Jessie langsung tersenyum semringah kala melihat Matheo sangat begitu antusias atas ide yang akan ia berikan nanti. Semoga saja laki-laki itu akan menyetujui idenya.
Kini Jessie sengaja menggeser posisi duduknya agar lebih dekat dengan Matheo. Tak lupa juga ia mencondongkan kepalanya agar lebih dekat dengan telinga laki-laki itu. Jessie bahkan sudah menyiapkan suaranya yang begitu seksi agar Matheo merasa tergoda.
Sebelum mengucapkan usulan idenya, Jessie tersenyum senang bisa sedekat dan seintim ini dengan Matheo. “Aku sarankan kau memanasi Jelita dengan tidur denganku. Dengan begitu kau akan tahu reaksi dia masih menyukaimu atau tidak. Jika dia tampak biasa saja itu tandanya—“
“Kau gila, Jess!” potong Matheo cepat. Ide yang diberikan oleh Jessie sangatlah gila menurutnya. Kalau ia sampai tidur dengan perempuan lain itu sama saja bunuh diri. Yang ada Jelita akan semakin membencinya nanti. “Ini semua pasti hanya akal-akalanmu
Seperti yang sudah dijanjikan waktu di kantin jika sepulang kuliah mereka—Bagus, Prita, Jelita—akan nonton bersama hari ini di Senayan City.Mengingat Bagus yang selalu menggunakan sepeda motor membuat Prita mengeluh jika ayahnya sudah menelepon untuk segera pulang karena ada acara keluarga dadakan.“Aduh sorry banget guys, bokap gue telepon buat cepet-cepet balik,” kata Prita dengan ekspresi tidak enak kepada Bagus dan Jelita.“Yaudah nontonnya kapan-kapan aja kalau gitu,” sahut Jelita menanggapi.“Oh enggak-enggak. Kalian berdua harus tetap nonton sesuai rencana tadi siang. Ini bokap gue ganggu aja deh,” gerutu Prita berpura-pura kesal.Tampak ekspresi kebimbangan di raut wajah Jelita. Perempuan itu bahkan merasa tidak enak jika harus nonton berdua dengan Bagus. Status yang dilontarkan Matheo saat di pesan chat membuatnya masih terngiang-ngiang di kepalanya.“Lo enggak keberatan, kan, G
Jelita kini menangis tersendu-sendu. Ia bahkan tidak memedulikan jika sudah menjadi pusat perhatian para pengunjung mall.Dengan berlari sekencang mungkin, Jelita terus mencari pintu keluar yang menurutnya sangat sulit ditemukan jika dalam keadaan kacau seperti ini. Pasalnya, Jelita sudah sering mendatangi mall ini, namun saat ini ia merasa bingung sendiri hingga tanpa sadar ia menabrak beberapa orang saat berlari barusan.Hiks … hiks … hiks.Saat matanya menemukan pintu keluar mall, Jelita segera menambah laju larinya. Ia bahkan segera menyetop taksi untuk menghindari Bagus.Jelita saat sudah berada di dalam taksi pun tidak henti-hentinya menangis. Ia langsung teringat dengan Bagus yang sudah tega mencuri ciuman pertamanya itu. Bahkan, selama pacaran dengan Matheo, ia belum pernah berciuman sama sekali karena ingin melakukannya nanti setelah resmi menjadi istri. Namun, semua itu sangat sia-sia saat ini. Bibirnya sudah tidak lagi virgin.
Hari ini Jelita tengah menghindari Bagus mulai dari berangkat lebih pagi ke kampus, dan kini ia tengah mendesah kecewa kala melihat laki-laki itu justru tengah berdiri di depan kelasnya.“Duh! Ngapain, sih, Bagus berdiri di sana. Kalau orang-orang tahu permasalahannya bisa malu, dan diketawain,” gumam Jelita yang merasa ketar-ketir sendiri saat melihat Bagus sudah berdiri depan kelasnya.Mata Jelita langsung melotot begitu sempurna kala melihat Prita yang datang dengan wajah celingukan seperti mencari sesuatu. Namun, suara cemprengnya membuat Jelita mengumpat dalam hati karena niat menghindar dari Bagus langsung gagal total.“Itu Lita, Gus,” teriaknya kencang. “Woy, Ta! Ngapain lo berdiri di situ?”Jelita langsung mendengkus kesal saat melihat wajah tanpa dosanya Prita itu—yang tengah tersenyum lebar bahkan terkekeh.“Kampret tuh kecebong satu,” umpat Jelita dalam hati.Merasa sudah ketah
Jakarta, Indonesia.Selesai mengikuti kelas, Jelita merasa bimbang dan takut sendiri untuk keluar. Hal ini mengundang atensi dari Prita yang memang duduk di sebelahnya.“Kenapa lo?” tanya Prita, sibuk memasukkan laptop miliknya ke dalam tas.“Takut,” jawab Jelita, lirih. Wajahnya bahkan sangat memelas.“Bagus?” tebak Prita, tepat sasaran.“Hm.”Prita juga bingung harus memberikan nasihat apa karena setiap orang juga akan merasa canggung jika habis melakukan ciuman dengan teman.“Terus lo mau tinggal aja di kelas gitu?” tanya Prita sambil meledek. “Bentar lagi bakalan dipakai lagi ini kelas,” tambahnya memberitahu.Jelita mendengkus kasar karena mau tidak mau harus menghadapi Bagus. Jujur saja saat ini mentalnya belum kuat menatap Bagus. Pikirannya teringat akan adegan ciuman di bioskop tadi malam. Apalagi Jelita baru merasakan yang namanya ciuman.Sa
Mendengar jika Jelita sudah berciuman dengan laki-laki lain membuat jiwa dan darah muda milik Matheo kian mendidih panas. Apalagi selama pacaran ia belum pernah mencium bibir milik Jelita.“Dasar murahan! Awas lo, Ta! Pokoknya gue bakalan balas lebih parah dari ini!” geram Matheo, merasa terkhianati oleh Jelita padahal mereka sudah putus. Bubar jalan.Tengah dikuasai emosi membuat Matheo tidak berpikir panjang lagi soal hal ini. Di otaknya hanya ingin membalas perlakuan Jelita saja. Dia saja bisa ciuman dengan laki-laki lain harusnya ia juga bisa lebih dari itu! Laki-laki itu yang dilihat kehebatan dan harga diri bukan? Untuk meningkatkan harga diri maka Matheo buru-buru menghubungi Jessie supaya bisa adu mekanik di atas kasur.“Halo, honey,” sapa Jessie, tampak mabuk di seberang telepon sana. “Ada apa kau menghubungiku, hm?”“Kau di mana?”“Kelab malam biasa.”Matheo tidak menjawab
Sampai di kos-an Jelita dan Shasa langsung duduk di atas ranjang. Tidak memiliki stok makanan membuat Jelita tidak enak sendiri.“Duh! Enggak ada makanan lagi.”“Hahaha gapapa lagi, Kak. Lagian Shasa ke sini karena ada sesuatu yang mau disampaikan.”“Apa emang, Sha?” tanya Jelita, penasaran dengan hal yang akan disampaikan oleh Shasa. Jelita sudah menahannya dari kampus sampai kos-an.“Nanti pas aku libur semester Kak Lita ikut ke Los Angeles, ya,” bujuk Shasa, meringis lebar. “Daddy sama Mommy nyuruh aku buat kasih tahu kabar ini sama Kak Lita.”Jelita merasa gusar sendiri dengan ajakan dari Shasa. Bukan gimana atau bagaimana, tapi untuk apa dirinya ikut liburan ke Los Angeles. Sedangkan hubungan dengan Matheo saja sudah berakhir.“Kenapa aku harus ikut, Sha?”“Soalnya ini permintaan khusus dari Kak Mamat. Dia ngancam Daddy mau pulang ke Indonesia dan engga
Shasa benar-benar terkejut dan tidak menyangka jika ponsel milik kakaknya berada di tangan perempuan asing. Ditambah penampilan perempuan itu sangat membuat Shasa mendesah panjang.Ingin menghindar panggilan video call ini pun rasanya percuma. Jelita juga sudah terlanjur melongok ke kamera dan melihat kondisi di seberang sana.Sungguh Jelita pun sama-sama terkejut luar biasa. Ekspresi kagetnya tidak bisa disembunyikan dan tanpa disadari sebelah tangan miliknya meremas kuat sperei—menahan rasa sakit hati yang tiba-tiba muncul dan menjalar ke mana-mana.“Apa kau Clarisa? Adiknya Matheo?” tanya perempuan yang bernama Jessie. Ekspresinya langsung menangis tersendu. “Matheo telah merenggut keperawananku. Dia lupa menggunakan pengaman,” tambahnya menjelaskan.Shasa yang dibuat kesal dan bingung saat ini memilih untuk melirik sekilas ke arah Jelita. Memperhatikan ekspresi Jelita yang masih tenang, tapi menahan sakit hati. Shasa pun
Tidak bisa menepati janji-nya kepada Jelita membuat Matheo merasa bersalah. Apalagi semalam ia mengambil sikap yang terbilang sangat gegabah juga buru-buru tanpa memikirkan resiko ke depan.Dan, seperti inilah hasilnya. Bikin pusing dan mumet sendiri. Padahal jika dipikir-pikir kemarin dirinya sangat menggebu ingin membalas dendam kepada Jelita. Tapi setelah melakukan justru hatinya semakin tidak tenang juga merasa bersalah.“Maafin gue, Ta,” gumam Matheo, bermonolog.Kacau dan tidak tahu harus bersikap bagaimana saat ini, Matheo akhirnya memilih pergi ke rumah sang Aunty, Mikaila.Sepertinya Matheo akan mencoba bercerita kepada Mikaila tentang persoalan masalahnya. Siapa tahu aunty-nya ini memiliki solusi yang tepat. Jika bercerita dengan Daddy atau Mommy yang ada bukannya mendapat solusi justru semakin dimarah-marahi.Tidak membutuhkan waktu lama, Matheo akhirnya tiba di rumah Mikaila. Untung saja aunty-nya ini sedang di rumah. Biasa-