Tidak bisa menepati janji-nya kepada Jelita membuat Matheo merasa bersalah. Apalagi semalam ia mengambil sikap yang terbilang sangat gegabah juga buru-buru tanpa memikirkan resiko ke depan.
Dan, seperti inilah hasilnya. Bikin pusing dan mumet sendiri. Padahal jika dipikir-pikir kemarin dirinya sangat menggebu ingin membalas dendam kepada Jelita. Tapi setelah melakukan justru hatinya semakin tidak tenang juga merasa bersalah.
“Maafin gue, Ta,” gumam Matheo, bermonolog.
Kacau dan tidak tahu harus bersikap bagaimana saat ini, Matheo akhirnya memilih pergi ke rumah sang Aunty, Mikaila.
Sepertinya Matheo akan mencoba bercerita kepada Mikaila tentang persoalan masalahnya. Siapa tahu aunty-nya ini memiliki solusi yang tepat. Jika bercerita dengan Daddy atau Mommy yang ada bukannya mendapat solusi justru semakin dimarah-marahi.
Tidak membutuhkan waktu lama, Matheo akhirnya tiba di rumah Mikaila. Untung saja aunty-nya ini sedang di rumah. Biasa-
“Astaga Lita itu adonannya sampai tumpah-tumpah lho!” tegur salah satu karyawan yang melihat Jelita tampak melamun. Seakan sadar membuatnya terkaget dan melihat ke arah adonan yang sudah terlihat berantakan tidak karuan. “Kalau banyak pikiran sebaiknya istirahat saja. Lagipula stok kue masih aman kok,” tambah karyawan itu, mencoba memahami.Jelita yang seakan lelah hati juga fisik memilih pergi ke depan kitchen sink. Jelita mencuci tangan, namun tanpa diduga-duga air matanya luruh membasahi pipi putihnya yang mulus.Seakan tidak kuat menahan sakit-nya, tubuh Jelita meluruh ke bawah. Ia langsung menelungkupkan wajah di antara kedua kakinya itu. Jelita menangis kencang karena ingat soal Matheo.Pedih. Sakit. Sungguh sudah tidak bisa Jelita uraikan lagi dengan sebuah kata yang menggambarkan.Jelita pikir hubungan LDR yang dijalani-nya bisa berjalan baik dan mulus karena berpacaran dengan sahabat. Tapi ternyata konflik yang dialami leb
Ditatap sinis seperti itu tentu saja membuat Rendi langsung menyengir lebar. Tak lupa juga langsung menabok lengan Bagus sambil cengengesan.“Ah lo kayak enggak tahu mulut gue aja. Suka sompral,” kata Rendi, masih cengengesan.Bagus mendengkus saja dan kembali fokus mengerjakan tugas meski dalam hati rasanya ingin sekali berbicara empat mata dengan Jelita.Tapi apa daya ia harus menahan rasa itu semua demi kebaikan bersama. Bagus juga tidak mau kalau Jelita selalu jadi bahan julid-an Rendi.Sampai akhirnya Bagus, Rendi, dan teman lainnya memutuskan keluar dari restoran setelah tugas itu selesai. Lebih tepatnya Rendi sibuk bermain game sejak datang hingga selesai.“Yakin enggak mau samperin?” celetuk Rendi, menyenggol lengan Bagus dengan tatapan wajah ke arah meja di mana ada Jelita dan Gilang di sana.“Ck! Ngehe lo! Buruan balik!” sahut Bagus, sedikit malas menanggapi ucapan sahabatnya itu.Bagus se
Ditembak oleh orang yang sangat dicintai-nya itu membuat otak Bagus sedikit ngelag. Susah sekali percaya dengan apa yang sudah Jelita katakan barusan. Apakah Jelita sadar atau dia sedang mabuk.“Lo seriusan, Ta?” tanya Bagus, memastikan. Takutnya Jelita hanya bercanda saja dan ngeprank. Sungguh memalukan bukan jika kitanya menganggap sangat serius.Jelita sendiri mengangguk sambil tersenyum lebar. Lagipula ini waktu dan saatnya dia bangkit dari semua keterpurukan yang diberikan oleh Matheo.“Mau! Gue mau banget jadi pacar lo! Tapi tunggu dulu deh!” Bagus langsung menoleh kanan dan kiri—mencoba mencari bunga untuk diberikan kepada Jelita. Ketika menemukan kembang sepatu membuat Bagus memetiknya dan laki-laki itu langsung berlutut di depan Jelita. “Biar gue yang nembak lo sekarang.”“Tapi—““Cahaya Jelita Pramana, lo mau enggak jadi pacar gue?” kata Bagus, sambil berlutut membawa kembang sepatu untuk Jelita. “Gue bakalan buat hidup lo bahagia. Pokoknya lo akan jadi priorotas gue setelah
Sebagai sahabat tentu saja ikut bahagia mendengar jika Jelita sudah move on dari Matheo. Apalagi yang menjadi kekasih selanjutnya adalah Bagus. Laki-laki yang begitu dewasa sekaligus mengerti soal perasaan Jelita.Di samping itu juga ia merasa tenang karena sudah ada yang ikut mengawasi Jelita di Jakarta. Terlebih Jelita tidak memiliki siapa-siapa di ibukota ini.“Berarti sekarang kalau Bagus minta cium lagi boleh dong?” ledek Prita yang langsung ditonyor oleh Jelita. “Ihhhh! Udah pacaran mah bebas dong?” tambah Prita semakin meledek Jelita.Tentu saja digoda seperti itu membuat Jelita merasa malu dan salah tingkah sendiri. Alhasil Jelita mengejar Prita yang terus meledeknya.Bahkan kedua perempuan itu kini saling kejar-kejaran di dalam kamar kos-an. Bukan hanya itu saja. Suara teriakan keduanya pun begitu memekak telinga karena sangat menggema di ruangan kecil ini.“Enggak gitu juga, ya!” teriak Jelita, mengambi
Jujur saja mendengar hal itu membuat hati Matheo sangat begitu panas luar biasa. Apalagi tadi ia melihat Bagus tampak tersenyum bahagia duduk di samping Jelita.Ternyata memang benar jika mereka berdua itu selingkuh. Sekarang boroknya baru ketahuan setelah ia memutuskan hubungan dengan Jelita. Benar-benar teman pengkhianat!Saking panas dan tidak terima jika mereka berdua semakin dekat sekaligus mesra, Matheo mencoba menelepon Jelita untuk memastikan kebenaran ucapan dari Rendi.“Sial!” umpat Matheo, emosi. Terlebih panggilan teleponnya tidak diangkat oleh Jelita. Sontak hal ini semakin menimbulkan perasaan tidak karuan di dalam hati milik Matheo. “Oke fine kalau lo emang selingkuh, Ta! Tunggu pembalasan gue!” lanjutnya penuh dendam membara.Tak kunjung berhasil diangkat membuat Matheo melemparkan ponsel miliknya ke arah sembarang kasur. Ia langsung merebahkan diri dengan isi pikiran yang begitu campur aduk.Masih penasaran membuat Matheo meraba-raba sisi bagian kanan dirinya rebahan
Entah ada angin apa mendadak Melviano datang menemui-nya. Pasalnya selama mengenal Matheo dari SMP hingga sekarang ini belum pernah ia didatangi secara niat seperti ini. Bahkan untuk sekadar mengobrol saja tidak pernah. Hal ini lantas membuat hati Jelita merasa deg-degan sendiri.“Om,” sapa Jelita, tersenyum ramah.Lain hal dengan pria paruh baya itu yang masih tetap diam dengan tatapan tegasnya. Sampai akhirnya sekarang Melviano berdiri tepat di depan tubuh Jelita.“Boleh minta waktunya sebentar?” kata Melviano penuh wibawa.“Bo-boleh, Om,” jawab Jelita gugup. Bahkan sampai tidak sadar jika kedua tangan Jelita sudah meremas-remas ujung pakaiannya.Kini Jelita berjalan mengikuti arah langkah kaki Melviano yang sudah berbalik badan menuju ke mobil mewahnya itu.Jujur saja hati Jelita sangat deg-degan sekali saat ini. Rasanya begitu gugup juga takut. Bahkan ketika akan masuk ke dalam mobil pun membuatnya sedikit ragu.Sampai akhirnya Melviano memberikan kode kepada Jelita agar masuk ke
Sudah beberapa hari ini Matheo memilih mengurungkan diri di dalam kamarnya. Bahkan laki-laki itu sudah tidak masuk kuliah karena merasa galau melihat serta mendengar sendiri dari mulut Jelita jika perempuan itu sudah berpacaran dengan Bagus.“Apa kau tidak bosan terus-terusan seperti itu?” tanya Mikaila, menatap jengah Matheo yang masih saja terbaring di atas kasur. “Tadi Daddy-mu telepon,” lanjutnya memberitahukan.Matheo sendiri masih tetap diam melamun. Kedua bola matanya tidak bosan-bosan menatap ke atas langit-langit sana.“Katanya dia sudah bertemu dengan Lita-mu itu,” tambah Mikaila, lagi.Sontak hal ini membuat Matheo langsung bereaksi keras. Matheo yang sejak tadi terlentang mendadak bangun duduk menatap ke arah daun pintu kamar.“Daddy menemui Lita?” Matheo mengerutkan kening bingung karena tumben-tumbenan sekali daddy-nya sampai ikut campur urusan kisah asmaranya ini. Apa semua ini bentuk dari rasa peduli daddy karena ia galau terus-terusan seperti ini? Semoga saja daddy me
Melihat Jelita tampak penasaran membuat Bagus justru terkekeh kecil. Apalagi ekspresinya begitu lucu dan menggemaskan.“Aku cuma mau minta kalau mulai detik ini panggilan kita jangan pakai lo-gue, tapi jadi aku-kamu aja, gimana? Kayaknya lebih enak didengar buat orang yang pacaran seperti kita.”Merasa sudah berpikir kotor membuat Jelita malu sendiri. Padahal ia berpikir jika Bagus akan meminta ciuman atau tidur bersama. Tapi ternyata hanya ingin meminta perubahan panggilan saja.Jelita pun dengan malu-malu menjawab permintaan Bagus sambil mengangguk kecil. Bagus yang melihat respon Jelita seperti itu tentu saja membuat hatinya senang.“Makasih banyak sayang,” ucap Bagus, ingin memeluk Jelita. Sedangkan Jelita yang diingin dipeluk merasa kaget sendiri. “Hehehe, maaf, kelepasan.”Merasa tidak enak karena saking senangnya membuat Bagus tidak bisa mengontrol diri. Laki-laki itu pun menggaruk-garuk kepala bagian belakangnya karena menahan rasa malu.Namun, hal yang tidak pernah diduga sam