Share

SETAJAM BELATI

Malam itu langit terlihat mendung. Awan hitam bergelayut dan diiringi kilatan petir sesekali. Tampaknya hujan akan segera datang.

Indhira pun meminta Ikhsan memarkirkan kendaraannya menepi ke sebuah taman. Taman Langsat. Taman yang terletak di daerah Mayestik, Jakarta Selatan. Taman yang biasanya dipenuhi manusia, malam ini terlihat sepi. Mungkin karena cuaca malam ini yang terasa dingin dan mulai datang gerimis. Warga lebih senang menikmati segala kopi hangat dan cemilan di rumah-rumah mereka.

Namun, bagi Ikhsan tidak ada yang lebih penting selain melayani istri komandannya yang telah menjalin kasih cukup lama dengannya itu. Menjadi pemuas nafsu yang tidak terpuaskan karena Mahesa yang terlalu sibuk dengan pekerjaan dan para wanita-wanita malam yang selalu dikencaninya.

Hujan yang telah turun lebat pun tidak dipusingkan olehnya. Karena bagi Ikhsan, kepuasan dan materi adalah di atas segalanya. Apalagi menolak ajakan Indhira? Tentu hal yang mustahil. Di usianya yang menginjak 50 tahun, Indhira masih tampak cantik dan menggugah selera. Permainannya di atas ranjang pun masih tetap menggairahkan. Tidak kalau hebatnya dengan wanita muda yang pernah dikencaninya.

Namun, Ikhsan sempat berpikir juga. Tidak seperti biasanya Indhira memintanya bercinta di atas mobil Lexus miliknya ini. Apakah tidak berbahaya jika bercinta di dalam mobil, di pinggir jalan seperti ini. Entah apa yang ada di benak Indhira. Apa mungkin ia jenuh dan ingin mencari suasana baru dalam bercinta? Entahlah.

"Kenapa kita tidak ke apartemen aja sih? Atau kita sewa hotel kecil di dekat sini. Ada kok tempat yang nyaman buat kita," seru Ikhsan dengan nada kesal. Ia mencoba protes dan berharap Indhira mengubah keputusannya.

Namun, Indhira tetaplah Indhira. Ia tidak pernah mau mengubah keputusan yang telah diambilnya. Termasuk untuk bercinta malam ini di dalam mobilnya.

"Aku hanya ingin suasana yang berbeda, Sayang. Lagipula mau di sini atau di apartemen itu nggak penting. Yang penting itu aku dan kamu bisa bercinta malam ini," bisik Indhira.

"Malam ini aku akan membuatmu percaya jika kamu adalah pria yang paling beruntung. Aku akan membawamu ke puncak kepuasan yang tidak akan kamu dapatkan dari siapapun."

Ikhsan pun menghela nafas dan mulai menyimpan tasnya di dalam dashboard. Beberapa detik kemudian ia pun melakukan apa yang harus dilakukannya pada seorang wanita yang telah berhasrat padanya.

Di pinggir jalan Taman Langkat itulah, Ikhsan merebahkan kepalanya di atas jok empuk Lexus milik Indhira itu. Tiba-tiba bayangan itu kembali muncul. Bayangan kedua orangtuanya. Bayangan ketiga saudaranya yang kembali memenuhi benaknya.

"Kamu memang luar biasa, Ikhsan," puji Indhira di telinga kiri Ikhsan.

Ikhsan kembali membuka netranya. Ia pun tersadar jika semua tugasnya telah selesai. Namun, entah mengapa malam ini tampak berbeda. Ia merasa bersalah pada keluarganya. Bagaimana mungkin? Setelah lima tahun menjalani pekerjaan sebagai Gigolotte, tidak pernah sekalipun Ikhsan merasakan hal seperti malam ini.

Ah, mungkin ini hanya perasaan Ikhsan saja karena masih terbawa perasaan karena pesan yang dikirimkan Jonathan tadi. Tentang segala hal yang menyangkut pekerjaannya. Ikhsan sadar, pekerjaannya ini salah. Uang uang dihasilkannya pun haram. Dan semua tentang pesan Jo tadi semuanya benar. Ikhsan memang harus mulai memikirkan nasib hubungannya dengan Amanda.

"Sayang, kamu baik-baik aja kan?" tanya Indhira yang keheranan melihat Ikhsan yang sejak tadi membisu.

Ikhsan pun mulai merubah posisinya. Menciumi pipi Indhira serta bibir tipisnya. Ia mencoba meyakinkan sugar mommynya itu jika semua baik-baik saja.

"Tidak pernah aku merasakan kepuasan seperti ini. Kamu memang pria sejati, Ikhsan!"

Ikhsan pun merapihkan pakaian serta rambutnya yang acak-acakan. Mencoba kembali tenang dan memberikan kecupan terakhir untuk sugar mommynya itu.

"Kita pulang sekarang ya. Aku harus pulang sebelum larut malam." Ikhsan yang mencoba menyalakan mobilnya kembali akhirnya berhenti saat kekasihnya itu menarik tangannya.

"Urusan kita belum selesai!"

"Oh ya?" Ikhsan kembali menatap wajah Indhira dengan sangat lembut. Tatapan mesranya kembali membuatnya berhasrat untuk bercinta. Tapi, bukan itu yang ingin ia bicarakan dengan Ikhsan. Ajudan sekaligus kekasih gelapnya itu.

"Ikhsan, aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan yang aku yakin kamu pasti tahu jawabannya!" Ikhsan pun bingung dan ia mengangkat kedua bahunya bersamaan.

"Aku akan jawab jika memang aku tahu jawabannya."

Tatapan liar Indhira mulai membuat Ikhsan tegang. Ia mulai berpikir apa yang sebenarnya hendak ditanyakan oleh istri komandannya itu.

"San, apa kamu tahu siapa wanita-wanita yang menjadi simpanan bapak? Di mana mereka ditaruh? Siapa namanya?" Indhira terus mencecar Ikhsan untuk memberitahu siapa sebenarnya simpanan suaminya.

Walau sudah lama mengetahu jejak perselingkuhan Mahesa, Indhira belum mempunyai cukup bukti hingga ia tidak bisa berbuat banyak untuk membongkar semua kejahatan suaminya itu. Andai saja Ikhsan mau bekerjasama, Indhira pun bertekad untuk menghancurkan karir suaminya yang kini sedang berada di atas.

"Ikhsan, jawab pertanyaan saya!"

Ikhsan pun dilema. Dia tidak mungkin berkata jujur soal perselingkuhan komandannya. Karena ia pun menjadi selingkuhan istri komandannya. Ikhsan pun tidak bisa begitu saja membukanya. Nyawanya pun akan menjadi taruhannya. Seperti kejadian dua tahun silam.

Tiba-tiba wajah Ikhsan berubah murung dan sedih. Netra coklatnya meredup. Ikhsan menghela nafas dalam.

"Ibu dan bapak sudah meninggal dalam kecelakaan mobil."

Seminggu sebelum kecelakaan itu terjadi, ada empat pria bertubuh besar tinggi datang ke kampung Ikhsan menemui kedua orangtuanya. Mereka mengancam akan membunuh keluarga Ikhsan jika sampai Ikhsan tidak tutup mulut soal tragedi berdarah beberapa tahun silam yang sempat menggemparkan publik.

Hingga saat kecelakaan itu terjadi dan menewaskan kedua ibu bapaknya, Ikhsan dan Jonathan berasumsi jika orang-orang itulah yang telah membunuh orangtua mereka.

"Ikhsan, Ikhsan!"

"Maaf, Bu, saya tidak tahu," jawab Ikhsan.

Indhira tidak begitu saja mempercayai kata-kata simpanannya itu. Karena ia tahu pasti jika Ikhsan adalah orang kepercayaan suaminya. Ikhsan yang tahu persis tingkah Mahesa di belakang juga tentang semua bisnis gelapnya.

"Ikhsan, kamu pasti punya semua bukti-buktinya. Jika aku yang memintanya, apakah kamu akan memberikannya?" tanya Indhira.

Kali ini pertanyaan itu terasa ganjil dengan tatapan yang juga ganjil di mata Ikhsan. Ikhsan pun tersadar dengan kebodohannya. Netranya terbelalak tak percaya ketika Indhira mendekatinya dengan benda mengkilat di tangan kanannya.

Belati!

bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status