Share

MISTERI KEMATIAN SANG BRIGADIR
MISTERI KEMATIAN SANG BRIGADIR
Author: Seccomander

BERONDONG KESAYANGAN

BERONDONG KESAYANGAN

DISCLAIMER : Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat dan kejadian hanyalah kebetulan belaka.

** ADC adalah singkatan dari aide-de-camp. Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ADC atau aide-de-camp artinya perwira yang membantu perwira senior atau pejabat sipil, atau yang disebut sebagai ajudan.

Ikhsan tengah menikmati malamnya bersama beberapa rekan ADC lainnya di sebuah club malam. Dengan segelas Vodka yang membuatnya melayang tinggi. Tentu saja sambil menghisap methamphetamine yang dibelinya dari Tante Nadine. Wanita teman kencannya selama beberapa hari terakhir.

Netra liar Ikhsan mengelilingi suasana club malam itu yang dipenuhi laki-laki dan perempuan yang berbaur satu sama lainnya. Ikhsan bersama Bobby dan yang lainnya tengah menunggu beberapa wanita sosialita yang membutuhkannya malam ini. Seperti biasanya, wanita kesepian itu menyewa pria muda seperti Ikhsan untuk memuaskan hasratnya.

Sesungguhnya Ikhsan mulai jenuh dengan kehidupannya sekarang. Ia muak dan jijik dengan dirinya sendiri. Hidup bebas di dunia malam. Menjadi simpanan para istri komandannya yang tengah kesepian dan membutuhkan kehangatan dari seorang pria.

Ikhsan ingin hidup normal layaknya pria seusianya. Menikah dan mempunyai anak. Keluarga kecil yang hidup bahagia. Bukan kebahagiaan semu belaka. Ia juga tidak ingin terus menerus melakukan perbuatan terkutuk ini selamanya.

Apalagi jika membayangkan kedua orangtuanya yang berada jauh dari ibukota yang selalu menganggapnya anak yang baik. Padahal, ia telah terjerumus dalam lembah nista ini. Ikhsan berbeda dengan Bobby dan rekan lainnya yang begitu menikmati pekerjaan ini. Pekerjaan yang banyak memberikan materi dan segala kemewahan lainnya. Namun, ia kehilangan kebahagiaan sesungguhnya.

"San, udahlah. Untuk apa kau pikirkan soal orangtuamu. Toh mereka juga nggak tahu kan soal pekerjaanmu ini? Yang keluargamu tahu kamu tetaplah seorang ADC. Santai ajalah!" ujar Bobby saat melihat kegamangan hati Ikhsan.

"Tapi, Bob, gimana kalau Jonathan tahu? Kamu tahu sendiri kan, dia begitu keras dan tegas. Gimana kalau dia tahu? Alasan apalagi yang harus ku katakan padanya?" jelas Ikhsan.

"Ah, adikmu itu juga pasti paham nanti. Dia juga tidak bisa marah. Kan dia juga ikut menikmati semua kemewahan yang kamu berikan. Iya kan?" sahut Bobby yang juga ditimpali rekan lainnya.

"Ikhsan, nikmati saja kehidupan kita yang seperti ini. Tidak perlu pikirkan apa yang akan terjadi nanti. Nanti ya nanti. Jangan biarkan siapapun mempengaruhi pilihan hidupmu. Termasuk keluargamu! Sudahlah, kita nikmati malam ini. Sebentar lagi, ATM berjalan kita akan datang. Danny pun tertawa lebar sambil menenggak segelas Teaquilla.

Dalam hati Ikhsan pun timbul pertanyaan apakah teman-temannya itu juga mengalami penolakan yang sama seperti yang diterimanya? Atau mungkin keluarga mereka senang menikmati kemewahan materi. Tidak penting uang itu didapat darimana.

"San, kalaupun nanti keluargamu tahu soal ini, mereka paling hanya marah diawal saja. Lambat laun mereka akan menerimanya juga. Toh kamu juga melakukan hal ini demi bisa memenuhi semua kebutuhan mereka kan?"

Dalam benaknya, Ikhsan pun membenarkan kata-kata Bobby. Tidak bisa dipungkiri jika semua kebutuhan keluarganya yang ia tanggung dapat tercukupi semua karena hasil menjadi Gigolotte.

Ikhsan pun mencoba mengesampingkan perasaannya. Benar kata teman-temannya jika ia harus menikmati kehidupannya yang kini telah memiliki segalanya. Menjadi simpanan para ibu bhayangkari itu tidaklah hal buruk. Semua tas dasar suka sama suka. Dan semua yang dilakukannya juga demi membahagiakan keluarganya di kampung.

....

Ikhsan pun mengeluarkan Marlboro merah dari tas selempang miliknya. Ia pun mengambil sebatang rokok dari bungkusnya dan menyalakan dengan mancis yang selalu dibawanya. Dua barang itu selalu tidak pernah tinggal berada di dalam tasnya selain dua smartphone miliknya. Dan tentu saja pengaman serta barang lainnya yang selalu ada.

Ketika menunggu beberapa ibu komandan itu datang, Ikhsan pun menikmati rokoknya. Sesekali ia menenggak Vodka dan Teaquilla yang berada di meja. Sesekali ia melirik ke arah wanita-wanita muda yang tengah berjoget liar di atas meja bar untuk menggoda para pria hidung belang agar mau ditemani dan tidur bersama.

Namun, kegelisahan Ikhsan tak juga hilang. Ia mulai berpikir mencari alasan yang tepat jika akhirnya nanti Jo akan mempertanyakan soal pekerjaan sampingannya selain menjadi ADC.

Semua bermula saat malam itu Jo dan Ikhsan jalan bersama ke sebuah cafe untuk hangout bareng. Saat tengah berjalan menuju cafe yang dituju, Ikhsan pun bertemu dengan Tante Merry, salah satu pelanggannya.

"Hai, Ikhsan. Kita ketemu di sini. Kapan lagi kamu main ke apartemen tante, San?" sapa Tante Merry. Ikhsan pun dibuat gelagapan dan salah tingkah di depan adik bungsunya itu.

"Next time ya, Tante!" sahut Ikhsan. Anak kedua Bapak Sandi dan Ibu Rina itu berusaha tersenyum. Mencoba tenang agar Jo tidak curiga padanya.

Tante Merry yang begitu tergila-gila pada Ikhsan pun langsung menatap Jo dengan pandangan liarnya. Sedikit berbisik, Tante Merry pun menanyakan siapa pria muda yang tak kalah tampannya dari Ikhsan itu.

"Dia adikku, Tan. Dia anaknya beda. Enggak seperti aku. Agak pemalu," jawab Ikhsan setengah berbisik.

"Ok deh. Kalau bisa, ajak ke apartemen tante ya. Tante tunggu. Bye!" ucap Tante Merry yang berlalu pergi begitu saja.

Pandangan Jo pun begitu tajam ke arah sang kakak. Ia merasa keanehan. Seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan.

"Bang, Abang kenal di mana sama perempuan itu?" selidik Jo.

"Oh, dia rekan Ibu. Abang kenal sewaktu mengantar ibu ke apartemenny," dalih Ikhsan. Ikhsan yang tidak ingin sang adik semakin mencurigainya langsung mengajak sang adik untuk berjalan ke arah cafe yang akan mereka datangi di lantai 2 gedung pencakar langit itu.

Ikhsan memang menyadari betul dengan pekerjaannya yang salah ini. Tapi, dia tidak punya pilihan lain selain menjalaninya. Apapun yang ia lakukan saat ini juga demi keluarganya. Ikhsan pun rela dicap sebagai 'sampah'. Bahkan ia mulai jijik pada dirinya sendiri.

Namun, apa yang dilakukannya juga demi membahagiakan orang tua dan saudaranya ini. Berkat 'uang haram' yang didapatkannya itu, Ikhsan berhasil menguliahkan Jo dan adik perempuan yang bernama Anjani. Anjani pun kini telah bekerja di sebuah instansi pemerintahan. Sedangkan Jo telah mengikuti jejaknya menjadi seorang abdinegara.

Ikhsan pun mengesampingkan cibiran rekannya yang lain yang mulai mengetahui pekerjaan sampingan Ikhsan. Ia tidak perduli. Yang dia butuhkan hanyalah uang yang banyak demi mencukupi kehidupan keluarganya. Serta ia juga berniat menikahi Amanda, kekasih hatinya yang telah setia selama 7 tahun belakangan ini.

Entah kapan ia akan menikahi Amanda. Mungkin tahun depan, dia tahun lagi, entahlah. Bagi Ikhsan, cintanya hanya untuk Amanda. Sedangkan para wanita paruh baya itu hanyalah ladangnya mencari uang sebanyak-banyaknya. Tidak ada sedikitpun rasa cintanya.

Tanpa terasa sebatang rokok pun telah habis dihisapnya. Tangan kekarnya pun hendak mengambil batang rokok berikutnya ketika sebuah suara menghentaknya.

"Hai, kalian sudah lama menunggu?"

Ikhsan, Bobby dan Danny serta beberapa rekan ADC lainnya. pun berdiri. Memandang ke arah lima wanita paruh baya yang tampil begitu cantik dan elegan.

Tak bisa dipungkiri jika kecantikan mereka masih layak disandingkan dengan wanita yang lebih muda. Pakaiannya yang seksi membuat netra para ADC itu tak berkedip hingga kelima wanita itu duduk di samping para ajudan tampannya itu.

"Bu Indhira. Selamat datang bidadariku." Pujian Ikhsan itu membuat Indhira tergelak. Ia pun tersenyum manis dan berpikir jika keputusannya menghabiskan malam ini bersama ajudan kesayangan Mahesa itu bukanlah pilihan yang salah.

"Kita ke apartemen sekarang!" seru Indhira yang sudah tidak sabar lagi menikmati malam indahnya bersama pria muda itu. Kebisingan suara di club' itu membuatnya tidak nyaman.

"Kamu pasti tidak akan menyesal. Aku bayar billku dulu," ujar Ikhsan sambil mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya.

Namun, secara tiba-tiba tangan Ikhsan ditarik Indhira. Ia pun mengajak kekasih mudanya itu untuk menuju meja bartender dan membayar semua tagihan para ADC muda itu.

Di meja itu telah ada Jason, pria berketurunan Perancis yang telah lama bekerja di bar tempatnya selalu bertemu dengan tante-tante yang ingin dipuaskan.

"Berapa semuanya?" tanya Indhira.

"850 ribu."

Indhira pun mengeluarkan beberapa lebar uang dari tasnya. Ia langsung memberikan pada Jason. Sebelum pergi, Jason pun menggoda Ikhsan yang telah lama dikenalnya itu.

"San, malam ini kamu punya teman kencan baru nih!" goda Jason.

Ikhsan pun hanya tersenyum tipis. Indhira pun melirik tajam ke arah pria berondong di sampingnya itu. Seperti tengah berpikir, apa maksud kata teman Ikhsan itu.

"Kamu beruntung, San, punya kekasih sebaik dia. Thank you!" sambung Jason saat menerima tips lebih dari Indhira.

Setelah membayar billnya, Indhira dan Ikhsan pun memutuskan meninggalkan club yang semakin bising itu. Sambil berjalan, Indhira pun mulai mengernyitkan dahinya dan mulai memberi kode pada Ikhsan.

"Kamu main curang, Ikhsan?" tanya Indhira.

"Aku tidak main curang!" jawab Ikhsan ketus. Ia sangat tidak suka dengan tuduhan Indhira yang sangat cemburu pada kekasih mudanya itu.

Ketika berjalan menyusuri halaman parkir Dragonfly Club, ponselnya terus berdering. Seseorang telah meneleponnya. Entah siapa, karena rasa kesalnya pada Indhira, Ikhsan pun enggan melihatnya.

Karena rasa penasarannya, ia pun melihatnya. Terlihat nama Jo memanggil. Entah hal penting apa yang membuat Jo menghubunginya semalam ini. Namun, Ikhsan kembali memasukkan Smartphone itu ke dalam tasnya.

Ikhsan dan Indhira pun memasuki mobil Lexus berwarna putih itu. Ikhsan yang mengendarainya pun langsung melaju dengan kencangnya menuju apartemen mewah milik Indhira.

"Tunggu sebentar!" seru Ikhsan.

"Ada apa? Apa ada pelanggan lain yang lebih penting dariku, Ikhsan?" tanya Indhira yang overthinking karena ponsel Indhira yang sejak tadi berdering.

"Tidak! Sepertinya adikku yang menelpon. Sejak tadi dia menghubungiku."

"Angkat dululah, Sayang. Mungkin ada hal penting yang Jo ingin sampaikan. Angkatlah dulu!" seru Indhira.

Namun, lagi-lagi Ikhsan enggan menjawabnya. Ia hanya mengambil ponsel seharga 25 juta itu dan langsung mematikan panggilan sang adik dan kemudian ia melihat pesan yang telah dikirimkan Jonathan.

"Bang, maafkan aku. Apa benar kamu telah menjadi simpanan tante-tante? Apa kamu tidak memikirkan perasaan orangtua kita, Bang? Kamu ini tahu dosa kan? Sadar bang, sadar!"

Degh! Entah darimana akhirnya Jonathan tahu pekerjaan sampingan Ikhsan. Pekerjaan yang telah digelutinya hampir lima tahun terakhir ini.

Kembali Jonathan mengirim pesan padanya. Kali ini sepertinya Jo merasa bersalah.

"Bang Ikhsan, maafkan kata-kataku. Tidak seharusnya aku berkata kasar, menuduhmu tanpa mendengar penjelasan apapun darimu. Maafkan aku, Bang."

Ikhsan pun menghela nafas dan memakai dirinya sendiri dalam hati.

"Maafkan aku, Jo. Aku sudah memaafkanmu. Tapi malam ini aku harus melayani Indhira lebih dulu. Next aku akan menghubungimu."

"Kamu tidak membalas pesan Jo?" tanya Indhira.

"Tidak usah. Kamu tidak tahu siapa Jo. Dia orang yang tidak mudah diyakinkan jika ia sudah mencurigai sesuatu!" jawab Ikhsan.

Indhira pun tersenyum lebar dan bergelayut manja dibahu Ikhsan. Mereka pun langsung meluncur menuju apartemen Indhira. Tempat mereka memadu kasih seperti biasa.

bersambung ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status