Stevia bertemu dengan Nacita, si gadis jutek secara tidak sengaja. Namun itu membuatnya penasaran, setelah mencari tahu dan berupaya keras akhirnya Stevia bisa dekat dengan Nacita dan sahabat laki-lakinya, Jovian. Dibalik paras yang cantik Stevia ternyata sering insecure dengan penampilannya. Lain halnya dengan Nacita, dia kesulitan dalam hal ekonomi. Ayahnya suka berjudi dan kecanduan alkohol dan ia tidak tahu bagaimana keadaan ibunya yang bekerja di Malaysia. Sedangkan Jovian, tidak suka dengan ibu tirinya yang baik. Demi meningkatkan kepercayaan diri mereka memutuskan untuk membuat chanel youtube dengan konten memasak mudah yang bernama Djoeroe Masak.Awalnya berjalan mulus sampai komentar-komentar netizen mahabenar merusak kepercayaan diri dari sisi yang sudah stabil. Dan masa lalu yang mulai terlupakan kini menghantui mereka kembali.
View More"Apalah arti sebuah nama, namaku tidak penting buatmu."
Hah? Stevia melongo mendengar kalimat yang baru saja diucapkan gadis dengan gaya rambut ponytail di depannya ini. Jawaban yang tidak sesuai dengan harapan. Mungkin lebih tepatnya jawaban gadis itu sungguh anti mainstream, diluar dugaan.
Stevia maklum, bisa saja gadis ini kesal setelah kejadian yang baru saja mereka alami. Itu seperti adegan klise dalam film. Biasanya yang bertabrakan adalah seorang cewek dan cowok. Lalu mereka saling berargumen tentang siapa yang salah. Atau buku-buku yang diapait oleh sebelah tangan sang wanita berhamburan akibat peristiwa itu.
Kini situasinya berbeda. Yang bertabrakan adalah dua orang cewek di gang sempit. Sebagai akibatnya sandal jepit gadis yang tak mau menyebutkan namanya tadi, putus. Stevia langsung minta maaf, tapi tidak digubris. Stevia akhirnya bertanya siapa nama gadis itu. Namun reaksinya malah bikin kesal.
Syukur saja isi plastik kresek yang dipegang gadis itu tidak berhamburan. Stevia yakin isinya bungkusan itu pasti tepung dan telur. Tanpa pikir panjang Stevia memungut sandal jepit yang sudah kelihatan tua itu.
"Tunggu di sini ya, sebentar saja!"
Gadis itu tidak menjawab, hanya menatap Stevia yang berjalan cepat dan menghilang di kelokan gang.
Tujuh menit kemudian ia kembali dengan membawa bungkusan berisi sandal jepit berwarna pink dengan motif bunga.
"Silakan pakai ini. Aku ganti sandal jepitmu yang tidak sengaja kupijak. Karena nggak mungkin kamu pulang pakai sandal itu."
Ia menatap Stevia dengan ragu. Tapi tak ada kalimat yang keluar dari mulutnya.
"Udah pakai aja!"
Stevia tersenyum puas karena sandal jepit pink itu kini pas di kaki majikan barunya. Tak sengaja ia melirik jam tangannya. Ia terhenyak, hampir terlambat batinnya.
"Aku permisi dulu. Omong-omong namaku Stevia. Da... Da..."
***
"Sandalmu baru ya, Ta?" Neneknya bertanya setibanya ia di depan pintu.
"Ya nek."
"Bukannya uangmu hanya cukup untuk beli tepung terigu dan telur?"
"Ada yang belikan Nacita sandal baru, nek."
"Baik sekali. Dia temanmu ya?"
"Bukan. Kami sengaja bertabrakan di gang sempit yang biasa aku lewati untuk menghemat waktu, nek. Sandalku terpijak olehnya dan putus. Jadi dia belikan untukku."
"Wah syukur ya, Ta. Sandalmu kan memang sudah usang. Lumayan nggak perlu keluar duit."
"Ya nek. Nacita bikin adonan donat dulu ya nek."
Gadis yang bernama Nacita itu pun langsung menuju dapur. Ia masih ingat wajah gadis tadi. Bisa dibilang gadis tadi adalah bukti nyata dari impian para gadis yang ingin dianggap cantik. Kulitnya bersih, cerah, tampak dirawat dengan baik dan teratur. Wajahnya bak pualam dengan bibir merah merona. Satu hal yang paling ia ingat dan sukai, gadis bernama Stevia tadi sangat ramah dan pemurah berbeda sekali dengan dirinya.
Sayangnya ia keburu mengucapkan jawaban aneh dan mengejutkan tadi. Entah mengapa ia tidak marah pada Nacita. Tapi malah membelikannya sandal jepit yang bagus. Walaupun Nacita tidak suka warnanya yang terlalu cewek dan mencolok tapi ia cukup senang bisa pulang ke rumah dengan alas kaki. Tak bisa ia bayangkan rasa sakit yang harus ia tanggung jika berjalan tanpa sandal.
Wajah Stevia sepertinya pernah ia lihat tapi ia tidak begitu ingat. Ia mendesah karena waktunya terbuang akibat memikirkan Stevia. Segera ia melakukan tugas yang selalu ia lakukan hampir tiap, membuat donat.
***
Seandainya mama ada di sini
Tiba-tiba ia mendengar pintu kamarnya diketuk lalu sebuah suara menyusul.
"Jo, mama boleh masuk?"
"Ya, tante." Sesungguhnya Jovian tidak suka memanggil wanita itu dengan sebutan mama. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi mamanya.
Wanita itu membawa baki berisi makanan dan air putih.
"Kamu masih sakit?"
"Masih. Kalau nggak aku sudah pasti nggak di ruangan ini lagi." Jawabannya terdengar ketus.
"Nggak bisa tidur ya?"
Jovian tidak menjawab. Basi-basi wanita ini terlalu basi. Sebuah pertanyaan yang tidak penting karena ia bisa lihat sendiri kalau Jovian tidak sedang tidur.
"Mungkin karena kamu nggak minum obat. Ini ada mama bawakan paracetamol. Biasanya kalau minum obat bisa bikin ngantuk biar sakit kepalamu cepat sembuh."
"Tante nggak usah repot-repot. Aku nggak mau minum obat. Besok pasti sudah sembuh."
"Tapi Jo ini demi kebaikan kamu."
"Tante boleh keluar? Aku mau istirahat."
Wanita itu meletakkan baki yang ia bawa lalu keluar dan menutup pintu kamar Jovian.
Kini ia bisa bernapas lega. Benar-benar tidak mengenakkan berbicara dengan orang yang tidak kita sukai. Jovian merasa hidupnya jenuh sekali. Setelah mencoba berkali-kali untuk memejamkan mata agar tertidur namun gagal, ia putuskan mengambil handphonenya. Mencari sebuah nama di kontak dan mencoba menghubungi seseorang.
Ia khawatir nomor yang dihubunginya ini tidak aktif. Akibat pemiliknya yang lupa mengisi pulsa dan akhirnya masuk masa tenggang lalu nomornya diblokir oleh operator selular. Andaikan sang empunya nomor ini punya gawai ia tidak perlu menelpon cukup mengirim pesan via whatsapp. Terdengar nada sambung di ujung sana. Setelah menghubungi dua kali, akhirnya teleponnya diangkat.
"Ya ampun lama amat sih baru diangkat? Kayak wanita karier aja."
"Nggak liat sekarang jam berapa?"
Jovian melirik ke arah jam dinding. Saat ini menunjukkan pukul 16 lewat sepuluh menit.
"Ya maaf. Habis kamu nggak nanyain sobatmu yang tampan ini kenapa nggak sekolah."
"Paling lagi PMS."
"Hah?" Jovian tidak percaya dengan apa yang baru saja didengar.
"Pusing, malas, dan stress. Ciri khas Jovian Tarendra Adidjaja"
"Heh jangan suku nambah-nambahin nama orang lain ya. Kebiasaan buruk kok dibawa-bawa."
"Tapi benar kan jawabanku?"
"Ya cenayang. Aku curiga kamu pasang CCTV di rumahku ini biar bisa mantau peristiwa apa pun yang terjadi."
"Mending aku beli handphone terbaru. Lagian buat apa mantau tuan Jovian, kalau dikit-dikit langsung nelpon?"
"Emang nggak boleh, Ta? Sejak kapan Nacita jadi sensi begini?"
"Boleh aja sih. Asal besok isi pulsaku ya. Kayaknya udah mau habis masa aktifnya. Hahaha ... Nggak usah dijawab yang penting dilaksanakan. Oke bos? Marah sama ibu tirimu lagi ya? Kamu diapain sama Tante Clara?"
"Kok tahu lagi sih?"
"Kamu sadar nggak sih Ojon kalau isi otakmu itu transparan bahkan bisa dilihat dari jarak 3 kilometer."
"Huh sungguh sebuah penghinaan yang menyakitkan. Terserah deh. Dia nyuruh aku minum obat sakit kepala. Ya jelas-jelas aku tolak."
Nacita tertawa keras. Ia pasti tahu kalau Jovian tidak mau minum obat dalam bentuk kapsul atau tablet. Lebih tepatnya tidak tahu menelan benda itu. Menurut teori Nacita, lubang napas dan kerongkongannya terlalu dekat jadi bisa saja tablet itu menutup jalan masuk udara di lubang pernapasannya. Jovian tidak tahu pasti tapi itulah sebabnya jika ia lebih memilih minum sirup atau pil obat itu dihaluskan. Seperti anak-anak memang tapi ketimbang ia mati, lebih baik melakukan hal konyol itu.
"Ya udah istirahat aja. Mudah-mudahan besok sembuh biar bisa sekolah. Tenang saja tidak ada PR, kawan. Kamu bisa tidur nyenyak malam ini. Sebenarnya aku ada cerita menarik tapi adonan donatku nanti tidak akan selesai jika terus mengobrol dengan tuan muda. Jadi besok saja kita bahas di forum kelas. Hahaha ... Cepat sembuh Ojon!"
Gadis itu mematikan telepon. Sudah menjadi kebiasaan mematikan telepon terlebih dulu yang membuat Jovian kesal. Belum lagi tentang hal yang tidak jadi diceritakan oleh Nacita tadi. Ia memang pintar bikin penasaran. Jovian memutuskan untuk membaca buku saja, daripada berselancar di internet yang bisa membuat sakit kepalanya makin kambuh.
***
Stevia terlihat duduk santai di kursi kayu dengan Leonard di sebuah ruangan kecil yang terpisah dengan cafe. Di depan bangunan kecil ini ada sebuah kolam ikan berukuran kecil yang bisa dilihat dari dalam karena ruangan ini tidak sepenuhnya tertutup. Stevia tampak sangat senang dengan kehadiran Nacita dan Jovian."Kamu nggak diculik, Stev?" tanya Jovian sambil memastikan kalau tangan Stevia tidak terikat."Seperti yang kamu lihat aku baik-baik saja. Lucu banget ngeliat ekspresi Nacita yang khawatir banget aku diculik. Keliatan banget dia sayang sama aku," jawab Stevia sambil tertawa."Jadi kami ditipu? Ojon, ayo kita pulang!" kata Navita sambil menarik lengan Jovian."Eh tunggu dulu! Kalian udah baikan ya?" tanya Stevia.Nacita langsung melepaskan genggaman tangannya dan tampak malu karena ia sadar dia dan Jovian sudah lama tidak akrab."Aduh... Kamu nggemesin banget dengan raut muka kayak gitu, Na," tambah Stevia.Muka Nacita berubah cemberu
Jovian turun dari lantai dua menuju ke arah dapur. Ia ingin mengambil cemilan untuk menemaninya membaca buku. Saat hendak sampai ke tujuan, ia mendengar ibu tirinya sedang mengobrol dengan seseorang, tapi ia yakin itu bukan Mbak Evi. Ternyata tebakan benar. Namun, ia tak menyangka yang sedang ada di sana adalah Stevia.Ia langsung mengubah haluan menuju ruang tengah, tapi ada yang sadar dengan tingkahnya. Tante Clara yang sejak beberapa hari yang lalu dipanggilnya mama itu, memintanya untuk bergabung bersama mereka.Stevia memamerkan senyumannya tampak bahagia dan seolah tidak sedang ada masalah dengan dirinya."Boleh minta waktumu sebentar, Jo? Ada yang mau aku bicarakan," ucap Stevia."Boleh.""Kamu mau Tante Clara dengar apa yang kita bicarakan?"Jovian melirik ke arah Stevia yang sedang serius, sedangkan mamanya hanya tersenyum.***Mereka kini sudah ada di balkon lantai dua kediaman Jovian. Keputusan Jovian
Gadis itu kelihatannya akan menuju ke mejanya. Leonard merasa senang sekaligus heran. Mungkin saja gadis itu akan marah kepadanya. Dan sejak kejadian video youtube berisi masa lalu Jovian itu, Leonard bisa melihat kalau Stevia memang menyimpan rasa marah kepadanya. Whatsappnya diblokir sehingga tidak bisa mengirim chat kepada gadis itu, begitu pula dengan instagramnya.Leonard merasa bersalah karena tahu akibatnya akan seperti ini. Ia pikir hanya Jovian yang akan berhenti berteman dengan Stevia tapi ternyata ia ikut kena akibatnya. Belum lagi ia sangat sedih sekaligus kecewa karena minggu lalu Stevia membagikan hasil masakannya yaitu matcha cookies ke teman-teman sekelas tapi hanya ia yang tidak kebagian. Kelihatan sekali kalau Stevia memang sudah menganggapnya tidak ada. Dan Leonard hari ini siap menerima apa pun yang akan Stevia katakan."Selamat ya Leonard tujuanmu sukses bahkan memberikan efek ganda. Persahabatan kami retak dan mungkin minggu depan aku sudah pindah s
Waktu ibarat kuda liar, ia berlari begitu cepat tanpa kita sadari. Dan hari ini sudah lebih sebulan berlalu sejak insiden video memasak Steviana yang disabotase oleh Leonard. Suatu hal yang tidak pernah disangka, tapi beginilah akhirnya, hubungan Jovian, Nacita, dan Stevia tampaknya tidak bisa diperbaiki lagi.Nacita memutuskan sibuk belajar bersama Kak Kayla yang juga menang olimpiade matematika. Terkadang sepulang sekolah ia membantu ibunya berjualan di kedai makan sederhana miliknya. Hari-harinya berjalan hanya rutinitas saja tidak ada kejutan dan keceriaan sewaktu ia bersama Jovian dan juga Stevia.Semua bisa dilewati tapi tidak begitu ia nikmati. Yang paling ia sesali sering kali rasa rindu itu muncul sendiri. Ketika memasak di dapur, saat memandang pohon pepaya di belakang rumah, saat membuat kue, atau bahkan menonton adegan sekelompok sahabat di televisi.Nacita pikir ini akan dilewati dengan mudah, tapi pada kenyataannya ia hanya mencoba mengobati hat
CARAMU KEREN SEKALI! Sekarang semua yang kita sembunyikan sejak lama sudah diketahui orang. Bedanya bukan aku yang menyebarkan video aibmu itu, tapi di video pembalasanmu wajah dan suaramu sendiri yang terpampang nyata. Terang-terangan kamu bilang sebegitu menyedihkannya keluargaku. Dan betapa durhakanya aku karena belum memaafkan orang tuaku. Kamu bilang kecewa dan menyesal kenal denganku, tapi asal kamu tahu, aku lebih MALU punya teman kayak kamu. Kamu lebih parah ketimbang ibu-ibu komplek tukang gosip. Memang sudah sebaiknya pertemanan kita diakhiri. Semoga kamu bahagia selalu, Jovian Tarendra!Jovian tidak percaya dengan apa yang dibacanya. Sewaktu itu meletakkan ranselnya di laci ia menemukan selembar kertas berwarna putih yang dilipat. Awalnya ia berpikir untuk mengabaikannya karena mungkin saja itu surat dari siswi-siswi yang sering mengirimkan surat untuknya. Tapi biasanya surat mereka dimasukkan ke loker miliknya.Tidak ada nama pengirimannya, mes
Ia pikir dirinya tidak akan bisa keluar hidup-hidup dari toilet tadi. Siswa-siswa yang mengobrol dengan Stevia tadi,ternyata sudah pergi. Jovian tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika mereka masih ada di sana siang tadi. Sejauh ini tidak ada yang menghinanya akibat video youtube kemarin. Siswi-siswi masih ada yang tersenyum kepadanya entah karena belum sempat melihat video itu atau karena isi video itu tidak berpengaruh apa-apa terhadap penilaian mereka padanya.Hanya saja beberapa siswa-siswa tampak tersenyum mengejek kepadanya. Sejauh ini, hal itu tidak membuatnya merasa terintimidasi. Dan sepertinya murid-murid di sekolah ini tidak akan melakukan tindakan perundungan alias bully. Karena sepengetahuan Jovian, sekolah ini akan menindak tegas orang-orang yang ketahuan membully orang lain seperti yang pernah terjadi beberapa tahun lalu.Sesampainya di rumah Jovian segera menghubungi Salmira dengan panggilan video. Tidak lama kemudian mereka sudah tersamb
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments