LOGINMy parents have been keeping a secret from me my entire life. It wasn't until the day before my 17th birthday that I discovered the truth of who--or should I say what--I am.When two wolves showed up outside my window, it was just the beginning of the revelation that would bring me to my destiny. I, Harlow Nightingale, am not an ordinary teenage girl. Rather, I am the newest in a long line of women spanning back hundreds of years with a specific task--to guard the wolves of this legendary pack and keep their secret shifting abilities safe from the world. Now, another pack has surfaced, one that wants my wolves dead. Will I be able to develop my powers quickly enough to keep my pack safe and protected?No matter who I thought I was before, my life is different now, and I must learn to live this magical life as the Mage of Wolves.
View More"Maafkan saya tuan, tapi saya janji akan melunasi hutang saya pada anda. Berikan saya waktu agar saya bisa mengumpulkan uang itu terlebih dahulu."
"Perkataan itu sudah ku dengar sejak dua minggu yang lalu Mr. Smith," ujarnya dingin dan terdengar angkuh.
"Tapi kali ini saya berjanji untuk melunasinya Mr. De Lavega."
Di tengah perdebatan itu muncul seorang gadis muda dari ambang pintu menatap dingin kepada daddy-nya.
BRAKK!!
"Hai Dad, ini ku bawakan makan siang dari Mom, dia berkata bahwa daddy harus menghabiskannya,” ucap sang gadis.
Setelah mengucapkan itu dia tanpa menoleh sedikit pun pada tamu daddynya langsung duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut serta mengangkat satu kakinya.
"Tabitha, Sopan sedikit! Disini ada tamu Daddy!" peringat sang ayah.
"Dad, aku hanya duduk disini, apa salahnya?" ujarnya.
"Mrs.Smith sudah berapa kali kukatakan jangan pernah memakai baju yang kurang bahan seperti itu! Kenapa kau tak pernah mau mendengarkan Daddy?,” cap sang ayah.
"Ini trend Dad, mana mungkin aku hanya memakai baju yang seharusnya dipakai 10 tahun yang lalu,” ujar Tabitha.
"Pulanglah, kepalaku pusing jika kau berada disini," pinta sang ayah.
"Okey lagi pula aku akan ke mall siang ini, baiklah aku pergi jangan lupa kirimkan aku uang ya Dad, aku ingin refreshing hari ini. Bye, love you Dad," ucap Tabitha berlalu pergi dan mencium pipi kanan daddynya.
Setelah kepergian Tabitha keadaan bertambah hening, ditambah tatapan dari Arthur yang seperti singa yang hendak memangsa buruannya. "Dia putri mu?" tanya Arthur.
"Iya, dia putri semata wayang ku, kau tau dia selalu menghabiskan uangku untuk berbelanja dan pergi ke salon. Tapi aku tetap menyayanginya"
"Ekhm!" Arthur membenahi duduknya dan lebih mendekati Jonathan.
"Begini tuan Jonathan, saya pikir saya berubah pikiran, saya akan berikan dua opsi untuk anda, yang pertama saya akan menunggu anda melunasi hutang anda sekarang juga atau opsi kedua adalah saya akan melupakan hutang anda jika anda menyerahkan putri anda agar diurus oleh saya!" tegasnya.
"Diurus? Maksud anda diangkat menjadi putri anda begitu?" Tanya Jonathan.
"Tentu saja bukan, maksudku adalah aku akan menikahinya."
Mendengar itu Jonathan hanya diam dia tak berani menatap manik mata Arthur disisi lain dia ingin lepas dari orang seperti Arthur sedangkan jika dia memilih opsi yang kedua maka dia harus rela menyerahkan putrinya kepada Arthur. "Tolong Arthur, Tabitha masih sekolah dia baru berusia 18 tahun, bahkan dia masih takut jika ada petir yang bergemuruh, bagaimana bisa dia menikah di usianya yang masih dibilang muda?" ujar sang ayah.
"Saya akan tetap membiarkannya untuk sekolah, dan masalah finansial saya jamin putri anda tak akan kekurangan. Jadi saya pikir anda memang sudah tidak memiliki pilihan lain kecuali memilih opsi kedua Mr.Smith,” ujar Arthur dingin.
"Jika memang itu terjadi berapa banyak waktu untuk saya bicara pada Tabitha tentang perjodohan ini, dan kapan pernikahannya digelar?"
"Satu minggu, hanya 7 hari anda memiliki waktu untuk bersama dengan putri anda, karena setelah itu saya akan membawa putri anda ke mansion saya."
"Baiklah Arthur, aku setuju. Tapi kau harus menjamin bahwa Tabitha akan tetap lulus SMA."
"Itu mudah, lagi pula putri anda akan lulus 4 bulan lagi bukan?"
"Iya, kau benar."
"Baiklah Mr. Smith kurasa semua pembicaraan ini sudah selesai, pengacara ku akan mengirimkan surat perjanjian yang isinya kesepakatan bahwa anda tak bisa membayar hutang anda dan menggantinya dengan putri anda. Saya permisi." Ucap nya berlalu.
Setelah pembicaraan selesai Arthur melenggang dengan angkuhnya dan menghilang dibalik pintu. "Bagaimana caranya aku mengatakan pada Tata masalah ini?" lirih Jonathan.
***
Jonathan pulang ke rumahnya dan duduk di sofa ruang tamu, lalu datanglah Renata, istrinya. "Jo, ada apa? Mengapa kau terlihat khawatir seperti itu? Ceritakan padaku!"
"Ren, kuharap setelah kau mendengar kabar ini kau akan siap, dan mau menerimanya."
"Kabar apa?" tanya Renata.
"Kau tau Arthur De Lavega?"
"Tentu, siapa yang tidak mengenal CEO muda itu" ucap Renata bersemangat.
"Aku berhutang padanya, dan tadi siang dia datang untuk menagih hutang ku. Namun aku tak memiliki uang untuk membayarnya. Di saat perdebatan kami Tata datang, dia berlaku tidak sopan setelah itu dia pergi."
"Hanya itu? Jo masalah itu tak perlu sekhawatir begini. Kecuali Arthur meminta untuk menikahi anak kita,” ucap Renata sambil tertawa dan hendak pergi.
"Memang itulah yang terjadi Ren." lirih Jonathan.
Renata yang tadi berdiri langsung menatap ke arah suaminya dan mencerna dengan baik setiap kata yang dia dengar.
"APA!!!"
Setelah berucap itu Renata lunglai dan terduduk di sofa. "Bagaimana nasib putri ku jika harus menikah di usianya yang masih remaja, Jo bagaimana ini bisa terjadi? Katakan padaku!" sentak Renata.
"Aku juga tak tau tiba-tiba Arthur meminta agar dia menikahi Tata, aku bingung dan akhirnya aku menerimanya. Jadi kita harus membicarakan ini bersama dengan Tata," final Jonathan.
"Ya Tuhan, bagaimana caranya__" lirih Renata dan sudah tak bisa lagi membendung tangisnya.
Di tengah itu tiba- tiba Tabitha datang, dia membawa belanjaannya, dan kemudian duduk di hadapan orang tuanya. Dia bingung mengapa orang tuanya terlihat begitu kacau, akhirnya ia pun membuka suara.
"Mom, Dad ada apa?"
Hening tak ada jawaban dari kedua orang tuanya hanya ada isakan dari Renata. Renata pun berjalan menghampiri putrinya dan memeluknya. "Tata, maafkan kami bukan maksud kami mengorbankan mu, Daddy mu tak punya pilihan lain," lirih Renata.
"Korban? Memangnya ada apa Dad?"
"Ta, kamu akan menikah satu minggu lagi," ujar Jonathan.
"Apa!! Tapi siapa, maksudku bagaimana bisa aku menikah. Bahkan aku masih sekolah Daddy. Siapa orang gila yang berani melamar ku? Akan kubunuh dia," sentak Tata.
"Kau ingat pria yang ada di ruangan Daddy tadi siang?"
"Ya tentu pria dengan muka datar itu? Aku bahkan sudah merasa malas melihatnya."
"Dia yang akan menikahi mu minggu depan"
"Double shit! Apa-apaan ini Dad?"
"Dad berhutang padanya Ta, dan Daddy tak bisa membayar hutang Daddy, kemudian dia meminta agar kau menjadi gantinya."
"Tapi, kenapa harus aku?"
"Mom mohon Ta, lakukan ini demi kami. Kami mengerti bagaimana keadaanmu, tapi kami juga bingung dan tertekan jika terus begini,” ucap Renata.
"Baiklah Mom, aku akan menikah dengan pria sialan itu," ucap Tata.
"Terimakasih nak," ujar Renata dan memeluk sayang putrinya.
"Pria itu ingin menikahi
ku? Baiklah kita lihat apakah dia bertahan dengan sikapku?Dan jika tidak kujamin belum setahun pernikahan dia akan menceraikan ku. Dan aku pasti akan bebas, baiklah tuan muka datar kita lihat saja apa yang akan terjadi kedepan," batin Tabitha.***
Setelah Jonathan mengatakan hal yang ingin disampaikannya pada putrinya. Tabitha pun memasuki kamarnya dan mengunci diri. Namun dia berusaha mengingat wajah dari pria itu lebih jelas. Dia seperti sering melihatnya dimajalah bisnis.
"Siapa Pria itu? Aku harus mencari taunya!" tekad Tata.
Ia pun turun menemui Daddy nya. “Dad, siapa nama pria itu?" tanya Tabitha.
"Dia Arthur De Lavega."
"Oke, bisakah Daddy menghubunginya dan memintanya bertemu denganku?"
"Tabitha, jangan kau mencoba untuk melakukan hal bodoh pada calon suamimu itu."
"Iya, jika aku tidak khilaf," ucapnya setengah dalam batinnya.
"Tabitha, jangan menyembunyikan sesuatu pada Daddy mu ini!" ancam Jonathan.
"Iya Dad, cepat hubungi dia," pinta Tabitha.
Akhirnya Jonathan menghubungi Arthur. "Halo Arthur, kau sedang sibuk atau tidak?" tanya Jonathan.
"Memangnya ada masalah apa Mr.
Smith?" Tanya seseorang di seberang sana."Ekhm! Begini jadi putri ku ingin bertemu terlebih dahulu denganmu. Itu pun jika kau tak sibuk."
"Sayang sekali saya sedang di New York sekarang untuk mengurus beberapa perusahaan disini, jadi mungkin saya akan kembali lebih lama ke Indonesia."
"Begitukah? Baiklah Arthur maafkan aku jika mengganggu mu."
"Tak apa Mr.
Smith lagi pula saya merasa tak terganggu hanya saja saya tak bisa pulang sekarang, katakan saja pada Tabitha agar menunggu ku di Altar pernikahan.""Baiklah Arthur kalau begitu."
"Baiklah aku tutup."
Setelah menutup teleponnya dengan Arthur. Jonathan pun menatap manik mata putrinya. “Dia tak bisa menemui mu sekarang Ta, Dia bilang dia ada urusan Di New York. Jadi dia hanya berpesan bahwa akan menemui mu di Altar pernikahan," ujar Jonathan.
"Dasar sombong, angkuh, dingin. Ah entahlah aku membencinya," ucap Tabitha dan berlalu memasuki kamarnya lalu merebahkan tubuhnya yang lelah.
"Aku harus mencari tau tentang Arthur terlebih dahulu, tapi dari mana?"
"Ya ampun, aku bodoh sekali mengapa aku tak mencarinya di Internet saja."
Ia pun membuka handphone nya dan mengetikkan nama Arthur De Lavega. Setelah sepersekian detik muncul profil dan biodata Arthur. Yang sukses membuat mata Tata melotot seketika. “Jadi gue bakal nikah sama om-om yang jadi CEO dari perusahaan terbesar di dunia De Lavega Group. Ini mimpikah? Dan dia pedofil kah?"
Tabitha mengacak-acak rambutnya frustrasi dan memikirkan apa yang terjadi seminggu ke depan. Membayangkan namanya berubah menjadi Tabitha Valerie De Lavega saja sudah membuatnya merinding. Bagaimana tidak, penyandang nama De Lavega adalah orang-orang terberuntung karena dilimpahi kemewahan di mana-mana. Dan dirinya adalah salah satunya.
••••
TO BE CONTINUED!!
There’s a comfy chair right next to the fireplace in the main living area of Brookstone. It has become my favorite place to sit. I can sit there for hours and do absolutely nothing but stare out the window at the beautiful forest and sparkling lake. It’s amazing to me to think how far I’ve come in just a year and a few months. I don’t just sit around and do nothing, though. I haven’t had to use my magic to fight off any other mages or shifters since we destroyed Grimly Grouse and his evil minions, but I do use my magic sometimes for other things, like producing presents for my friends or making mythical creatures to entertain us. Brookstone is as beautiful on the inside as it is on the outside. Part of that is the fact that we modernized it and redecorated a lot of the rooms. We wanted all of the modern conveniences we were used to, but we didn’t ruin the amb
My plan had been pretty simple. I’d bust into Brookstone, make the other mages and any shifters that were there think that the house was on fire, and I’d run them out to where my pack mates were waiting to take them down.I had no idea one of my pack members had her own idea of what should happen then. I guess I should have. It isn’t as if she hasn’t shocked me enough times in the past for me to expect Fionna to do something… unexpected.The mages in Grimley’s pack came streaming out of the house. Most of them went out the front door because I’d started the alleged fire in the kitchen, which was in the back of the house, on the east side. Fionna, being the tricky mage that she is, had opened a portal right on the other side of the front door so that every single one of the mages who ran out that exit sprinted right int
I didn’t bother to get a ride back to Brookstone the next day. It was clear that no one wanted to drive out there anyway, and it wasn’t as if it was a necessity. We had other ways of getting there, after all.I volunteered to change my wolves into birds so they could fly with us, but all of them passed on that. They said they weren’t used to flying and were afraid they’d fall out of the sky or something. Like I’d let that happen. I’d rolled my eyes, but since most of the area around where we’d stayed the night before was woodsy and rural, we decided it would be okay for them to walk out into the woods and shift there. The rest of us would fly over.My wolves weren’t going to be entering the property until after I knew the situation in the house. Once I knew whether we were on the defensive or the offensive, I woul
It was difficult to get rooms with enough beds for all of us, but my wolves decided they could always shift into their wolf forms and sleep on the floor, and since most of them didn’t sleep much anyway, we went with that. I was definitely going to be sleeping that night, though. I was so tired, I could barely keep my eyes open to discuss the plan for the next day. Fighting mages is hard work--apparently.“So what is our plan for tomorrow?” Kaylee asked. We were gathered in the room she and I were sharing, all of us sitting on the beds, the floor, and the small sitting area. “I take it we’re going right back there since you wanted to stay so close, Harlow.”“Yeah, we need to go right back over there and take care of things once and for all,” I said. “We just need a plan that will get rid of Grimly Grouse as s






Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Ratings
reviewsMore