"Ok, kurasa cukup. Tolong hubungi saya mengenai perkembangan pembangunan rumah ini nanti. Saya harap bisa selesai kurang dari 3 bulan karena ini saya persiapkan untuk buah hati saya yang akan lahir 3 bulan lagi," tutup Jordan dengan senyum terukir di bibirnya.Hans hanya diam saja mempertahankan ekspresi dinginnya."Akan kami usahakan," balas Reyna sembari tersenyum lebar."Ok. Berarti urusan pekerjaan kita selesai. Sekarang kita akan ngobrol sebagai kawan lama," kata Jordan menatap ke arah Hans."Banyak hal yang ingin aku bicarakan padamu, Hans.""Tidak ada yang perlu kita bicarakan," Hans terlihat mengetatkan rahangnya."Sebaiknya aku undur diri dulu," Reyna yang merasa tak enak berpamitan memberikan waktu untuk Hans dan Jordan membicarakan masalah pribadi mereka."Tidak perlu, Rey. Tidak ada yang akan kami bicarakan," Hans menahan tangan Reyna yang sudah bangkit berniat untuk pergi."Hhhh...," Jordan menghela napas berat."Duduk saja, Rey. Tidak apa- apa. Pria ini memang keras kepa
Reyna dan Hans benar- benar hanya membahas pekerjaan saat bersama. Reyna sendiri memilih menghindar dari Hans dengan mengurung diri di kamar dan akan menemui pria itu saat dihubungi pada jam kerja. Tanpa sepengetahuan Hans, Reyna menyewa kamar di hotel yang lebih kecil tak jauh dari tempat mereka menginap. Dirinya merasa tak nyaman berada di kamar itu. Bayangan malam itu masih jelas terbayang di pelupuk mata.Saat memasuki waktu makan malam ponsel Reyna berdering."Ya Jordan?" ".....""Iya, why?"".....""Ok. See you."Reyna bergegas keluar kamar hotel yang ia sewa sendiri menuju salah satu restoran di Jimbaran. Jordan mengajaknya makan malam sebagai perpisahan karena besok pria itu akan terbang kembali ke Australia."Sorry Jordan, i'm late," sapa Reyna saat sampai di restoran."It's ok, Rey. Silahkan duduk," balas Jordan sambil tersenyum."Bodyguard-mu tidak ikut?""Bodyguard?" Reyna mengernyitkan kening tanda tak mengerti dengan apa yang tengah Jordan bicarakan."Hans...," kata Jor
"Rey, nanti malam Laila dateng ke rumah. Jangan klayapan!" Anjas yang baru pulang dari kantor melepas jas dan dua kancing teratas kemejanya menghampiri Reyna yang tengah santai di ruang keluarga."Kalau Reyna gak mau?" Seketika kepala Reyna dikepit ketiak Anjas yang sudah pasti berkeringat dengan bau asam bercampur deodorant."Lepas Om! Iiiihhh... bau!" teriak Reyna mencoba melepaskan diri dari kungkungan ketiak Anjas. Karena tak juga dilepaskan, Reyna mencubit pinggang Anjas hingga membuat pria itu berteriak."Agh...!" reflek Anjas melepas kepitan ketiaknya, meringis kesakitan sambil mengelus bagian pinggang yang dicubit Reyna."Rasain tuh! Makanya jangan iseng!""Sakit banget, Rey!" Anjas berdiri dan berjalan menuju kamarnya masih sambil meringis."Ha ha ha.... Makanya jangan ngusilin Reyna!"Reyna mengusap- usap hidungnya yang masih bisa mencium bau ketiak Anjas yang menempel di tubuhnya."Om Anjas jorok iihhh...," Reyna menggerutu kemudian berdiri menuju kamarnya untuk mandi kare
Mata yang begitu familier dan takkan terlupakan meskipun sudah bertahun lalu bertemu pandang.Saat menggenggam tangan si pemilik mata sayu, Reyna bisa merasakan bahwa Laila juga menegang seperti dirinya. Pertemuan yang tidak pernah terpikirkan oleh mereka berdua sama sekali. Reyna tersenyum untuk menetralkan kekakuan di antara mereka."Ternyata calon Om Anjas cantik banget ya? Pantesan kebelet kawin," goda Reyna pura- pura tak mengenali wanita di hadapannya."Jelas dong! Om Anjas gak akan salah pilih calon istri!" dengan congkaknya Anjas membanggakan sang calon istri dengan merengkuh bahunya erat.Laila hanya tertunduk salah tingkah dan Reyna tahu wanita dalam dekapan omnya ini merasa tidak nyaman karena telah bertemu dengan dirinya."Sudah, sudah.... Semua duduk. Ini perut sudah keroncongan," sela Rashad sambil mengusap perutnya yang sedikit membuncit.Ketiga tamu duduk di sebelah kiri Rashad sementara di sebelah kanan ada Riana, Anjas dan Reyna. Di hadapan Reyna ada Rayan yang denga
"Ah... rasanya masih sama," komentar Rayan mengundang perhatian semua orang di ruang tamu.Heran dengan keheningan yang terjadi Rayan mengangkat kepalanya dari cangkir kopi yang tengah ia nikmati."Kenapa? Tidak percaya?" tanyanya kemudian kembali menyeruput kopinya kembali.Rashad dan Anjas masih menatap horor pada kopi di hadapannya sementara Hans dan Laila sudah lebih dulu mengangkat cangkir mereka."Enak kok," komentar Hans yang diangguki Laila tanda setuju.Dengan penuh keraguan Rashad dan Anjas mengangkat cangkir kemudian dengan perlahan menyeruput kopinya."Whoa... ini beneran enak Bang," kata Anjas dengan senyum lebar.Rashad tersenyum tak kalah lebar sambil mengangguk menyetujui. Riana yang bukan penikmat kopi hanya tersenyum kecil. Dirinya lebih menyukai teh tanpa gula dan Reyna hafal betul akan kebiasaan sang mama.Setelah menghabiskan kopinya, Rayan bangkit menuju ke arah taman belakang."Mau kemana Ray?" tanya Anjas disela- sela kegiatan mengunyah camilan yang disediakan.
Hans pulang ke rumah sudah agak larut karena setelah acara ngopi di rumah Reyna sambil membicarakan bisnis dengan Rashad, ada sedikit insiden. Yah, insiden Rayan yang hampir dihajar oleh Anjas hanya karena Rayan yang lama keluar dari kamar Reyna setelah menidurkan Reyna di kamarnya.Anjas begitu protektif pada Reyna. Entah apa yang akan dilakukan Anjas padanya kalau tahu dirinya sudah mengambil keperawanan Reyna. Belum lagi Rashad, pria itu jelas lebih mengerikan jika tahu putrinya disakiti. Pintu maaf sudah pasti terkunci rapat untuk orang seperti dirinya.Ingin sekali dirinya jujur pada mereka tapi dirinya juga belum siap kehilangan sahabat juga keluarga. Yah, Hans sudah menganggap keluarga Reyna seperti keluarganya sendiri. Keluarga dalam konteks sebenarnya, yang belum pernah ia miliki. Keluarganya di Jerman hanya formalitas saja karena mereka tak pernah melakukan hal- hal yang selayaknya dilakukan keluarga pada umumnya. Bahkan mereka makan bersama saat ada acara penting saja.Flash
Hans POVJessica hanya diam saat aku membuka pembicaraan mengenai Jordan. Entah apa yang dipikirkannya aku sama sekali tak bisa menebak. Bahkan emosiku yang sempat tersulut saat dia mencoba membelokkan topik pembicaraan, membuatnya menitikkan air mata namun aku mencoba untuk tak terpengaruh.Baru saat aku mengatakan bahwa aku bertemu dengan Jordan di Bali, dia tak bisa menyembunyikan kekagetan dan menyambar cepat ucapanku. Dari situ aku melihat kilat kecemasan, ketakutan dan kemarahan di matanya. Emosi yang berubah- ubah membuatku yakin dia menyembunyikan sesuatu dariku. Dan kemungkinan bahwa apa yang dikatakan Jordan adalah kenyataan. "Dan kamu percaya padanya?" tanya Jessica dengan air mata berderai setelah aku mengungkapkan informasi yang aku peroleh dari Jordan."Jelaskan di bagian mana Jordan berbohong!" tuntutku, tanpa terpengaruh air mata Jessica yang biasanya akan langsung membuatku luluh. Tapi tidak kali ini, aku ingin penjelasan yang sebenar- benarnya.Jessica menatapku den
Siang ini Reyna ada janji lunch dengan Laila. Tadi malam wanita itu menghubungi Reyna dan mengajaknya untuk bertemu.Flashback onReyna tengah bersiap untuk tidur saat ponselnya berdering. Nama Ante La tertera di layar ponselnya."Iya halo Tante," sapa Reyna."Ha... halo...," suara tante Laila terbata. "Kok kamu tahu ini aku Rey?" Reyna tersenyum maklum. "Ya tahu lah Tante. Om Anjas yang ngasih nomor Tante ke Reyna," jelas Reyna."O... oh... gitu?" "Iya Tante. Ada perlu apa sampai Tante menghubungi Reyna malam- malam?" tanya Reyna setelah calon tantenya diam agak lama."Eh... iya sampai lupa. Besok ada waktu free gak? Tante ada perlu sama kamu.""Ehm...," Reyna mengingat- ingat jadwalnya besok. "Lagi ada kerjaan sedikit sih, Tan. Itu pun sebenarnya kerjaan om Anjas yang dilimpahin ke Reyna. Kalau pas makan siang aja gimana?" tawar Reyna."Boleh, boleh. Waktu makan siang kita ketemu di restoran X, gimana?" Laila minta persetujuan Reyna."Ok Tan.""Ehm... Sorry s