Beranda / Romansa / Mainan Baru Tuan Montevista / 13: Pertemuan di Kandang Singa

Share

13: Pertemuan di Kandang Singa

Penulis: Ana_miauw
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-21 08:10:53

Pagi itu, ketegangan di mansion terasa tebal seperti kabut. Aku didandani oleh Paul—bukan untuk kemewahan, tetapi untuk perisai. Gaun A-line berwarna emerald green menutupi sedikit tonjolan perutku, dan perhiasan Montevista yang berat terasa seperti baju zirah.

Axel menungguku di ruang tamu. Dia mengenakan setelan gelap yang tampak menakutkan, dan dia memegang briefcase alih-alih tanganku.

“Kau akan melakukan persis seperti yang kubilang,” perintahnya. “Kau tidak akan bertanya tentang Marta, kau tidak akan menunjukkan kelemahan. Claudia adalah racun, Keisha. Dan pertemuan ini hanyalah cara untuk menunjukkan padanya bahwa dia sudah kehilangan. Fokus. Kau adalah Nyonya Montevista.”

“Dan kau akan memastikan aku aman, bukan?” balasku.

“Kau dilindungi oleh seluruh tim keamananku, dan aku akan berada di ruangan itu. Santai,” jawabnya. Itu adalah jaminan paling tulus yang pernah kuterima darinya.

Pertemuan itu tidak diadakan di Montevista, melainkan di sebuah lounge pribadi di hotel bintang
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Mainan Baru Tuan Montevista    69: Penyelidikan Kembali Dibuka

    Aku segera kembali ke ruang kerja setelah itu. Aku meraih ponsel satelitku, menekan deretan angka yang hanya kuhubungi untuk urusan hidup dan mati.“Rendy, cari aku detektif swasta terbaik. Aku tidak mau yang bernaung di bawah firma hukum biasa. Aku mau seseorang yang bisa menggali kuburan yang sudah tertutup rapat selama tiga tahun. Bayar berapa pun yang dia minta. Aku mau dia di hadapanku malam ini juga.”Suaraku tidak menerima bantahan. Rendy, asisten pribadiku yang paling cekatan, hanya menjawab singkat, “Baik, Tuan. Saya akan segera mengaturnya.”Setelah menutup telepon, aku menyandarkan tubuhku di kursi kebesaran yang kini terasa sangat keras dan tidak nyaman. Mataku tertuju pada bingkai foto kecil di sudut meja—foto Alexander Jr. Saat bayi.Aku juga masih ingat waktu itu, malam di mana aku memberikan surat cerai pada Keisha. Aku ingat wajahnya yang hancur serta permohonannya, mengemis padaku untuk melihat Alexander untuk yang terakhir kalinya, namun tidak kukabulkan.Dia pergi

  • Mainan Baru Tuan Montevista    68: Aku Bukan J*Lang!

    Langkah kakiku menggema di koridor mansion yang tenang dan sunyi, tak seberisik kecamuk di dalam kepalaku. Perjalanan pulang dari vila itu terasa seperti perjalanan menuju penghakiman. Kata-kata Nenek Ria terus berputar, menghantam logikaku yang selama ini kubangun di atas pondasi kebencian dan kecurigaan.Aku membuka pintu kamar utama. Aku mengharapkan teriakan, kemarahan, atau setidaknya tatapan benci yang menusuk setelah aku menemui Ellys tanpa sepengetahuannya. Namun, yang kudapati justru pemandangan yang lebih menyakitkan.Keisha berdiri mematung di depan jendela besar kamar itu. Sinar matahari sore menyirami baju yang dipakainya, namun dia tampak seperti patung lilin yang dingin. Menatap ke arah taman dengan pandangannya kosong.“Keisha,” panggilku rendah.Tak ada jawaban. Jangankan menjawab panggilanku, menoleh pun dia enggan. Seolah kehadiranku di ruangan itu hanyalah hembusan angin yang tak berarti. Pengabaian ini lebih menyiksa daripada makiannya.“Keisha!” Lagi, namu

  • Mainan Baru Tuan Montevista    67: Banyak Sekali yang Harus Kita Bahas

    Aku meninggalkan tempat setelah memastikan Ellys tertangani dengan baik oleh suster barunya. Aku berjalan menuju tempat di mana nenek sudah menungguku untuk berbicara.Demi Tuhan, perasaanku sangat kacau. Aku tidak bisa melepaskan bayangan wajah Ellys dari pikiranku. Bayangan dia dan Alexander tumpang tindih di kepalaku. Mereka memiliki sinkronisasi gerakan yang sama. Mereka memiliki binar mata yang sama.Aku teringat saat aku berteriak di depan wajah Keisha: “Hanya demi anak haram, kau berani melakukan ini!”Kata-kata itu sekarang berbalik menyerangku seperti ribuan jarum yang menusuk jantung. Jika benar Ellys adalah darah dagingku, maka aku telah melakukan dosa yang tak termaafkan. Aku telah menyebut putriku sendiri sebagai anak haram. Aku telah membiarkan ibunya disiksa di depan mataku sendiri sementara dia telah mati-matian berjuang hidup dan mati saat mengandung dan merawat anakku yang lain.Dan ya, rasa benci yang tadi pagi begitu dominan, kini mulai terkikis. Menguap oleh r

  • Mainan Baru Tuan Montevista    66: Keisha Mini

    Nenek Ria meninggalkan kami kemudian, dengan Ellys yang tidak mengikutinya sebab tengah sibuk dengan bonekanya yang kini, pura-puranya sedang dia suapi crakers dan teh. Dan kepergian wanita itu seolah sedang memberikan kami sedikit kesempatan untuk berbicara lebih banyak dan mungkin, saling mengenal. “Uncle?” panggilnya setelah menyadari aku masih berada di sini, terdiam menatapnya.“Ya? Ada apa gadis manis?”“Apa kau tahu? Bonekaku gendut seperti beruang.”“Mungkin kau terlalu banyak memberinya minuman dan makanan yang manis?”“Benalkah? Mommy juga sering melarangku makan candy dan es krim.”“Sebenarnya boleh saja, asalkan jangan terlalu sering.”“Jadi yang baik makan apa, Uncle?”“Buah-buahan dan sayuran itu bagus.”“Eyis mau buah, Eyis juga mau sayur.”“Kau mau Uncle memesannya untukmu?” aku menawarkan.Namun Ellys menolak, menggelengkan kepalanya dan beralasan, “Eyis maunya buah yang dipotong mommy, sama sayur yang dimasak oleh mommy. Eyis kangen sama mommy.” Dengan

  • Mainan Baru Tuan Montevista    65: Aku tau semuanya. Tak terkecuali kebusukanmu!

    Mobil SUV hitamku kini berhenti di depan sebuah vila pribadi di pinggiran kota yang asri. Ini adalah tempat yang kupilihkan untuk Nenek dan anak itu—Ellys. Jauh dari lumpur, jauh dari ancaman banjir bandang, lebih luas dan lebih sehat tempatnya, semua fasilitasnya pun terpenuhi, dan yang terpenting, jauh dari jangkauan siapa pun kecuali orang-orangku. Aku turun dari mobil, merapikan jas yang terasa sedikit menyesakkan. Pikiranku masih tertinggal di mansion, pada Keisha yang baru saja kupaksa bertekuk lutut. Aku menyebut Ellys ‘anak haram’ hanya untuk menyakiti Keisha, untuk membalas luka yang dia goreskan di hatiku selama tiga tahun ini. Namun, saat aku melangkah masuk ke halaman vila yang luas itu, ada perasaan aneh yang merayap di dadaku. Sebuah debaran yang tidak masuk akal. Aku menemukan mereka di teras belakang yang menghadap ke taman bunga. Nenek—wanita tua yang terlihat jauh lebih segar setelah mendapatkan perawatan medis dasar—sedang duduk di kursi rotan. Dan di sana,

  • Mainan Baru Tuan Montevista    64: Luka dari Putra Sendiri

    Aku melangkah menuju pintu besar yang tertutup rapat. Aku mengintip melalui door viewer, mencoba mencari celah atau orang yang bisa kumintai tolong. Aku rindu Alexander. Rasa rindu itu seperti lubang hitam yang menghisap seluruh energiku. Aku ingin melihatnya, memeluknya, dan jika takdir mengizinkan, aku ingin memperkenalkan diriku sebagai ibunya.Hingga sesaat kemudian, aku melihat bayangan seseorang melintas di depan pintu, dan secara kebetulan pula orang itu adalah Rina, orang yang aku tunggu-tunggu.Sontak, aku segera menggedor pintu dengan telapak tanganku yang masih terasa lemah.“Rina! Rina! Tolong buka!” teriakku.Aku tahu Rina sekarang adalah orang kepercayaan yang memegang kendali kunci mansion setelah Nyonya Mira dipecat. Itu adalah informasi yang sempat kudengar saat pelayan mengantarkan makan siang tadi.Setelah beberapa detik, kunci diputar. Pintu terbuka sedikit, dan wajah Rina yang penuh rasa bersalah muncul di sana.“Nyonya...” bisiknya.“Rina, tolong aku. Aku

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status