Archer mendekat pada lucien dan bertanya, “Apakah tidak ada cara untuk memancing mereka keluar? Jika tidak, ini akan memakan waktu yang lama bagi kita untuk menunggu mereka untuk menampakan diri, aku ingin segera istirahat.”
Astaga, sepertinya Archer sudah tertular dengan sikap percaya dari dua orang Revor ini.
Lucien terlihat berpikir sebentar, “Tentu saja ada-“ lucien berhenti sejenak kemudian melanjutkan dengan sebuah teriakan, “Kalian semua tidak mau keluar?! Sampai kapan kalian ingin menjadi pengecut?!”
Irisha membulatkan matanya, bagaimana dia berteriak seperti itu seakan tidak ada beban sama sekali. Dia hanya sedkit khawatir, jika musuh mereka ternyata lebih kuat maka teriakan itu akan menjadi sebuah tindakan bunuh diri. Yang benar saja, dia tentu saja tidak ingin mati dan berakhir di dunia ini bahkan sebelum dia sempat tinggal barang sehari. Itu tidak lucu sama sekali.
Saat irisha masih sibuk memikirkan tindakan sombong Lucien, sebuah suara terdengar. “Kalian sangat sombong.”
Bersamaan dengan datangnya suara, dari kegelapan muncul seorang pemuda. Untuk mengatakan tentang penampilannya, hanya satu kata yang bisa mewakilinya yaitu ‘suram’. Rambutnya panjang berwarna abu-abu dan bahkan kulit tubuhnya pun sedikit berwarna abu-abu dan pakaiannya serba hitam, bahkan pupil matanya pun berwarna hitam dan mengandung kegelapan yang pekat.
Namun, satu hal yang menganggu adalah fakta bahwa dia memiliki telinga runcing sama seperti yang dimiliki seorang Elf, jika dia tidak memakai penampilan yang suram ini untuk muncul, maka Irisha mungkin akan berpikir bahwa dia memang seorang Elf.
Evander menaikkan sudut mulutnya untuk menunjukkan seringai mengejek, “Seorang Dark Elf rupanya.”
Dark Elf?
Irisha mengali kembali ingatannya tentang Elf, sejauh yang dia tahu elf memang dibagi menjadi dua jenis yaitu Light Elf dan Dark Elf, namun hampir semua orang hanya mempercayai keberadaan Light Elf dan tidak begitu banyak orang yang tahu Dark Elf. Isaura juga begitu, dia tidak tahu banyak tentang Dark Elf dikarenakan informasi tentang mereka memang begitu sedikit.
Dikatakan bahwa pada awalnya mereka juga seorang light Elf tapi kemudian mereka jatuh kedalam kegelapan dan menjadi Dark Elf, tidak pernah ada yang tahu apa yang bisa membuat seorang Light Elf jatuh kedalam kegelapan, yang jelas tampaknya mereka tidak lagi dianggap Elf secara tidak langsung.
Apakah karena ini, Dark Elf tidak banyak dikenal dalam sejarah?
Kemudian, empat orang Dark Elf lain muncul dari kegelapan dan bergabung bersama dengan Dark Elf yang sudah datang sejak tadi.
Baiklah, ini akan menjadi empat melawan lima, itupun jika isaura masuk dalam hitungan. Dari apa yang dia perkirakan maka dia tidak akan bisa membantu apapun bahkan jika dia ikut dihitung, maka secara teknis ini akan menjadi Tiga melawan lima. Dark Elf ini tidak terlihat lemah sama sekali, apa mereka bisa mengalahkan mereka? Isaura sedikit cemas.
Evander yang berada disampingnya menangkap ekspresi khawatir yang muncul di wajah Irisha, kemudian meletakkan telapak tangannya di bahu gadis itu, “Hei mungil, kau tidak perlu cemas tentang apakah kami bisa mengalahkan mereka atau tidak. Aku bisa melawan dua dari mereka dan sisanya akan diurus oleh Lucien dan Archer. Kau percaya saja pada kami, mereka tidak akan menyentuhmu.”
Irisha menoleh pada Evander dan menatap tangan dibahunya, melupakan fakta bahwa dia sudah memanggilya mungil, dia sedikit tersentuh. Dia belum genap sehari disini, dia sudah bertemu dengan Archer yang begitu berbaik hati mengantarkannya ke Arkadia, kemudian bertemu dua orang Rover ini, Evander dan Lucien yang sekarang dengan senang hati bertarung untuk melindunginya. Bukankah Tuhan begitu baik padanya, mengirim banyak sosok hebat seperti mereka.
Dia tiba-tiba sangat takut jika salah satu satu dari mereka terluka, dia benar-benar ingin mereka baik-baik saja sampai bisa mengalahkan semua musuh di depan mereka.
Salah satu Dark Elf kemudian berbicara, “Dua orang Revor, seorang Centaur, dan juga seorang manusia... oh, tunggu, Halo gadis manis.” Dark Elf itu menunjukkan seringai dan mengeluarkan lidah untuk menjilat bibirnya.
Irisha merasa udara dingin menerpa lehernya, tidak tahu apakah dia harus bangga atau tertawa mendengar Dark Elf itu menyebutnya manis, dia merasa itu adalah pertanda buruk baginya.
Wajah Evander menjadi gelap, tangan di pundak isaura mengerat dan kemudian dia menarik Isaura untuk bersembunyi di belakang tubuhnya, lalu membalas: “Untuk ukuran Dark Elf yang terbiasa tinggal dalam lembah kegelapan yang menjijikan, kau jelas masih mempunyai selera yang cukup bagus.”
Dark Elf itu semakin menyeringai, “Oh, tentu saja dia memang sangat manis. Dan juga, aku sudah mencium darahnya yang sama manisnya dengan wajahnya, sayang sekali jika aku tidak mendapatkannya.”
Evander mengeluarkan senyum mengejek, “Kau bilang mendapatkannya? Bermimpilah!”
Evander langsung mengangkat tangannya kemudian sebuah pedang muncul melalui cahaya yang muncul dari sana, dia melompat dan menyerang Dua dari lima Dark Elf, sebelum tiga yang tersisa bisa membantu, Lucien dan Archer sudah menghadang dan mulai menyerang mereka.
Evander mengerakan pedangnya dengan wajah yang tenang dan tegas, namun dia bisa melihat bahwa Evander sebenarnya sedang menahan amarah, apa yang membuatnya begitu marah?
Evander sendiri juga tidak tahu mengapa dia bisa merasa sangat marah? Dia hanya tiba-tiba memiliki perasaan geram dan keinginan unuk membunuh semua Dark Elf ini hingga tidak tersisa. Dia merasa mereka cukup menyebalkan untuk dibiarkan hidup dan mengeluarkan kata-kata yang menjijikan yang lain. Apalagi mereka berani menginginkan darah gadis mungil itu.
Disisi lain, isaura mulai memikirkan perkataan Dark Elf itu. Darah? Mengapa mereka membutuhkan darah? Jika itu untuk mereka minum, tidakkah mereka mengeser hak mutlak kaum Vampire yang jelas sekali menjadikan darah sebagai hal terpenting dalam hidup mereka. Ah! apakah ini yang membuat Evander sangat marah?
Lucien dan Archer juga tidak mengalami kesulitan, Lucien menggunakan pedang seperti yang dilakukan oleh Evander, sedangkan Archer sudah berubah kembali ke wujud centaurnya dan juga mengeluarkan pedangnya. Keduanya saling bertukar posisi untuk menghadapi tiga Dark Elf itu.
Irisha menyaksikan jalannya pertarungan dengan perasaan tidak menentu, para Dark Elf itu juga menggunakan pedang, dan masih ada cakar yang tajam di jari tangan mereka yang lain, bahkan irisha menyadari bahwa bentuk pedang para Dark Elf itu lebih besar dari pedang biasa. Pedang itu melebar di ujungnya dan sepertinya lebih berat daripada pedang pada umumnya, walaupun irisha hanya memperkirakannya dia yakin itu tidak salah. Dan lagi, dia bisa merasakan bahwa pedang itu menunjukkan aura kebuasan.
Untuk mengingat bahwa mereka dulunya adalah seorang Light Elf, sangat disayangkan mereka berakhir menjadi seperti ini. Mereka benar-benar berlawanan dengan apa yang disebut ‘Elf’.
Tiba-tiba pedang yang digunakan Evander mengeluarkan cahaya biru yang setelah dia amati tampaknya cahaya itu sebenarnya adalah api. Api berwarna biru? Apakah seorang Rover memang bisa memunculkan api yang indah seperti itu? irisha mengalihkan pandangan pada Lucien yang sedang bertarung di sebelah Archer, tidak ada api di pedangnya. jadi hanya Evander.
Setelah Evander memunculkan api biru di pedangnya, dia membuat gerakan memutar yang sangat cepat dan menyabetkan pedangnya ke arah salah satu Dark Elf hingga pedang mereka berbenturan, namun meski pedang Evander lebih kecil dari pedang Dark Elf itu kenyataan yang terjadi adalah pedang besar itu terlempar dan Evander langsung menyabetkan pedangnya lagi kearah dada Dark Elf yang terdesak.
Slash..
Namun bukan darah merah yang keluar dari luka bekas pedang Evander, itu adalah darah yang berwarna hitam pekat. Dark Elf itu langsung terjatuh dalam posisi duduk dengan lutut sebagai tumpuan.
Dia menunjukkan seringai, “Sayang sekali, seperti bukan hari ini aku bisa mendapatkanmu. Namaku Reagn, pastikan untuk selalu mengingat namaku, karena aku akan menemukanmu kembali, sayang.” Dia mengarahkan pandangannya pada irisha, kemudian menghilang menjadi kabut.
Empat Elf yang tersisa ikut menghilang menjadi kabut mengikuti tindakan Reagn, tampaknya Reagn ini adalah pemimpin mereka. Dan ada apa dengan panggilan sayang itu, dia lebih baik mengalami hilang ingatan lagi daripada mengingat nama makhluk yang jelas-jelas ingin membunuhnya.
Lucien dan Archer tampaknya merasa tidak puas karena musuh mereka menghilang begitu saja, “Kenapa kau langsung mengeluarkan Blue Fire mu? Pertarungan ini terasa tidak seru karena mereka ikut menghilang bersama pemimpin yang kau lukai.” Archer mengerutu sambil menampilkan wajah ketidakpuasan.
“Bukankah sebelumnya kau bilang ingin segera beristirahat? Dan lagi, si Reagn itu menjijikan, dia terus melirik si mungil setiap saat, aku tidak tahan.”
Archer berteriak, “Apa?!! Kalau begitu aku sangat mendukung tindakanmu. Kenapa kau tidak menebas lehernya juga? Aku mendengar dia memangil gadis mungilku dengan sebutan sayang, aku ingin membunuhnya.”
Irisha hanya memasang wajah polos dan tidak mengerti sama sekali, kenapa semua kemarahan mereka harus terkait dengan dirinya, yang bahkan selama bertarungan hanya berdiri disudut dan menonton pertarungan tanpa tindakan apapun. Dia sudah cukup merasa khawatir karena hanya dia yang tidak membantu apapun, tapi dia masih tanpa sadar menjadi alasan Evander merasa geram dalam pertarungan bersama Reagn itu.
Tampaknya, Reagn itu harus dia beri pelajaran jika mereka bertemu lagi. Karena dia sudah menandainya sebagai mangsa maka dia juga sudah menandainya sebagai musuh.
Dengan itu, dia resmi bertemu musuh pertamanya di dunia ini.
Sebelum itu, mereka sudah menyembunyikan pedangnya lagi dan kembali duduk bersama mengelilingi api unggun, dan Lucien mulai bertanya, “Kenapa kau sampai harus mengeluarkan Blue Fire mu? Bukankah kita bisa melukai mereka hanya dengan pedang?”
Evander mengarahkan tatapannya pada api unggun di hadapannya, “Reagn ini berbeda. Saat yang lain sudah melemah karena terkena pedangku berkali-kali, dia masih bertarung dengan sangat kuat dan setelah aku mengamati ternyata luka di tubuhnya menghilang, lebih tepatnya menutup kembali dan sembuh seperti sedia kala seakan aku tidak pernah melukainya. Reagn ini bukan Dark Elf biasa.”
Irisha melontarkan pertanyaan, “Jadi kamu perlu menggunakan Blue Fire untuk melukainya?”
Evander mengangguk, “Benar, karena Dark Elf memang lebih mudah dilukai dengan api, dan karena aku menggunakan Blue Fire maka lukanya akan memerlukan waktu yang lama untuk sembuh.”
“Lalu kenapa Dark Elf membutuhkan darah?” dia masih terganggu dengan pertanyaan ini.
“Karena mereka sudah menjadi Dark Elf maka mereka tidak bisa menyerap kekuatan alam seperti saat mereka masih menjadi Light Elf, karena itulah mereka meminum darah untuk tetap hidup.”
“Bukankah itu mirip dengan Vampire?”
“Kami bangsa Vampire meminum darah untuk menambah kekuatan, tetapi para Dark Elf meminum darah hanya untuk merasa kenyang dan hidup, sedang kekuatan mereka berasal dari kegelapan.” Lucien mewakili Evander untuk menjawab.
Jadi begitu, para Dark Elf jelas merupakan Ras yang tidak begitu disambut dalam pergaulan makhluk lain, tapi melihat kemunculan Reagn tadi, tampaknya Ras Dark Elf memiliki kekuatan yang sangat hebat dan jika mereka ingin ikut campur dalam suatu urusan maka tidak banyak yang bisa melawan mereka.
Hanya saja, dibandingkan dengan Ras lain pasti Vampire adalah Ras yang paling terganggu oleh Dark Elf ini, karena secara tidak langsung mereka harus berbagi mangsa yang semula milik Ras mereka.
Evander mengalihkan tatapannya pada gadis disampingnya, tanpa sadar mereka duduk bersampingan sedangkan Archer duduk dengan Lucien. Sekarang ia bisa mencium bau darah gadis ini, dan seperti yang dikatakan Reagn itu, bau darahnya memang manis. Semula, dia tidak terlalu peduli dengan bau darahnya karena sedang berfokus dengan musuh yang bisa menyerang kapan saja.
Sekarang, dia tanpa sadar menikmati bau darahnya yang manis. Tidak ada keinginan untuk memangsa seperti yang seharusnya dia rasakan, yang ada hanya ambisi yang datang tiba-tiba bahwa dia tidak boleh membiarkan orang lain memiliki darah ini.
Dia tidak mengerti sama sekali, dia bukanlah seorang vampire biasa yang tidak pernah mengenal ataupun mencium berbagai macam darah, biasanya dia cukup pemilih dalam hal mencicipi darah yang akan menjadi santapannya, bahkan dari baunya dia sudah bisa mengenali apakah darah ini cocok menjadi mangsanya. Tapi hanya gadis ini, yang bisa membuatnya berpikir untuk menyimpan darah ini untuk dirinya sendiri seumur hidupnya, bukannya mencicipinya sekarang.
“Apa yang sedang kau pikirkan? Kau harus tidur.” Evander bertanya, setelah tersadar dari lamunan dan mengalihkan tatapan matanya.
Irisha terkejut, dia melamun tadi. “Anu, aku tidak mengantuk. Aku sudah tidur tadi jadi tidak masalah jika aku tidak tidur sekarang.”
“Kau hanya tidur sebentar tadi, kurasa itu belum cukup untuk manusia khusunya gadis mungil sepertimu.” Evander masih bersikeras.
Irisha memutar matanya, “Astaga, aku bukan anak kecil yang harus tidur tepat waktu, aku sudah berumur sembilan belas tahun, kau tahu?”
Evander mengangkat alisnya sambil menahan tawa, “Kau yakin sudah berumur sembilan belas tahun?”
“Eh, kurasa seharusnya memang sudah, tapi aku tidak mengingatnya dengan baik. Apa kau tidak percaya padaku, hah?”
Evander tergelak, “Baiklah, tampaknya gadis mungil sepertimu memang seharusnya berumur sembilan belas tahun.”
Di sebelah mereka...
Lucien yang sebelumnya berbicara dengan Archer, tiba-tiba mengalihkan pandangannya dan menemukan Evander yang sedang tertawa dengan gadis mungil itu yang kelihatannya sedang merasa kesal.
Lucien membuka matanya lebar-lebar, apakah dia tidak sedang bermimpi sekarang?! Seorang Evander sedang tertawa?! Apakah dewa-dewi di Asgard sedang berbaik hati padanya dengan mengizinkan dia melihat tawa seorang Evander yang langka? Ini tidak seperti Evander yang biasanya.
Selama dia menjadi tangan kanan Evander, dia bisa menghitung berapa kali dia melihat seorang Evander tertawa. Dan itu adalah hal yang sangat langka, Bahkan bagi orang terdekatnya sekalipun.
Jadi, apa yang dimiliki gadis ini hingga bisa membuat Evander tertawa?Lucien benar-benar ingin mengetahuinya.
✓✓✓
Hingga ratusan tahun kemudian, Moiroe masih akan menjadi Dewi yang paling dipuja. Meskipun mereka tidak menghendakinya, namun baik dewa ataupun manusia menghargai mereka begitu banyak. Kisah Sang dewi penengah yang menghilang selama tujuh ratus tahun untuk menghentikan musuhnya pun menjadi kisah yang diceritakan turun temurun dalam berbagai ras. Bangsa Centaur menjadi yang paling menghormati keberadaan sang dewi, sebab salah satu pemimpin mereka yang paling berani, dikenal sebagai Xantha Archer, menjadi yang pertama memegang teguh keyakinannya terhadap sang dewi, kemudian keyakinan ini akan berlangsung hingga generasi setelah dirinya. Niflheim masih terasa sangat dingin dan mencekam, tetapi setelah peristiwa penaklukan, sungai beracun yang ada di dalamnya tidak pernah lagi bergejolak, meninggalkan Ygdrassil dalam kedamaian. Perlahan, bangsa Dark Elf juga tidak lagi memangsa atau menghancurkan ras lain, meskipun keberadaan mereka masih mengalami penolakan oleh beberapa pihak. Kini
Ada suara kepakan burung di atas rumah, beberapa dari mereka nampaknya memutuskan untuk hinggap di jendela ataupun pagar rumah. Dari kejauhan terdengar gelak tawa anak-anak yang bermain dan berlarian di sepanjang jalan. Suara ketukan dari kuda yang berlarian dengan santai di Padang rumput juga ikut meramaikan suasana. Kupu-kupu berbagai warna sibuk terbang dan hinggap di antara puluhan bunga yang mekar dengan begitu indah. Salah satu kupu-kupu dengan sayap berwarna biru murni, dan garis-garis keperakan di sepanjang tepian sayapnya terbang sejenak menuju di puncak bunga berwarna putih bersih sebab tergoda oleh baunya yang begitu harum. Nampaknya itu tidak peduli bahwa bunga yang ia tempati tampaknya tengah berada pada tangan seseorang. "Isaura, setelah melewatkan tujuh ratus tahun perpisahan, aku masih tidak menyesal memiliki hatiku untukmu. Sudah begitu lama dan aku belum memiliki kesempatan untuk memberikannya, jadi, Isaura ... Sang dewi yang begitu ku cintai, maukah kau menerima h
Sejak kapan tepatnya ia mulai merasa iri terhadap saudaranya? Jika itu sejak kecil, ia sendiri tidak yakin. Sebab, sepanjang ingatannya, mereka berdua bergaul dengan sangat baik, karena hidup mereka bergantung kepada satu sama lain. "Saudaraku, suatu hari nanti kita akan tinggal di rumah yang hangat, dengan banyak bunga berbagai warna dan juga pepohonan, sehingga kita hanya akan merasakan angin yang segar bergulir, bukan dingin yang begitu mengigit seperti saat ini." Ia mengatakannya dengan penuh keyakinan saat itu, seakan-akan segala yang ia ucapkan sudah pasti. Saudaranya tidak banyak berbicara, tetapi masih mengiyakan. "Um, mari melakukannya." Sahut saudaranya saat itu. Meskipun tidak banyak berbicara, tetapi ia bisa melihat keyakinan yang sama ada di mata saudaranya. Mereka sama-sama ingin mewujudkannya. Mereka selalu tidur bersama, sebab Niflheim bukanlah tempat yang ramah, dan segala sesuatu dapat terjadi yang mungkin bisa memisahkan mereka berdua. Niflheim sangat keras. O
"Jadi, inikah yang kau katakan dengan tidak akan ragu-ragu lagi?" Isaura menatap pemandangan dihadapannya, mereka di kelilingi dengan salju yang terhampar di sepanjang mata memandang, udara dingin yang mengigit segera menyelimuti mereka. Tempat ini adalah Niflheim dimana Vidar dan juga Vilaevils pernah tinggal di sini. Tentu saja, Isaura segera berbalik ke arah Forseti, dengan raut penuh tanda tanya. Evander melangkah maju, dengan kewaspadaan di wajahnya, ia berdiri di depan Isaura, "mengapa kau membawa kami kesini?" Forseti menyadari kecurigaan pihak lain, bahkan ia juga melihat bahwa Nouna dan Morta yang mengikuti mereka juga menguarkan udara berbahaya di sekitar mereka. Ia segera angkat bicara, "tunggu dulu, biarkan aku menjelaskannya." Morta membalas ucapannya, "jangan bertele-tele, Forseti." Forseti segera melangkah sejauh sepuluh langkah di hadapan ketiganya, setelah memastikan bahwa jarak di antara mereka baik-baik saja, Forseti mulai berbicara, "alasan mengapa aku membaw
"Lakhesis, beraninya kau baru kembali saat ini!" Teriakan ini bergema bersamaan dengan satu sosok yang melesat dan menabrak Isaura, pelukan erat segera dirasakan olehnya saat itu. Membalas pelukan sosok di hadapannya, Isaura tertawa kecil sebelum kemudian berbicara, "Nouna, bagaimana kabarmu bisa memarahiku seperti ini?" Satu sosok lain yang baru saja muncul menyela keduanya, "meninggalkan kami selama tujuh ratus tahun tanpa ucapan selamat tinggal sama sekali, menurutmu apakah kami akan menyambutmu dengan perayaan?" Isaura melirik ke arah sosok yang baru saja berbicara, Isaura merentangkan satu tangannya dan memberikan isyarat mata kepada pihak lain untuk datang padanya. Sosok itu berjalan dengan teguh, tetapi pada akhirnya ia masih bergabung dalam pelukan itu. Dan mereka bertiga segera jatuh dalam keheningan guna melepaskan rindu yang telah menunggu selama tujuh ratus tahun. Sosok terakhir, Morta, dewi yang menentukan kematian mengusap puncak kepala Isaura setelah melepaskan pe
"Jadi kau bermaksud mengatakan, bahwa aku harus membangunkan saudariku sebelum aku memutuskan untuk menyelesaikan masalahku dengan Vilaevils?" Isaura bertanya, sembari meletakkan cangkir teh pada masing-masing dari mereka. "Kukira keduanya hanya mengasingkan diri dan bukannya tidur abadi." "Tadinya aku juga berpikir demikian," Sang Odin mengambil cangkir teh bagiannya ketika berbicara. "Setidaknya sampai mereka juga ikut menutup sumur Urd bersamanya." Keheningan jatuh untuk beberapa saat. Sampai Isaura bergumam kepada dirinya sendiri, "aku tidak menduga hal itu sama sekali." Sang Odin menanggapi dengan anggukan, "jadi itulah mengapa, sepertinya hanya kau yang bisa membuat mereka memiliki keinginan untuk bangun lagi. Sumur Urd juga sudah mencapai waktunya untuk dibuka kembali." "Um, kurasa juga begitu." Sahut Isaura. "Setelah ini, sepertinya aku harus kembali ke Asgard dan menemukan mereka." Sang Odin segera setuju, "kembalilah bersama denganku nanti." "Haruskah kau segera kembal