Share

Kembali Memadu Kasih

"Anak itu bakal aku rawat, tapi sepertinya aku tidak bisa menikahimu." Bagai disambar petir, Tari hanya bisa melongo. Dia tidak percaya apa yang baru saja Dani katakan.

"Kamu janji bakal nikahin aku, Mas." Tari terisak. Kini dia merasa hanya sebagai barang yang bisa dibuang kapan saja. 

"Jujur, Tar. Selama ini aku tak pernah berpikir sejauh itu." Dani hanya menunduk. Benar dia hanya main-main dengan Tari.

"Apa?" Suara Tari tercekat di tenggorokan. Rasanya ada sesuatu yang besar yang menghalangi suaranya.

"Mana janjimu yang bakal menikahiku, Mas?" Kali ini Tari berteriak. Suasana belakang pabrik sangat sepi. Hanya ada suara mereka, sehingga suara Tari terdengar begitu keras.

"Sst ...!" Buru-buru Dani mendekati Tari dan berusaha membungkam mulut Tari dengan tangannya.

"Jangan teriak, Tar. Malu kalau ada yang denger." Dani memelankan suaranya. Akan sangat memalukan jika ada yang tahu tentang ini.

"Lepas!" Tari berusaha melepaskan mulutnya dari bengkaman Dani.

"Tar. Kumohon berpikirlah yang jernih. Ini semua demi kebaikan anak yang di kandunganmu itu," bujuk Dani.

"Kebaikan? Apa pandangan orang jika tahu aku hamil nggak punya suami, Mas?" Marah? Hal yang lumrah bagi Tari untuk marah karena janji manis Dani hanyalah sebuah janji.

"Itu." Dani menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia tak sampai berpikir ke situ. Waktu itu yang ada dipikirannya hanya seputar sel*ngkangan. 

"Aku bakal nemui istri kamu, Mas jika kamu nggak mau tanggung jawab!" Tak ingin melanjutkan pembicaraan, Tari segera berlalu dari hadapan Dani.

Brengs*k. Satu kata yang pas untuk Dani. Mengkhianati sebuah ikatan suci dan gampang mengumbar janji. Siapa yang jadi korban? Paling utama adalah Reni. Sedang Tari? Entah wanita itu harus disebut sebagai apa?

"Tar! Tari! Tunggu!" Sejenak pikiran Dani terseret dalam lamunannya, dan saat dia tersadar, Tari sudah cukup jauh dengannya.

Dani berlari menyusul Tari. Dia menarik tangan wanita itu, "Kamu mau ngapain?" Dani mulai kasar memperlakukan Tari. 

"Aku mau bilang sama istrimu dan juga orang tuamu, Mas." Tangis masih saja menemani perkataan Tari. Rasanya tidak ada hal lain yang bisa dilakukannya selain menangis. 

Dalam benak Tari, lelaki yang dia percaya, ternyata hanya seorang pembohong yang pengecut. Tidak mau memperjuangkan cinta mereka. Cinta yang tepat di waktu yang salah. Karena bagi Tari, tidak ada cinta yang salah.

"Jangan gegabah, Tar." Tentu saja Dani takut orang tuanya tahu tentang kebejatannya. Meski Tari bukanlah seorang gadis perawan, tapi tetap saja perbuatannya tidak bisa dianggap terpuji.

"Biar, Mas. Biar aku bilang sama semuanya. Kalau kamu itu penipu brengs*k!" Rambut panjang Tari mengayun-ayun tertiup angin sore. Tubuhnya menggigil, entah karena hembusan angin dingin atau karena mentalnya sedang merasakan guncangan yang dahsyat.

Dani mulai kelabakan, 'Tidak bisa seperti ini. Aku harus meluluhkan hati Tari lagi. Atau aku akan menanggung malu.' Ternyata Dani lebih br*ngsek dari dugaan. Dia hanya lelaki yang mau menang sendiri.

"Sayang ...." Suaranya mulai melembut. Tak mungkin menghadapi Tari dengan kekerasan. Bisa-bisa semua keburukannya tersebar.

Dani mencoba meraih lengan Tari. Wanita itu hanya bergeming. Tak menolak ataupun menanggapi. Tubuhnya pasrah mendapat segala perlakuan Dani. Hanya isakan yang terdengar dari mulutnya.

"Maafin, Mas, ya. Mas bingung banget sekarang. Reni lagi hamil, nggak mungkin Mas ninggalin dia." Begitu manis ucapan Dani, hingga tak bisa dibedakan apakah kenyataan atau berpura-pura. 

Tari yang awalnya meledak-ledak, kembali luluh dalam dekapan Dani. Hatinya kembali menghangat mendengar ucapan Dani yang begitu lembut.

"Ya udah. Kita jalanin dulu aja. Mas nggak akan ninggalin kamu selagi kamu hamil. Mas juga akan terus berusah meyakinkan Reni agar mengijinkan Mas nikahi kamu." Tari membenamkan wajah sembabnya di dada Dani. Dani pun terus mengelus punggung Tari, untuk menenangkan wanita itu. 

Belum apa-apa, kepala Dani rasanya mau pecah. Beginilah jadinya, kalau punuk merindukan bulan. Tidak ada kemampuan untuk berpoligami, memaksakan diri untuk melakukannya. Hanya memikirkan hawa nafsu saja, tanpa berpikir jauh ke depannya.

"Sudah, ya. Jangan nangis. Mas nggak akan pergi." Dani menciptakan jarak antara mereka. Dia mengangkat dagu Tari, kini tatapan mereka bertemu.

Kemarahan yang tadi dirasakan Tari menguap bersama janji-janji Dani yang pernah diucapkannya. Entah Dani yang kelewat brengs*k, atau Tari yang mudah terbujuk rayuan Dani, yang pasti dua-duanya kembali menjalin hubungan haram mereka.

"Baik, Mas. Aku akan nunggu, tapi jangan sampai perutku semakin membesar. Aku malu." Nada bicara Tari kini kembali manis, tak seperti tadi.

Hatinya kembali tenang setelah mendapat pelukan dari suami orang itu. Benar-benar keduanya tak tahu malu.

"Ya sudah. Kita sekarang pulang dulu. Besok ketemu lagi." Dani mengelus rambut Tari, semakin membuat perasaan Tari melambung. Ah! Pria itu, sangat bisa mengambil hati wanita.

Tari menggeleng manja, tubuhnya selama ini selalu merindukan dekapan Dani, "Nggak mau. Kita kangen-kangenan dulu aja." Entah setan apa yang merasuki keduanya, kenapa pengaruhnya begitu kuat. Hingga sudah sampai hamil seperti itu, tapi Tari masih saja menggoda Dani.

Dani yang sudah bertekad berubah sebelumnya, kembali terseret akan sikap Tari. Sudah kepalang basah, toh Tari sudah hamil. Melakukannya lagi tak akan berpengaruh apa-apa.

Bejat sekali pikiran lelaki itu. Dia kembali lupa akan istrinya di rumah yang sedang mengandung anaknya.

"Kamu kangen, ya. Kalau gitu, kita kangen-kangenan aja yuks." Setan kembali tertawa melihat kemesraan keduanya. Tari mengangguk, keduanya kini telah berjalan menuju parkiran.

Mereka membawa motor masing-masing, janjian bertemu di salah satu tempat langganan mereka untuk bermesraan.

Hati Dani kembali tertutup kabut nafsu yang kembali ditiupkan Tari.

***

"Aw ...!" Reni meringis merasakan perih di ujung jarinya. Padahal dia tidak sedang melamun, tapi tajamnya pisau menggores kulitnya hingga berdarah. 

Segera dia mengguyur bagian yang terluka itu di bawah keran. Sakit, perih. Sama seperti perasaannya saat ini.

***

Dani menitipkan motornya di penitipan motor. Kini dia membonceng Tari menggunakan motor wanita itu. Dengan tanpa malu, Tari melingkarkan tangannya di perut Dani. Sangat dekat dan mesra, hingga bagian depannya yang empuk, menempel sempurna di punggung Dani.

Sebagai lelaki normal yang juga br*ngsek tentu saja hal itu memacu perubahan ukuran di bagian depan bawahnya. Ditambah, dia memang belum melakukannya dengan Reni setelah tahu Reni hamil dan sangat lemah.

Kini, keduanya telah berada di dalam kamar hotel. Dani tampak sumringah, begitu pula Tari. Tanpa basa-basi lagi kini keduanya telah menyatukan bibir mereka. Saling melepaskan pakaian masing-masing, seolah ini kesempatan terakhir mereka untuk berc*nta. 

Tanpa menunggu lama akhirnya mereka membuat penyatuan panas yang penuh dosa untuk kesekian kali. Peluh membanjiri keduanya. 

"Argh ...!" Dani lagi-lagi memuntahkan cairan hangatnya di rahim Tari. Keduanya saling berpelukan. Betapa bahagianya Tari, Dani akhirnya kembali lagi padanya.

Lupa akan Tuhan, akan keluarga. Yang ada hanya nafsu di antara mereka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status