Beranda / Thriller / MISTERI GADIS KEMBAR / Bab 2. AQIQAHAN YANG KACAU

Share

Bab 2. AQIQAHAN YANG KACAU

Penulis: Ningty
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-13 09:53:04

     Dengan diliputi kebingungan dan keheranan, Rudi melangkah ke ruangan itu untuk mengadzankan dua putrinya.

     Terjadi keanehan saat Rudi membisikan adzan di telinga putri keduanya. Bayi yang belum terdengar suara tangisnya sejak dilahirkan itu, tiba-tiba menangis sangat kencang begitu mendengar lafal adzan. Namun, anehnya suara tangis bayi itu terdengar sangat mengerikan. Suara tangis itu lebih terdengar seperti suara rintihan kesakitan. Hingga siapa pun yang mendengarnya, tak pelak bergidik ngeri.

     Dara Syahita dan Diandra Sarinila itulah nama yang diberikan Rudi untuk kedua putrinya. Meski masih diliputi kebingungan atas lahirnya Diandra, namun Rudi dan Maya tetap menerimanya dengan ikhlas. Mayasari merawat keduanya seolah-olah keduanya memang benar-benar saudara kembar. Apalagi wajah kedua bayi itu memang benar-benar mirip.

     Berbeda dengan mereka berdua, Pak Karta dan Bu Minah justru mendapat firasat akan datangnya petaka di Desa Damai. Hanya saja mereka berdua masih merahasiakan hal itu. Karena mereka berdua masih belum tahu pasti apa yang akan terjadi. Mereka hanya berusaha menepis firasat-firasat yang selalu menghampiri mereka. Mereka berusaha menerima kehadiran Diandra seperti halnya mereka menerima Dara.

     Beberapa hari telah berlalu, Mayasari dan kedua bayinya sudah diijinkan pulang. Rudi sudah menambahkan satu lagi tempat tidur bayi. Karena sejak awal, hasil USG Mayasari  menyebutkan hanya ada satu bayi, maka Rudi pun hanya menyiapkan satu ranjang bayi.

     Kedua bayi itu tampak seperti bayi-bayi yang lain. Rudi dan Mayasari sangat menyayangi kedua bayi itu. Tanpa mereka sadari, keanehan demi keanehan mulai terjadi di Desa Damai. Diawali dari ternak warga yang mati mendadak. Gagal panen. Bahkan banyaknya anak-anak yang tiba-tiba jatuh sakit.

     ***

     Tanpa terasa, waktu bergulir begitu cepat. Tibalah waktu untuk acara aqiqah Dara dan Diandra. Dengan dibantu tetangga sekitar, mereka menyiapkan acara aqiqahan. Dua ekor kambing telah disiapkan. Rudiansyah juga sudah mengundang hampir seluruh warga untuk datang ke acara pengajian dalam rangka aqiqah kedua putrinya.

     Para tetangga mulai membicarakan mereka sejak kabar tentang Mayasari yang melahirkan bayi aneh. Rudiansyah dan Mayasari bukannya tidak tahu jika mereka sudah jadi bahan gosip. Mereka hanya berusaha untuk tak terlalu menanggapi hal itu dan tetap merawat Dara dan Diandra.

     Waktu aqiqahan pun akhirnya tiba, para tamu mulai berdatangan, termasuk juga Ustadz Yusuf yang akan memimpin jalannya pengajian. Keanehan mulai terjadi saat Ustadz Yusuf memuali pengajian. Angin tiba-tiba bertiup kencang. Terdengar suara tangis bayi yang begitu menyayat hati.

     Di tengah keheranan para tamu, tiba-tiba terdengar teriakan Mayasari yang panik.

     “Mas ... Mas Rudi! Maas! Mas Rudi!”

     “Ada apa Maya!” seru Rudi tak kalah panik dan langsung menghampiri istrinya yang saat itu sedang berada di kamar bayi. Dia terkejut saat melihat raut wajah pucat yang tergambar di wajah istrinya.

     “Maya ... ada apa, Maya?!” tanya Rudi. Di belakang pria itu, para tamu sudah berkerumun karena penasaran.

     “I-itu ... itu ...” ucap Maya terbata sambil menunjuk ke ranjang bayi Diandra. Rudi segera mengikuti arah telunjuk sang istri. Dan betapa terkejutnya dia, kala tak didapatinya putrinya, Diandra di sana.

     “Dimana Diandra, Maya?!” tanya Rudi. Maya hanya menggeleng. Bu Minah yang juga sudah ada di sana segera menggendong Dara yang saat itu masih terlelap. Terdengar para warga mulai saling berbisik. Bahkan suara riuh bisikan mereka mampu meredam suara tangis bayi yang tadi terdengar. Hingga membuat mereka seakan lupa dengan bayi itu.

     “Maya ... jawab! Di mana Diandra?!” Rudi yang mulai geram tanpa sada membentak istrinya.  Ustadz Yusuf mencoba menerobos kerumunan dan memasuki kamar bayi tersebut.

     “Ustadz ... tolong istri saya. Kenapa dia jadi begitu dan putri kami Diandra juga tidak ada di tempat tidurnya!” seru Rudi panik.

     “Tolong ambilkan air putih satu gelas!” pinta Ustadz Yusuf. Salah seorang tamu segera mengambilkan satu gelas air putih dan memberikannya kepada Ustadz Yusuf. Kemudian Ustadz yang sudah seusia Pak Karta itu membacakan sesuatu pada air itu.

     “Ini, minumkan sedikit pada istrimu. Sisanya, gunakan untuk membasuh mukanya!” ujar Ustadz Yusuf sambil mengangsurkan gelas berisi air putih itu kepada Rudi. Setelah menerima gelas itu, Rudi segera menuruti anjuran Ustadz Yusuf. Beberapa menit setelah Maya meminum air itu dan mukanya dibasuh dengan air itu, wanita muda itu tiba-tiba menangis histeris sambil memanggil nama Diandra lalu jatuh tak sadarkan diri.

     Sementara beberapa tamu tetangga wanita yang hadir membantu menjaga Maya, Ustadz Yusuf melanjutkan acara pengajian. Dan lagi-lagi terdengar gemuruh suara angin dan tangis bayi yang menyayat. Kali ini suara tangis itu terdengar sayup-sayup. Rudi dan para warga seakan baru tersadar jika mereka harus menemukan Diandra.

     Akhirnya, Ustadz Yusuf menyelesaikan acara pengajian yang memang sudah kacau sejak awal. Mereka memutuskan untuk mencari Diandra dengan mengikuti asal suara tangis bayi itu.

     “Bu ... titip Maya dan Dara ya. Saya harus mencari Diandra dibantu Pak Ustadz dan warga lain. Dengan membawa senter dan obor, warga berbondong-bondong mencari Diandra. Tiba-tiba tangis bayi itu berhenti. Rudi dan warga lain mulai kebingungan.

     “Dimana kamu, nak,” lirih Rudi sambil mendesah pelan.

     “Sabar Pak Rudi, kita akan terus membantu Bapak,” ucap salah seorang warga mencoba menenangkan Rudi.

     “Terima kasih, Pak,” sahut Rudi.

     “Pak Ustadz, bagaimana ini? Suara tangisnya hilang. Kita harus cari kemana lagi?” tanya salah seorang warga yang sudah mulai gelisah karena hari sudah semakin larut. Angin pun masih bertiup kencang bahkan sekarang terdengar suara petir menggelegar. Tiba-tiba terdengar suara lolongan anjing di kejauhan. Satu per satu warga mulai berpamitan untuk tidak ikut melanjutkan pencarian karena merasa takut.

     “Pak Rudi, maaf saya pamit pulang. Istri dan anak saya sendirian di rumah,” pamit Pak Jaka yang rumahnya hanya berjarak beberapa meter dari rumah Rudi.

     “Silakan, Pak. Terima kasih sudah membantu.,” jawab Rudi. Tubuh pria itu luruh ke tanah dan terduduk lesu di sana.

     “Sebaiknya kita pulang dulu saja, Pak. Malam semakin larut dan sepertinya akan ada badai. Kasihan Bu Maya dan putri Bapak yang satu lagi. Besok kita lanjutkan pencarian, kalo perlu besok kita lapor ke polisi,” usul Ustadz Yusuf.

     Rudi mendesah panjang. Dia hanya bisa menuruti ucapan Ustadz Yusuf. Dalam hati dia membenarkan ucapan Ustadz Yusuf. Tidak mungkin dia melalaikan istri dan putrinya yang lain hanya karena mencari putri yang lain.

     Pencarian pun untuk sementara dihentikan. Anehnya, begitu mereka memutuskan untuk mencari berhenti mencari Diandra, tangis bayi itu kembali terdengar.

     Rudi pun kebingungan. Begitu juga dengan para warga. Dengan persetujuan Ustadz Yusuf mereka kembali mencari Diandra. Mereka mengikuti asal suara tangis itu. Hingga tanpa mereka sadari, mereka sudah memasuki hutan yang ada di ujung desa. Hutan yang menurut warga adalah hutan terlarang dan angker. Selama ini tak seorang pun yang berani memasukinya.

     Apakah mereka akan menemukan Diandra? Dan apakah mereka akan menyadari bahwa mereka telah memasuki hutan terlarang?

     Bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MISTERI GADIS KEMBAR    Bab 37. KORBAN KEDUA

    “Siapakah pemuda tampan itu?” Terdengar suara warga yang saling berbisik mempertanyakan tentang siapa pemuda itu. “Pak, maaf, siapa pemuda itu?” tanya Pak RT yang kebetulan berdiri di dekat Pak Sapto yang merupakan komandan dari tim polisi yang tengah sibuk memeriksa jasad gadis tak dikenal itu. “Oh, maaf, kami belum sempat memperkenalkan beliau kepada para warga di sini. Beliau Pak Ilham, seorang detektif yang dikirim dari kantor pusat untuk membantu memecahkan kasus ini,” tutur petugas polisi itu. Pak RT yang mendengar penuturan itu hanya manggut-manggut tetapi jelas terlihat bibirnya menyunggingkan senyum. Beberapa saat kemudian, jasad itu telah dikirim ke rumah sakit di kota untuk dilakukan autopsi. Sementara itu, Pak RT meminta para petugas polisi, dokter dan pemuda bern

  • MISTERI GADIS KEMBAR   Bab 36. RENCANA BARU RESTIA

    Restia duduk dengan gelisah di sudut sebuah kafe. Sesekali ia melihat jam yang melingkar di tangannya. “Mana, sih, mereka. Hari semakin malam tapi bayangan mereka pun belum terlihat,” sungut gadis itu. Baru saja ia akan menghubungi orang yang ditunggunya melalui ponsel, mereka telah terlihat memasuki kafe itu. “Kalian darimana, sih? Aku sudah hampir dua jam menunggu kalian,” serbunya begitu Fery dan kedua temannya duduk di hadapannya. Ya, ternyata ketiga pemuda itulah yang sejak tadi ditunggunya. “Tck! Kamu lupa, kalau sudah jam pulang kerja, jalanan di kota ini berubah padat. Apalagi di perempatan depan sana pasti macet,” sahut Fery kesal. “Hah! Ya sudah, kalian pesan dulu saja,” tukas Restia. Seraya menunggu pesanan mereka, Restia yang sudah penasaran dengan apa yang ingin disampaikan se

  • MISTERI GADIS KEMBAR   Bab 35. BERTEMU SI KEMBAR

    Dua orang gadis tengah sibuk mengambil bahan makanan dari rak yang berderet di sebuah swalayan. Wajah mereka yang cantik dan terlihat mirip membuat mereka menjadi pusat perhatian. Tak hanya kaum adam tetapi juga kaum hawa. Bahkan beberapa gadis ada yang memberikan tatapan sinis karena merasa iri dengan kecantikan mereka yang nyaris sempurna. Kedua gadis itu, bukan tak menyadari telah menjadi pusat perhatian, mereka hanya berusaha bersikap biasa dan mengabaikan itu semua sesuai pesan dari ustadz Yusuf. Ya, kedua gadis itu adalah Dara dan Diandra. “Sudah semua, Kak?” tanya Diandra. Dara memperhatikan troly yang berisi belanjaan mereka. “Hanya camilan pesanan trio usil yang belum,” sahut Dara sambil terkekeh. “Ya sudah, kita ke bagian camilan dulu saja,” jawab Diandra. “Ayo,” sahut Dara.

  • MISTERI GADIS KEMBAR   Bab 34. RESTIA

    Bakhtiar baru saja akan mengunci pintu pagar rumahnya setelah memarkirkan motornya ketika tiba-tiba dia dikejutkan suara teriakan minta tolong tak jauh dari rumahnya. ‘Suara minta tolong siapa itu?’ batin pemuda itu. Tolong! Kembali Bakhtiar mendengar suara teriakan itu. Tanpa menunggu lagi ia segera mencari arah asal suara. “Hei! Lepaskan dia!” seru pemuda itu seraya mendekat ke arah tiga orang pemuda yang tengah mengganggu seorang gadis. “Siapa kau? Pergilah dan jangan ikut campur urusan kami!” bentak salah seorang pemuda itu. “Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya orang yang tidak suka dengan laki-laki pengecut seperti kalian, yang beraninya hanya dengan seorang gadis,” sahut Bakhtiar tenang. Sementara gadis yang tadi diganggu tiga pemuda itu diam-diam menarik sudut

  • MISTERI GADIS KEMBAR   Bab 33. KEANEHAN DI AB CORP

    Dua hari telah berlalu, ustadz Yusuf yang teringat akan sesuatu kembali mengajak kedua gadis kembar itu untuk berbicara tentang hal yang ingin mereka tanyakan karena tertunda oleh ulah cucu-cucunya. Dara dan Diandra datang sambil membawa minuman dan kudapan untuk ustadz Yusuf, yang telah mereka anggap sebagai kakek mereka sendiri. Setelah meletakkan apa yang mereka bawa, kedua gadis kembar itu pun duduk di hadapan ustadz Yusuf. “Sekarang, katakan, apa yang ingin kalian tanyakan tempo hari?” ucap ustadz Yusuf membuka pembicaraan Dara dan Diandra saling melempar pandang. Hal itu membuat ustadz Yusuf mengulas senyum tipis. “Kenapa hanya saling pandang? Ayo, katakan saja,” ujar ustadz Yusuf. “Ekhem ... begini, Kek, beberapa hari yang lalu, tepatnya saat Kakek bercerita tentang tragedi

  • MISTERI GADIS KEMBAR   Bab 32. MENGUJI SI KEMBAR

    “Kalian, tinggallah sebentar di sini, saat ini aku ada perlu keluar. Tidak lama, hanya satu atau dua jam saja,” ujar Bakhtiar. Kedua gadis kembar itu saling tatap, seolah saling menanyakan pendapat. “Bagaimana? Bisa, kan, kalian tinggal di sini dulu. Hanya sampai aku kembali,” ujar pemuda itu. “Baiklah, Mas, tapi tolong kabari kakek jika kami ada di sini,” sahut Dara. “Tentu, aku akan mengabari beliau,” jawab Bakhtiar. Setelah mengabari ustadz Yusuf sesuai permintaan Dara, Bakhtiar pun bergegas pergi. Dia sengaja mengendarai motornya tetapi dia langsung bersembunyi di balik pohon tak jauh dari rumah itu. Tanpa disadari kedua gadis itu, bersamaan dengan dirinya keluar dari rumah, Bakhtiar telah membuka kembali sebagian ingatan mereka tetang kejadian sebelum mereka tiba di rumah ini. Dengan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status