Forseti dan Lakhesis "...."
Apa yang bisa mereka lakukan? Tentu saja tidak ada orang lain yang akan menggunakan nada yang begitu datar dan dingin untuk berbicara seperti itu kecuali pemilik dari Balairung Vad sendiri, Aesir Vidar.
Ketika mereka berbalik untuk menemukannya, yang berdiri di belakang mereka bukanlah seorang Aesir dengan rambut perak, busana serba hitam dan syal hitam yang menjadi ciri khasnya. Tetapi, bayangan hitam dengan sinar keunguan yang berkumpul dan membentuk gambaran seekor serigala raksasa yang memiliki tinggi jauh di atas mereka.
Forseti segera membuka telapak tangannya dan perlahan cahaya samar muncul membentuk sebuah pedang, dia memasang postur siaga.
Lakhesis memandangnya dengan keheranan,"For, haruskah kau menggunakan pedangmu? Mungkin saja dia h
[ ARKADIA ]"Isaura, kau tidak ingin berjalan-jalan denganku?" Saran dari Neo terdengar ketika mereka sedang duduk tidak jauh dari taman bunga. Menikmati udara yang begitu harum dan menyegarkan, membuat mereka sedikit terdiam dan larut dalam hembusan samar angin lembut yang saling bergesekan.Isaura menatap langsung ke arah Neo yang berada tidak jauh darinya yang telah beranjak dari kursi dan memutuskan untuk mengamati beberapa bunga, yang mungkin saja dulu telah mereka tanam bersama. Lebih tepatnya Neo bersama dengan Isaura yang sebenarnya.Dia sedikit menghembuskan nafasnya."Apakah kau memiliki saran kemana kita seharusnya menghabiskan hari ini?" Tanya Isaura sambil mengamati pemuda itu dari tempatnya berada.Tidakkah pertanyaan ini adalah bentuk lain dari pernyataan tidak langsung untuk mengiyakan ajakannya? Neo segera mengembangkan
PACK SETHMOLF Ukiran ini tertera dengan jelas di atas pintu masuk pack, sebagai penanda bahwa ini adalah wilayah teritori yang harus dipatuhi. Isaura sendiri ketika menatap ukiran ini merasa bahwa ingatannya kembali pada masa ketika ia memasuki Arkadia untuk pertama kalinya. Gerbang yang hampir serupa."Selamat datang kembali di pack tempat kita tumbuh bersama, Isaura." Sambut Neo dengan merentangkan kedua tangannya dengan raut wajah bahagia.Isaura mengangguk dan memeluk Neo dengan sangat erat, "terima kasih banyak."Neo mengacungkan ibu jarinya dan mengedipkan sebelah matanya, pertanda mengiyakan ucapan terima kasih dari Isaura. Dia merasa sangat bahagia untuk bisa membawa sahabat kecilnya ini kembali dan mengulang kenangan mereka bersama.Mereka semua memliki antusias kecil untuk berjalan-jalan di sekitar pack ini, tentu sa
"Evander, aku ... takut. Aku tidak bisa ...."Isaura berbisik dan hampir menangis di dalam pelukan Evander jika saja ia tidak memikirkan keadaan mereka saat ini, dia hanya manusia biasa yang tidak memiliki kekuatan apapun bahkan di sini bukalah dunia miliknya yang sebenarnya. Mengapa dia harus masuk kedunia ini dan mendapati masalah tanpa kepala dan ekor seperti ini? Dia takut kehilangan orang lain karena ketidakmampuannya.Wanita dengan rambut merah kembali berbicara, "berhenti bersedih, kau tidak akan menyelesaikan apapun, dan lagi bahkan jika kau tidak ingin menyerahkan diri apakah mereka akan berbaik hati untuk memberikan nyawa untuk melindungimu? Aku rasa tidak."Pernyataan ini jelas bentuk provokasi bahwa dia tidak memiliki siapapun untuk melindunginya bahkan jika dia ingin melawan mereka.Namun Evander masih menahan Isaura di dalam pelukannya
Terlihat kabut gelap yang melesat dengan cepat.Kabut menyerang sosok berambut hitam yang tampak tidak begitu waspada, namun ia berbalik dan menahan kabut yang menyerangnya dengan pedang hitam yang sama gelapnya. Dia memiliki raut terkejut ketika menyadari bahwa kabut itu dan pedang di tangannya sebenarnya terlihat hampir serupa."Siapa kau?!" Dia harus tau siapa yang memiliki kemampuan kabut yang sama dengan sosok yang memberikan perintah kepadanya.Kabut itu perlahan memudar dan memperlihatkan Evander yang menahan pedang hitam dengan tangan kanan, dia memiliki mata yang telah menghitam sepenuhnya dan kabut bergerak di sekeliling tubuhnya.Dia mengeluarkan Blue Fire di tangannya dan melontarkannya pada sosok berambut hitam, ketika mereka saling mengelak dan bergerak menjauh."Siapa kau sebenarnya?! Kau bukan makhluk biasa?" Dia berteriak dan mengeratkan pedang
"Apakah kau tidak ingin bangun?"Suara itu bergema di sekitarnya dan menarik Isaura yang masih berada di dalam kegelapan, seakan-akan dia menjadi buta atau seluruh penerangan telah direnggut dari sekelilingnya. Sunyi dan dingin yang menusuk seakan berhembus memeluk tubuhnya hingga menggigil. Dia tidak bisa bergerak bahkan jika dia telah berusaha untuk melakukannya. Seperti terikat dengan kegelapan yang tak berujung itu.Perlahan namun pasti seperti lubang yang di terpa cahaya, bintik kecil yang begitu cerah muncul dan menarik atensinya, dia mengedipkan matanya dan menemukan bahwa cahaya itu semakin membesar dan semakin jelas mengenai tubuhnya. Dia meraih lingkaran cahaya itu dan bergegas untuk meraihnya hanya untuk mendapati bahwa cahaya itu perlahan menjauh.Tidak! Dia harus mendapatkannya. Dia harus keluar dari kegelapan ini.Dia mengerakkan langkah kakinya dan berlari untuk mengejar cahaya itu, dia tidak bisa membiarkannya berl
"Percayalah padaku Verdande, kau tidak ingin pergi dari dunia ini."Isaura masih merasa bingung, ia tidak pernah menyangka akan menemukan orang lain di tempat ini. Bahkan pihak lain tampaknya mengetahui tujuannya untuk dapat mencapai tempat ini. Tapi bagaimana bisa dia mengetahuinya?Ia menatap sosok kakek tau di hadapannya, "bagaimana kau mengetahui apa yang ada di dalam hatiku? Tetapi sebelum itu, kau menyebutku siapa?"Orang tua itu hanya tersenyum menyikapi pertanyaannya, kemudian melepaskan topi anehnya itu, tampaklah rambut yang telah memutih khas dengan usianya. Lalu ia menepuk batu di sampingnya untuk memberikan isyarat agar Isaura duduk di sana."Duduklah terlebih dahulu, bukankah tidak nyaman bagimu untuk terus berdiri? Apakah luka di perutmu telah membaik?"Isaura mengerutkan keningnya."Kakek, Bagaimana kau tahu bahwa perutku sedang terluka?" Seharusn
Dia merasa seakan-akan tengah melayang di antara ruang hampa, hanya ada kabut putih samar yang tidak berujung di sekelilingnya, dia berusaha bergerak menyibak kumpulan kabut itu tetapi tidak ada apapun yang tampak atau sekedar menunjukan sesuatu secara sekilas. Ia melangkahkan kakinya perlahan tanpa arah dan tujuan. Hanya ketika ia berpikir bahwa kabut ini benar-benar tidak akan pernah berakhir, pemandangan di hadapannya berubah secara perlahan. Kabut memudar dan menunjukan pemandangan sebuah kediaman megah bertahtakan "Balairung Urd" di puncak pintu masuknya. Balairung Urd? Tunggu ... dimana ia pernah mendengarnya? Ah, Isaura bergerak masuk dengan perlahan setelah menemukan ingatan bahwa kakek tua yang menyebut dirinya sendiri sebagai Grimnir itu menyebutkan mengenai sumur yang menjadi penentu takdir yang disebut sebagai sumur Urd. Apakah Balairung dengan nama ya
Samar-samar ia mendengar banyak suara, penuh kepanikan dan juga ketidaksabaran. Banyak langkah kaki yang berjalan bolak-balik di sekelilingnya. Udara di sekitarnya di penuhi dengan kecemasan, dan juga kegugupan. Hanya ketika ia membuka matanya, ada Neo yang terus berjalan dengan gurat khawatir memenuhi matanya, di ujung tempat tidurnya terdapat Evander yang berdiri sambil bersandar kepada papan kayu di belakangnya. Keningnya berkerut dan aura suram meneyelimuti wajahnya. Di samping tempatnya berbaring, Aryua sang Healer dari bangsa Elf duduk dan mengenggam tangannya dengan mata terpejam, seharusnya ia sedang menyembuhkan luka di tubuhnya. Ia masih menunggu, tetapi tidak ada satupun dari ketiga sosok ini yang menyadari bahwa ia telah tersadar. Elf di sisinya mengerakan kelopak matanya dan membukanya perlahan, hanya untuk memili