Share

MENIKAH DENGAN BOS DUDA
MENIKAH DENGAN BOS DUDA
Author: Lystania

Salah Kamar

“Anda siapa? Kenapa anda bisa masuk ke kamar saya?!”

Kening gadis itu tampak berkerut saat melihat seorang pria berdiri di depan kamar hotelnya dan menerobos masuk ke dalam.

Tidak seperti orang normal pada biasanya, pria itu tampak sempoyongan dengan tatapan mata yang sayu. Dengan langkah gontai ia mendorong tubuh gadis itu masuk ke dalam kamar.

Gadis yang memiliki sapaan akrab Aya itu, hari ini memang sedang menggunakan voucher menginap gratis di sebuah hotel.

Aya mulai gugup, tapi ia juga tidak bisa mengelak saat pria itu tahu-tahu telah menimpa dirinya. Cukup berat, sehingga Aya kesusahan untuk bergerak.

“T-tunggu! T-tuan, anda siapa? Ini salah!” Sekuat tenaga Aya berteriak tepat di telinga pria itu, berharap pria itu bisa segera sadar. Dengan suasana kamar yang minim penerangan Aya sama sekali tidak jelas melihat wajah pria itu.

“Fania, ini aku,” ucap pria itu setengah sadar dengan mata menatap Aya yang berada tepat di bawahnya. Senyum mengembang di bibir pria itu. Reflek Aya menutup mata dan memalingkan wajahnya saat bibir pria itu semakin mendekat lalu mendarat mulus di pipinya.

Perlahan perasaan takut mulai menyelimuti hati gadis itu. Melihat keadaan dan apa yang barusan saja pria itu lakukan, tidak menutup kemungkinan ia akan bertindak lebih jauh.

“Jangan kurang ajar ya! Tuan ini siapa? Tuan salah masuk kamar!” pekik Aya berusaha mendorong tubuh pria itu lalu dengan sengaja mencakar tangannya.

Pukulan demi pukulan Aya layangkan ke tubuh pria itu berharap ia bisa melepaskan diri. Namun tindakan yang Aya lakukan tidak memberi pengaruh apa-apa. Pria itu malah semakin erat memeluk Aya lantas menghujani pipi dan lehernya dengan ciuman penuh nafsu.

“Tolong! Tolong jangan, Tuan!” seru Aya sekuat tenaga kala jemari tangan pria mabuk itu dengan lancang membuka satu per satu kancing piyama tidurnya kemudian melemparkannya ke lantai.

Aya masih berusaha untuk menyelamatkan diri dari pria itu dengan cara menggigit telinganya, tapi tak juga berhasil. Di bawah pengaruh alkohol, pria itu jadi semakin hilang kendali. Tenaganya pun seolah bertambah dua kali lipat sehingga ia dengan mudah menghalau perlawanan yang Aya berikan.

Air mata dengan cepat membasahi wajahnya saat pria yang ada di atasnya telah melucuti semua pakaiannya. Tak menghiraukan tangisan Aya, pria itu menyusuri setiap inci tubuh mulus gadis yang ada di bawahnya. Hasratnya begitu menggebu-gebu membuat adrenalin dalam tubuhnya tidak terkontrol.

Sementara Aya tak bisa melakukan apa-apa lagi. Bergerak pun sudah sangat susah karena ia sedang menahan rasa sakit pada tubuh bagian bawahnya.

Erangan penuh kenikmatan keluar dari mulut pria itu. Ia terus melakukan gerakan yang nyaris membuat nafas Aya berhenti. Entah berapa kali hingga gadis itu tertidur saking lelahnya.

“Aku mencintaimu.” Ucap sang pria ketika mengakhiri permainannya dengan Aya.

Tidak berselang lama, pria itu juga ikut tertidur di sampingnya. Rasanya begitu puas dan lega telah mengeluarkan apa yang selama ini ia pendam. Tubuhnya terasa ringan dengan deru nafas yang kembali normal.

**

Sambil memegang kepalanya yang terasa berat dan pusing, pria itu terbangun dengan sendirinya tepat di pukul empat pagi. Alarm tubuhnya secara spontan bekerja membangunkannya, tidak peduli kemarin ia baru saja mabuk.

“Apa yang terjadi?” desisnya tidak percaya saat menoleh dan melihat seorang wanita tidur di sampingnya. Ia menghela nafas panjang saat menyingkap selimut yang menutupi tubuh wanita itu.

Tidak memakai sehelai benang pun, ia sudah bisa memastikan apa yang terjadi semalam. Kebodohan yang ia lakukan saat mabuk kemarin. Sejenak ia menatap wajah Aya yang masih tertidur dengan pulas lalu perlahan turun dari atas tempat tidur lantas mengenakan pakaian dengan cepat.

Ia kembali dibuat terkejut saat netranya tak sengaja melihat kartu tanda pengenal yang berada di atas meja kecil yang ada di samping kasur. Kartu tanda pengenal yang sama dengan milik karyawan perusahaannya.

Sementara Aya baru terbangun pukul delapan pagi. Itu juga karena ponsel miliknya yang tak berhenti berdering. Dengan lemah ia meraih ponselnya.

“Maaf saya gak enak badan, Pak. Gak apa-apa kan saya agak siangan ke kantor?” Aya minta izin ke atasannya.

“Kalau kamu sakit, gak usah masuk kerja.”

“Gak apa-apa, Pak,” sahut Aya dengan suara sedikit serak kemudian mengakhiri panggilan itu.

Semua badannya terasa sakit apalagi tubuh bagian bawahnya. Aya mengedarkan pandangan ke sekeliling kamar dan tak menemukan siapa-siapa di dalam kamarnya.

“Aku tidak bermimpi, kan?” Aya bingung karena ia masih mengenakan pakaian tidurnya. Padahal seingatnya kemarin pria itu sudah melucuti pakaiannya dan melakukan hal yang tidak seharusnya.

Menopang kepalanya dengan kedua tangan, Aya menghela nafas panjang. Ia tidak tahu harus bagaimana sekarang, tapi ia yakin kalau kejadian kemarin bukan hanya mimpi. Samar-samar hidungnya mencium aroma parfum maskulin dari bantal kepala yang baru saja ia raih. Tapi ia benar-benar sulit mengingat wajah pria itu.

Tepat pukul sepuluh pagi, supir kantor menjemputnya ke hotel. Sebelumnya Aya sudah meminta supir kantor untuk membawakan beberapa berkas nasabah yang akan ia tinjau hari ini.

“Kita balik ke kantor kan, Mbak?” tanya supir kantor begitu Aya selesai meninjau usaha calon nasabahnya.

“Iya, Mas. Lanjut nanti sore aja,” sahut Aya duduk dengan hati-hati.

“Oke, Mbak. Soalnya mobil mau dipakai sama bos.”

Aya hanya mengangguk kecil. Pikirannya masih tak karuan mengingat kejadian malam itu.

Baru saja turun dari mobil, ia langsung dicegat oleh Satrio yang memintanya untuk ikut makan siang. Ia sedikit kaget dengan kedatangan Satrio, pimpinan utama kantornya siang ini. Diminta langsung oleh pimpinan utama, jelas membuat Aya tidak bisa menolak. Ia kembali masuk ke dalam mobil, lantas mengekor mobil Satrio yang telah lebih dahulu berjalan. Setiba di salah satu rumah makan, Aya menunggu Satrio lebih dulu turun dari mobilnya.

Beberapa menit kemudian, Aya turun dan menyusul atasannya ke dalam. Duduk bersama di salah satu meja, membuat Aya tidak banyak bicara. Jujur saja ia merasa segan berada satu meja dengan atasannya.

“Jadi, Aya, kantor cabang utama meminta kamu untuk pindah ke sana,” ucap Satrio membuat Aya terkejut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status