LOGINSatu malam kacau berujung fatal bagi Keisha Auristela. Ia terbangun di kamar penthouse, di samping pria paling berkuasa yang terkenal kejam: Axel Mardon Montevista. Axel merobek cek bayaran dan menuntut jaminan yang lebih mahal: Pernikahan Kontrak selama tiga tahun. Axel membutuhkan Keisha untuk dua alasan: warisan dan anak dari kesalahan satu malam merek. Keisha kini adalah istri boneka, terjebak di sangkar emas seorang Billionaire yang manipulatif. Namun, Axel mulai menunjukkan obsesi posesif yang gelap, perlahan mengubah kontrak menjadi kepemilikan. Ketika cinta tumbuh di atas kepura-puraan, mampukah Keisha bertahan dari pria yang menjadikannya bidak catur sekaligus candu?
View MoreBau vanila dan cinnamon yang biasanya menenangkan indraku kini berganti aroma cologne mahal dan alkohol. Aku membuka mata.
Bukan dinding pastel kamarku yang menyambut. Melainkan langit-langit setinggi tiga meter berhiaskan lampu kristal Baccarat, memancarkan cahaya redup di pagi buta. Sprei yang membalut tubuhku terasa selembut sutra, tetapi menusuk. Seketika, seluruh kenangan buruk menyerbu kepalaku—seperti pecahan kaca yang menyakitkan. Malam perpisahan dengan mantan brengsek. Bar gelap di sudut kota. Satu gelas wiski terlalu banyak. Dan yang paling buruk: Pria itu. Pria dengan mata perak setajam pisau, rahang tegas seperti pahatan, dan sentuhan yang membuatku melupakan semua kesedihan, semua harga diri. Sentuhan yang seharusnya tidak pernah ada. Jantungku memompa gila-gilaan, menghasilkan suara yang nyaris menenggelamkan heningnya ruangan mewah ini. Aku menoleh ke samping. Bantal beludru hitam itu, menampilkan selembar kertas putih yang tergeletak di atasnya, tepat di tempat kepala pria itu seharusnya berada. Aku meraihnya dengan tangan gemetar. Itu bukan surat, bukan janji, melainkan sebuah Cek Bank. Angka yang tertera di sana membuat mataku terbelalak lebar: $50.000. Cek ini bukan uang ucapan terima kasih. Ini adalah harga dari kehormatanku. Aku sudah menjadi seorang escort bayaran. Keisha Auristela, si Baker yang baru saja memenangkan kompetisi kue lokal, kini hanya seharga lima puluh ribu dolar. “Sial!” Aku melompat turun dari kasur, mencari pakaianku yang tergeletak berantakan di dekat karpet wol tebal. Aku harus pergi. Sekarang. Sebelum pria itu bangun dan membuat situasi ini semakin memalukan. Napas terengah, aku mengenakan gaun malamku yang telah kusut. Sambil meraba-raba di lantai mencari ponsel, mataku menangkap dompet kulit hitam tanpa nama yang tersembunyi di bawah meja samping. Dompet yang pasti milik pria itu. Di dalamnya, terselip sebuah kartu platinum yang hanya dimiliki oleh segelintir konglomerat di negara ini. Di sudut kartu, tercetak jelas: Montevista Group. Kepalaku langsung pening. Montevista. Satu nama yang identik dengan kekayaan tak terbatas dan kekuasaan absolut. Nama yang dipimpin oleh seorang pria yang fotonya—selalu tanpa senyum—sering menghiasi sampul majalah bisnis. Dia bukan pria asing. Dia adalah Axel Mardon Montevista. Billionaire dingin yang dikenal kejam dan tak tersentuh. Brak! Pintu kamar mandi terbuka. Aku membeku, seluruh darahku terasa dingin. Pria itu berdiri di sana. Hanya dibalut handuk putih. Wajahnya terukir sempurna, namun sorot mata peraknya kini tajam, menusuk, dan penuh penghakiman. Dia baru selesai mandi, tetapi auranya malah terasa semakin berbahaya. “Lari dariku? Itu rencanamu sekarang?” Suaranya berat, dalam, menusuk, menghentikan gerakanku. Axel sama sekali tidak terlihat panik atau menyesal, melainkan terlihat seperti predator yang baru saja selesai menjebak mangsanya. “A-aku minta maaf, Tuan Montevista. Aku tidak bermaksud lancang,” jawabku tergagap. “Tidak bermaksud lancang, tapi kau sudah mencuri barang paling berharga milikku?” Dia melangkah maju. Setiap langkahnya memancarkan otoritas yang membuat lututku gemetar. “Kau ambil uangku, kau pakai ranjangku, dan sekarang kau mau pergi begitu saja?” Axel kemudian tersenyum. Senyum tipis yang bukan ramah, melainkan janji bencana. Dia berjalan ke meja rias, mengambil sebuah kotak perhiasan kecil. “Aku sudah memutuskan untuk memberimu pelajaran tentang tanggung jawab,” katanya, melempar kotak itu ke atas kasur. Isinya? Pil kontrasepsi darurat yang bahkan belum sempat kuminum. Kotaknya kosong, isinya sudah hilang. “Terlalu lambat, Sayang,” bisikannya kini sedekat bisikan Iblis. Dia berdiri sangat dekat, aroma cologne yang manis bercampur maskulinnya terasa mencekik. “Kau tidak akan bisa lepas dariku, Keisha. Kau baru saja meninggalkan kenang-kenangan yang jauh lebih mahal daripada cek konyol ini. Dan aku akan memastikan kenang-kenangan itu lahir sebagai pewaris Montevista.” Jantungku mencelos. Aku menelan ludah. Wajahku memanas, air mata tertahan di pelupuk mata. “Kau gila,” bisikku. “Itu pembunuhan.” “Gila? Mungkin,” terkekeh saat Axel memegang daguku dengan satu tangan kuat. “Tapi kau adalah mainan baruku sekarang. Dan mainanku kupastikan tak akan pernah bisa kabur.” Aku harus segera pergi, tapi aku tahu aku sudah kalah. Aku menatap mata dinginnya. Ada sesuatu yang lain di sana—bukan hanya nafsu atau kekuasaan. Ini adalah keputusasaan yang terbungkus rapi. Mengapa seorang Billionaire begitu mati-matian menginginkan pewaris dariku, seorang baker yang baru ia temui semalam? Aku belum tahu, bahwa kecerobohanku bukan hanya menghasilkan kehancuran, tetapi juga perangkap yang sudah dirancang jauh sebelum aku mabuk di bar itu.Setelah pengakuan Axel tentang DNA-ku—bahwa aku adalah solusi biologis untuk masalah garis keturunan Montevista—hubungan kami memasuki fase yang jauh lebih dingin dan penuh perhitungan. Aku tahu nilaiku. Aku bukan hanya ibu dari pewaris; aku adalah jantung biologis dari kelangsungan kekaisarannya.Aku memanfaatkan ini segera. “Aku butuh akses penuh ke pantry dan dapur kapan pun aku mau, tanpa pengawasan Amelia. Dan kau harus berhenti menyentuhku kecuali jika itu diperlukan untuk ‘tugas’,” kataku padanya pagi itu.Axel hanya membalas dengan seringai. “Deal. Tapi kau harus ingat, hari ini, kau harus tampil sempurna. Malam ini adalah Gala Montevista. Para dewan direksi yang kau temui waktu itu akan hadir, dan mereka akan mencariku. Jangan tunjukkan satu pun celah.”Aku menghabiskan seluruh sore untuk dipersiapkan. Paul, desainer pribadiku, membawakan gaun malam merah marun dengan potongan slit tinggi dan punggung terbuka. Itu jauh lebih provokatif dari yang biasa kupakai. Aku mengenakann
Pagi itu, aku menjalankan misi. Aku harus menemukan kelemahan Axel. Setelah Axel pergi untuk urusan bisnis, aku menyelinap ke perpustakaan pribadinya. Aku tahu aku melanggar batas, tetapi rasa ingin tahuku jauh lebih kuat dari rasa takut. Aku mencari petunjuk personal, bukan dokumen bisnis. Akhirnya, mataku tertuju pada sebuah bingkai foto perak kecil yang terbalik di atas meja. Aku meraihnya. Di dalamnya, terdapat foto Axel, jauh lebih muda dan tersenyum. Senyum itu hangat, tulus, dan sama sekali berbeda dari topeng Billionaire yang kukenal. Di sampingnya, berdiri seorang wanita cantik berambut cokelat dengan mata yang bersinar penuh kebahagiaan. Di balik foto, ada tulisan tangan yang indah: “Selamanya, di sini, di Montevista. M&A.” Jadi, ada seseorang yang pernah dicintai Axel. Kehancuran dalam matanya yang kulihat kemarin malam—ini alasannya. Aku buru-buru meletakkan foto itu kembali ke tempatnya. “Mencari sesuatu, Nyonya Montevista?” Suara berat dan dingin itu membuatku membe
Udara di klinik Dr. Sam berbau steril dan mahal, jauh berbeda dari aroma antiseptik rumah sakit biasa. Ini bukan klinik, melainkan sebuah suite kesehatan pribadi yang mewah, didominasi warna putih pucat dan instrumen krom.Aku duduk di sofa kulit, sementara Axel berdiri tegak di sampingku, tangannya diletakkan di sandaran sofa seolah menandai kepemilikannya. Dr. Sam, seorang wanita paruh baya dengan senyum yang terlalu profesional, memasuki ruangan.“Selamat pagi, Tuan dan Nyonya Montevista,” sapanya, matanya terfokus pada Axel, seakan aku hanyalah lampiran yang harus diurus. “Tuan Axel sudah menjelaskan situasinya. Waktu adalah aset, jadi kita akan langsung ke inti.”Selama dua jam berikutnya, aku diperlakukan seperti barang inventaris berharga yang sedang diperiksa kelayakannya untuk tujuan produksi. Dr. Sam membahas pola ovulasiku, nutrisi, hingga “kondisi rahim yang optimal untuk menampung pewaris Montevista”. Axel mendengarkan setiap detail dengan ekspresi datar, sesekali mengaju
Sisa-sisa kemarahan karena kehilangan toko kue, justru memberiku kekuatan. Jika Axel menginginkan boneka yang sempurna, maka dia akan mendapatkannya. Tapi aku tidak akan pernah melupakan siapa diriku, dan aku akan menggunakan fasilitas yang dia berikan untuk menuntut balasan.Aku menghabiskan pagi itu di bawah pengawasan ketat Nyonya Amelia, Kepala Pelayan yang ternyata memegang kendali atas seluruh staf di mansion itu. Dia sopan, efisien, dan memiliki pandangan yang mengatakan bahwa dia telah melihat semua sandiwara pernikahan kontrak.Di ruang rias sebesar butik, aku bertemu dengan tim penata. Desainer pribadiku, seorang pria Italia bernama Paul, mengganti pakaian malamku yang kusut dengan gaun cocktail sutra abu-abu yang menjeritkan kemewahan tanpa usaha.“Rambut Nyonya indah, tapi terlalu polos,” ujar penata rambut, sementara penata rias sibuk mengukir kontur tajam di wajahku.Transformasi itu brutal. Keisha si baker yang wangi vanilla kini diganti dengan Nyonya Montevista yang me
Bau whiskey dan cologne Axel semakin kuat, mencekik seperti belenggu tak terlihat. Aku menarik napas, mencoba menahan emosi yang bergejolak antara amarah, ketakutan, dan sisa-sisa gairah bodoh dari malam itu. Aku paham, setelah kontrak ditandatangani, tubuhku kini resmi menjadi aset Montevista, properti untuk tujuan produksi pewaris.Axel tersenyum miring, senyum yang tidak pernah mencapai mata peraknya, yang kini berkilat penuh hasrat menguasai.“Jangan membuatku menunggu, Keisha,” bisiknya, suaranya mengandung perintah mutlak yang tidak bisa ditawar.Aku bangkit dari ranjang, merasakan lututku gemetar. Aku adalah Nyonya Montevista sekarang. Gelar ini adalah perisai sekaligus penjaraku. Aku harus memainkannya.“Aku tidak lari, Tuan Montevista,” jawabku, mencoba meniru ketenangannya. “Tapi, karena ini adalah pernikahan, meski hanya sandiwara aku punya hak untuk tahu. Apa yang baru saja terjadi semalam? Mengapa kau memilihku?”Axel tertawa. Dia menuang satu tegukan lagi whiskey ke gela
Aku menahan napas, ujung bolpoin perak yang dingin kini berada di atas baris tanda tangan. Nama Axel Mardon Montevista sudah tercetak rapi di atas garis di sebelahnya.“Waktumu habis, Keisha.” Suara Axel, meski tenang, mengandung ketidaksabaran yang menekan.Aku tidak melihat ke arahnya. Mataku terpaku pada kata-kata di halaman itu: Kewajiban Istri, Kepatuhan Mutlak, dan Pasal Pewaris. Ini bukan pernikahan; ini adalah perbudakan legal yang kusepakati demi masa depan yang tidak pasti dan anak yang belum pasti ada.Dengan satu tarikan napas kasar, aku menorehkan namaku. Keisha Auristela.Seketika, ruangan itu terasa lebih dingin. Axel mengambil dokumen itu, memeriksanya dengan teliti. Seringai tipis yang tidak menyenangkan muncul di sudut bibirnya.“Bagus. Selamat datang di penjaraku, Nyonya Montevista.”Belum sempat aku memprotes sebutan itu, ia sudah meraih pergelangan tanganku dengan kuat. “Kita tidak punya waktu. Pernikahan ini harus sah hari ini.”Satu jam kemudian, aku duduk di ku






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments