adalah Arsenio?" lanjut pria itu sambil mengacungkan jari telunjuknya, sedangkan tangan sebelahnya berada di dalam saku celana.Arsenio memicingkan matanya. Memperhatikan pria itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. Thing!Layar notifikasi pun muncul tepat di hadapannya.[DATA][Nama: Walmond Guan.][Nama samaran: X One][Usia: 57 tahun.][Ras: Manusia.][Level: Bos Mafia.][Poin Aksi: 5000][Poin Kemenangan: 3000][Stamina: 700/1000][Skill: 800/1000][Posisi: Ketua Organis
Arsenio memperhatikan sekelilingnya. Ada banyak orang baru di ruangan ini. Namun, ada juga wajah-wajah yang Arsenio kenal. Ya, salah satunya adalah Luis. Anak buah Leonardo yang sempat berada di ujung jurang kematian setelah mendapat serangan bertubi-tubi dari Arsenio, saat insiden penyerangan di All Star Grup beberapa waktu lalu. Bukan hanya Luis, Rain pun juga ambil adil di sana. Sosoknya cukup menarik perhatian Arsenio, sebab gara-gara pemuda itu, acara yang sudah dipersiapkan dari jauh-jauh hari menjadi kacau balau tak terkendali.Bola mata Arsenio terus mengedar berulang kali. Tingkat waspadanya semakin tinggi, mengingat ruangan ini berisi singa yang waktu-waktu saja bisa langsung menerkam.Tidak ada orang baik di ruangan ini. Semuanya bermuka dua, licik dan haus akan kekuasaan. Arsenio tahu itu. "Tuan Muda."Sapaan seseorang lantas menyadarkan Arsenio dari lamunannya. Bahunya sedikit bergerak dan bergumam.Arsenio mengintai pria di hadapannya dengan serius. "Kau siapa?" tanya
"Arsenio!!!!" teriak X One sangat keras. "X One!!!" Teriakan Arsenio tidak kalah kencangnya dari pria yang berstatus keluarga di atas kertas itu.Dua pria yang berasal dari generasi berbeda itu, saling menjatuhkan tatapan tajam penuh dendam. Tidak dapat dipungkiri, X One begitu membenci dan menaruh dendam sangat lama kepada Alexander Guan dan putranya.Fokus X One tidak bergeser sedikit pun dari Arsenio. Namun, Tuan Muda Keluarga Guan itu, melirik ke arah Luke Mallory, yang bersiap untuk melemparkan senjatanya. Sebuah belati. Ya, Arsenio yakin itu.Arsenio bisa menangkap adanya pergerakan yang coba dilakukan Luke Mallory. Namun, sebelum tindakannya berjalan lebih lanjut, Arsenio sudah lebih dulu bertindak.Dia meraih gelas di sampingnya, lalu melemparkannya ke arah Luke Mallory, sehingga pria itu tersentak kaget dan belati miliknya jatuh ke tanah.Gelas itu jatuh ke lantai dan pecah berkeping-keping. Seandainya Luke Mallory tidak menghindar, mungkin pecahan kaca itu akan mengenai wa
Berlanjut ...Di tempat terpisah. Salah satu apartemen yang berada di Sky Blue City. Tempat tinggal Anindira yang baru. Tepatnya di lantai enam, gedung itu. Seusai dengan yang Arsenio telah janjikan. Anindira akan tinggal bersama ibunya dibawah pengawasannya. Ada dua bodyguard yang diperintahkan untuk memastikan keamanan Anindira serta ibunya. Arsenio meminta mereka untuk mewaspadai kedatangan Around, yang sewaktu-waktu bisa saja menyerang Anindira kembali. "Kamu di sini, Nak?" tanya Olivia penasaran, sambil mengelus pucuk kepala Anindira dengan lembut.Anindira menjatuhkan tatapan meneduhkan dan sangat tenang, "ada apa, Bu? Apa ibu membutuhkan sesuatu? Biar Anindira belikan."Gadis cantik itu segera bersikap. Padahal, sebelumnya dia terus melamun memikirkan sesuatu yang tak pasti."Tidak, Sayang. Ibu tidak ingin apa-apa. Ibu hanya cemas memikirkanmu." Olivia duduk berhadapan dengan Anindira.Anindira mengulas senyuman tipis dan menggenggam erat tangan wanita yang sangat ia cintai
Arsenio dan Freya sampai di All Star Hospital. Nyatanya jarak yang begitu jauh, tidak serta merta membuat Freya kesulitan. Kemampuannya sebagai Utusan Sistem Mafia Terkuat, menjadikannya sebagai sosok seperti Dewa.Arsenio masih kehabisan kata-kata untuk menggambarkan bagaimana Freya itu. Kini ia merasa takut untuk berdekatan dengan gadis itu.Dari gayanya Freya memang seperti gadis pada umumnya. Namun, di satu sisi dirinya lebih mirip superhero dari masa depan. "Arsenio!" Alexander Guan pun datang beberapa saat kemudian, setelah mendapat kabar bahwa putranya itu berada di All Star Hospital."Bagaimana keadaanmu?" tanyanya penuh kecemasan karena melihat Arsenio penuh dengan luka. "Aku baik, tapi tidak dengan Bastian." Padahal dirinya juga dalam kondisi parah. Wajahnya babak belur. Namun, Arsenio menolak untuk mendapat perawatan. Dia masih bisa berjalan, artinya masih sehat. Lagi pula, berkat Freya dirinya bisa selamat. Seandainya waktu tidak berhenti, mungkin situasinya akan berbed
Hari berikutnya. Biarpun di hari sebelumnya, dia baru saja bertarung sengit dengan Leonardo, tetapi Arsenio terlihat sudah sangat segar. Siap untuk melanjutkan aktivitasnya, yang sudah menunggu."Tuan Muda." Freya datang dan menyapa.Arsenio menoleh dan mendapati ada sedikit yang aneh pada Freya. "Kau baik-baik saja?" tanyanya, yang kini berdiri menghadap utusan Sistem Mafia Terkuat itu.Berkat Sistem Mafia Terkuat, dia bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh mata biasa. "Iya, Tuan Muda. Memangnya kenapa dengan saya?" Freya balik bertanya. Sikapnya sangatlah tenang, seolah tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Arsenio ingin mengatakan sesuatu, tetapi dia mengurungkannya. Sehingga ia mengubah susunan katanya. "Heum, bukan apa-apa. Segera siapkan mobil untukku.""Baik, Tuan Muda." Freya mengangguk, selanjutnya melenggang pergi.Arsenio pun terus memperhatikan Freya dari kejauhan. Dia yakin, bahwa yang dilihatnya itu bekas luka lebam. "Sebenarnya, apa yang terjadi kepadanya?
"Anindira," sebut Arsenio sangat lembut.Sang pemilik nama, langsung menoleh. Dua matanya membola besar seolah ingin melompat keluar. "Apa yang kamu lakukan di sini?" Anindira meninggikan suaranya. Dia meraih pisau dan menggenggamnya sangat kuat, sebagai perlindungan diri. "Jangan coba-coba untuk mendekat, atau aku akan membunuhmu!" lanjutnya mengancam. Arsenio membuang napas berat. Seperti yang ia duga. Anindira pasti melakukan perlawanan. Arsenio tak berkata, langsung saja melancarkan aksinya. Dia mendekat. Mengikis jarak yang hanya beberapa meter itu."Berhenti di sana!" tegas Anindira, merasa sangat takut. Namun, Arsenio tidak menggubrisnya.Dalam satu tarikan napas, Arsenio meraih pergelangan tangan Anindira yang sedang menggenggam sebuah pisau.Arsenio menatapnya tajam, begitu juga dengan Anindira. Baik Arsenio maupun Anindira, merasa ada deguban kencan dan hati yang berdebar-debar, sedang merasuk dalam jiwa. Arsenio melihat ke arah pisau itu, lalu mengambilnya dan menyingk
Hari berikutnya. Arsenio pun mendatangi apartemen Anindira lagi. Kali ini dengan gaya pakaian yang berbeda. Biasanya jas hitam, kemeja putih, pokoknya kantoran banget. Sedangkan sekarang kaos lengan pendek, celana yang panjangnya sampai sebatas lutut dan sendal jepit."Selamat pagi, Bibi." Arsenio membentangkan kedua tangannya, tersenyum lebar, tepat saat pintu terbuka.Olivia memperhatikan Tuan Muda Keluarga Guan itu, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berpikir, kali ini apa yang akan dilakukan Arsenio?"Bibi ... Aku bawakan daging segar. Bagaimana kalau kita membuat barbeque?" ajak Arsenio, sembari menarik tangan Olivia, untuk masuk. Arsenio sudah menganggap apartemen ini seperti rumahnya sendiri, tapi memang milik keluarganya. Saking senangnya, Arsenio sampai duduk berjongkok saat menjejerkan beberapa bungkus daging yang dibelinya sebelum sampai apartemen. Olivia sampai berpikir. Sebenarnya Arsenio, Tuan Muda atau pria biasa? "Di mana Anindira?" tanyanya melihat sekeliling. S