"How to clean your dress, Aunty?" tanya Joane setelah mereka sampai di taman kecil di samping kiri gedung."I have wet wipes in my bag. Can you help me?" kata Reyna sambil membuka tas tangannya untuk mencari tisu basah yang selalu ia bawa kemana- mana."Of course Aunty. I made a mistake and i have to take responsibility for it," balas Joane membuat Reyna terkekeh."Ok. Now, help me to clean it," Reyna mengeluarkan selembar tisu basah untuk diberikannya pada Joane.Bocah itu menerimanya dengan senang hati dan segera mengusap bagian dress Reyna yang terkena tumpahan es krim dengan begitu telaten dan lembut seolah takut menyakiti. Untuk memudahkan Joane menggapainya Reyna duduk di bangku taman yang tersedia. Reyna seperti merasa dejavu.Flashback on"Mama, there's chocolate on your lips!" pekik Reyhan saat mereka makan es krim di taman belakang apartemen mereka."Oh ya?" Reyna hampir menyentuh bibirnya dengan jari saat Reyhan berteriak melarangnya."No. Don't touch your lips. It will get
"Ray, bisakah kita pulang dulu?" bisik Reyna pada Rayan yang tengah berbincang dengan keluarganya juga keluarga Rayan.Rayan mengernyitkan kening melihat raut wajah Reyna yang terlihat kalut. Tanpa mengatakan apapun Rayan mengangguk kemudian pamit pada keluarganya."Rayan sama Reyna pulang dulu ya," pamitnya pada kedua keluarga yang berkumpul."Kamu kenapa Rey?" tanya mama Reyna yang juga terlihat heran dengan keadaan sang putri."Gak papa Ma, Reyna cuma capek aja," jawab Reyna berbohong."Ok lah kalau gitu. Kalian hati- hati ya," pesan mama Rayan."Iya Tante, mari semua Reyna duluan," pamit Reyna sebelum kemudian berlalu bersama Rayan yang memeluk pinggangnya."Kamu kenapa Rey?" tanya Rayan setelah mereka sampai dalam mobil."Aku... aku... aku... entahlah Ray. Bisa kita jalan sekarang?" pinta Reyna dengan wajah memohon.Rayan menuruti permintaan Reyna untuk segera mengemudikan mobilnya."Ke apartemen ya, Ray?" pinta Reyna lagi semakin membuat Rayan curiga."Belum lengkap isinya, Rey,"
Tidur Reyna terganggu merasa ada yang tengah menciumi wajahnya. Saat matanya terbuka wajah imut dan menggemaskan dengan senyum innocent berada tepat di depan wajahnya."Reyhan?" Reyna berusaha untuk bangun namun tangan Reyhan menahannya."Kenapa gak boleh? Mama mau peluk Reyhan," kata Reyna.Bukannya menjawab bocah menggemaskan itu malah mencium pipi Reyna sebelum kemudian berbaring miring di sebelah sang ibu dan melingkarkan tangan mungilnya di dada Reyna.Reyna pun memiringkan tubuhnya, membalas pelukan sang putra kemudian mencium keningnya sambil memejamkan mata. Namun saat membuka mata bocah menggemaskan itu tidak terlihat lagi hanya tinggal guling yang ia peluk.Dengan panik Reyna bangkit dari pembaringannya, "Reyhan? Reyhan! Reyhan!" panggil Reyna berulang- ulang namun tak ada sahutan.Dengan tertatih Reyna berusaha membuka kamar yang terkunci dari luar."Reyhan! Reyhan!" Reyna berteriak sambil berusaha membuka pintu dan sesekali menggedor pintu yang terkunci bahkan air matanya
Beberapa hari ini Reyna sibuk membantu Anjas menangani klien- kliennya. Setelah malam pertunangan Anjas, Reyna belum bertemu lagi dengan Rayan. Rayan yang sempat murka karena Reyna yang kekeuh tutup mulut mengenai identitas pria 'itu' memilih pergi karena takut lepas kendali dan menyakiti Reyna. Memang apa yang bisa Reyna lakukan? Mengatakan yang sebenarnya dan menghancurkan semuanya? Jelas itu bukan satu option yang akan dipilihnya.Senyum lebar keluarganya karena Anjas yang akhirnya menemukan jodohnya tentu bagai oase di padang pasir bagi keluarganya. Dan saat sekarang semua tengah berbahagia, haruskah ia menghancurkannya?Pekerjaan yang menumpuk membantu Reyna untuk melupakan masalah itu sejenak. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor dan di apartemen. Dengan alasan banyak kerjaan dan lebih dekat dengan kantor akhirnya Reyna diizinkan tinggal di apartemen dengan catatan akan pulang ke rumah saat weekend."Makan siang Rey?" Anjas membuka pintu ruangan Reyna tanpa mengetuk
"Kamu sudah mendapatkan apa yang kuminta?" tanya seorang wanita yang memakai topi, masker serta kaca mata hitam pada seorang pria di basemen apartemen."Sudah bos. Sesuai kesepakatan," jawab pria yang agak gondrong.Pria itu mengulurkan satu amplop besar pada si wanita dan sebaliknya si wanita memberikan amplop kecil namun tebal."Bagus, aku suka kecepatan kerjamu.""Senang berbisnis dengan Anda, Bosku," pria itu mencium amplop tebal yang diterimanya sembari tersenyum miring."Ya sudah, cepat pergi. Aku akan menghubungimu lagi kalau ada kerjaan baru," suruh si wanita.Tanpa disuruh dua kali pria itu segera pergi. Sedangkan si wanita segera naik ke unit apartemennya karena tak sabar ingin segera membuka amplop besar yang diberikan oleh pria itu.Sampai di dalam apartemen wanita itu membuka topi, masker serta kaca mata hitamnya. Segera dibukanya amplop dan terlihatlah isinya yang berupa satu bendel dokumen. Dokumen yang berisi informasi mengenai Reyna. Ya, wanita itu adalah Jessica. Set
"Ray, Mama mau barbeque-an di rumah weekend ini. Aku... harus gimana?" tanya Reyna saat menelepon Rayan karena pria itu lembur di rumah sakit."Besok datang ke rumah sakit. Konsul sama temenku ya?" saran Rayan di seberang telepon."Harus ya Ray? Gak ada cara lain gitu?" tawar Reyna, entah mengapa rumah sakit seperti momok baginya."Harus. Kamu mau sembuh kan?" tanya Rayan."Yeah...," jawab Reyna pasrah."Good. Besok aku tunggu ya, biar aku yang buat janji sama dokternya.""Ok."Reyna memutuskan sambungan teleponnya dengan Rayan. Ada satu lagi yang harus ia ceritakan pada Rayan tapi tak bisa melalui sambungan telepon.Dirinya yakin, Jessica mengetahui masa lalunya. Wanita itu benar- benar berbahaya. Harusnya kemarin ia menghindari konfrontasi dengan wanita ular itu. Tapi dirinya juga terlanjur emosi karena tuduhan yang Jessica lontarkan. Kartu As yang dimilikinya serasa tidak berguna saat lawannya justru mengetahui semua kartu yang dimilikinya.Ditambah dengan trauma yang ia miliki ten
"Loh, Opa sama Oma kapan sampai?" sapa Reyna saat melihat keluarganya berkumpul di ruang keluarga. "Dasar cucu durhaka! Sekian tahun pergi ke negara orang tapi setelah balik gak ingat Oma sama sekali ya!" Oma merajuk."Gak gitu Oma. Reyna sebenarnya pengen liburan ke Jogja tapi salahin Om Anjas tuh, masa' Reyna langsung disuruh kerja!" Reyna jongkok dengan bergelayut manja di lengan omanya yang tengah duduk di sofa."Halah alasan!" "Beneran Oma. Tanya tuh sama orangnya langsung," Reyna mengedikkan dagunya ke arah Anjas."Bohong Bu, cerita lengkapnya gak gitu. Reyna tiba- tiba minta mobil makanya Anjas suruh kerja. Di dunia ini mana ada yang gratis?" Anjas membela diri."Om Anjas bohong Oma...," rengek Reyna."Ish... kalian ini sudah tua juga masih suka berantem kayak gitu," tegur Omanya membuat Reyna cemberut.Setelah Opa pensiun dari perusahaan, Opa dan Oma Reyna memilih hidup di Jogja di masa tuanya. Jakarta terlalu bising katanya. Mereka berdua memilih tinggal di desa yang masih
"Jadi Om mau bilang kalau Reyna selingkuh gitu? Perlu diingat ya Om, karena Om pernah diselingkuhi bukan berarti semua wanita akan seperti itu," kata Reyna kemudian meninggalkan Hans yang tertegun."Sh*t!" Hans merutuki mulutnya yang lancar nyinyir.Saat Rayan datang ia meninggalkan panggangan untuk menyusul Reyna masuk ke dapur. Di tengah jalan ia bertemu Laila dan Riana yang keluar dengan membawa nampan berisi minuman dan potongan buah."Mau kemana Hans?" tanya Riana."Ini mau ke toilet Mbak," jawab Hans sekenanya kemudian melanjutkan langkahnya menyusul Reyna. Sampai di dapur Hans melihat Reyna yang tengah meneguk segelas air putih."Sorry...," kata Hans membuat Reyna menoleh kaget."Aku tidak bermaksud begitu," lanjut Hans."Sudahlah Om, lupakan. Memang dari dulu Om selalu berpikiran buruk tentang Reyna. Harusnya Reyna gak perlu kaget," balas Reyna."I'm not!" sangkal Hans setengah berteriak."Yes, you are," balas Reyna membuat Hans bungkam."Kalian sedang apa?" Jessica tiba- tiba