"Baik," jawab Alexa.Micheal menatap Charlie dengan senyum sinis, sambil mengejek keputusannya. "Charlie, jadi apa rencanamu selanjutnya? Setelah kamu merenggut malam pertamanya dan membuatnya mendapatkan cacian dan hinaan, kamu masih belum mau muncul?" tanyanya dengan nada mencemooh. Charlie mengepalkan tangannya, menahan amarah yang membara. "Aku akan membersihkan nama Vivian, Micheal. Setelah acara ini selesai, semua orang akan tahu siapa yang sebenarnya bersalah dan siapa yang menjadi korban dalam kejadian itu," jawabnya dengan tegas. Micheal tertawa kecil, lalu melanjutkan ejekannya. "Vivian Alexander sekarang tinggal di kediamanmu, menjadi pekerja di sana. Jadi, kamu bisa melepaskan rindumu setiap kali melihatnya. Tapi sayang, hanya bisa melihat, tidak bisa menyentuh," ujarnya sambil mengejek. Charlie memandang tajam ke arah Micheal, berusaha menahan emosinya yang bergejolak. "Kita lihat saja nanti, Micheal. Aku tidak akan membiarkan Vivian terus menderita. Aku akan buktikan
Mereka tampak menelan ludah, mengingat posisi Charlie sebagai Jenderal yang berpengaruh. Suasana seketika menjadi hening, para reporter saling pandang, berusaha mencari cara untuk menenangkan kemarahan Charlie. "Aku juga tahu dari mana informasi ini disebarkan, tentu saja aku tidak akan membiarkan dalang utamanya lolos begitu saja," ucap Charlie dengan nada tegas sambil menatap tajam ke arah Kane dan Kian yang berdiri di sudut ruangan, wajah mereka tampak pucat dan ketakutan. "Vivian, mari kita ke sana! Tidak usah perduli dengan orang rendahan seperti mereka!" ajak Charlie, menggandeng erat tangan gadis itu sambil melangkah pergi. Semua hadirin di sana hanya bisa diam, terperangah mendengar ucapan Jenderal itu. Beberapa orang saling berbisik, menggumamkan pendapat mereka tentang situasi yang baru saja terjadi. "Apakah Jenderal sedang mengancam kita?" bisik Gigi dengan wajah cemas, ia melirik ke arah suami dan anaknya yang juga tampak terkejut. Suaminya menarik Gigi mendekat, berbis
Beberapa saat kemudian, Charlie melepaskan ciumannya yang hangat dan penuh gairah dari bibir Vivian. Semua mata di ruangan itu terpaku pada mereka berdua, tak percaya dengan apa yang baru saja mereka saksikan. Kane dan Gigi, yang sebelumnya berdiri dengan percaya diri, kini terdiam tidak berkutik. Amarah dan cemburu membara di dalam dada Kian, ketika dia melihat mantan istrinya, yang dulu pernah dia campakkan, tengah berciuman dengan Jenderal tampan di hadapan semua orang."Apakah kalian sudah percaya?" tanya Charlie dengan nada menantang pada keluarga Salveston, sambil meletakkan tangannya di pinggang Vivian."I-iya, kami percaya," jawab Kane dengan terbata, mencoba menahan rasa malu yang kian memuncak."Vivian, apakah mereka menyakitimu?" tanya Charlie, memandang wanita itu dengan tatapan penuh kepedulian."Tidak!" jawab Vivian cepat, menundukkan kepalanya, merasa malu dengan perhatian yang diarahkan padanya. Dengan situasi yang kian tegang, keluarga Salveston hanya bisa menelan lud
"Tidak, dia berbohong." Kian berusaha menyangkal."Sepertinya wanita itu kembali untuk membalas dendam, Apakah kamu tidak berencana bergabung dengannya?" tanya Charlie pada Vivian."Aku akan melakukannya, Tapi, Sekarang belum giliranku," jawab Vivian.Liza berdiri tegak di hadapan Kian Salveston,Sudut bibirnya mengangkat senyum sinis, "Berbohong? Kian Salveston, kita sudah berpisah selama tiga tahun. Kemudian kita bertemu kembali saat kamu hampir menikah dengan Vivian Alexander. Kau memintaku ke hotel yang di mana tempat kamu dan istrimu itu bermalam. Di malam pengantin... istrimu tidak sadarkan diri karena telah mabuk. Kamu meninggalkan dia dan datang mencariku. Apakah kau masih berani menyangkal?" ungkap Liza dengan tegas. Kian terdiam, wajahnya tampak pucat pasi, sedangkan Kane yang berdiri di sampingnya menatapnya dengan mata terbelalak, hampir tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "Kian, Apakah yang dia katakan adalah benar?" tanya Kane dengan suara bergetar. "Ini b
Kian berdiri di depan orang-orang yang hadir di pesta pernikahannya, wajahnya merah padam karena malu dan kesal. Ia tak bisa mempercayai bahwa perbuatannya telah terekam dan kini diputar di hadapan semua tamu undangan, termasuk para reporter yang datang untuk meliput acara tersebut. Suasana hening menyelimuti ruangan, diikuti oleh bisikan-bisikan yang semakin memperburuk keadaan. "Tidak, semua ini tidak benar!" teriak Kian sambil berusaha menjelaskan kepada mereka semua. Ia cemas, gemetar, dan penuh keputusasaan saat mencoba membela diri, namun seolah tak ada yang mau mendengarkan kata-katanya. Gigi berteriak, "Matikan monitornya!" Ia marah dan kecewa melihat apa yang sedang terjadi di hari bahagia putranya. Vivian malah menghampirinya dan berkata dengan suara tegas, "Kenapa harus matikan? Ini adalah perbuatan anakmu di malam pernikahan kami. Sebelumnya aku sudah memberitahu tuan Kane Salveston, Tapi, sebagai ayah, dia melindungi anaknya dan bersikeras menuduhku serta mempermaluka
Siapa yang mengutusmu?" tanya Gigi pada Mony.Mony tersenyum melihat Gigi yang cemas dan hampir menangis."Mony, Apa yang kamu katakan semuanya tidak benar, kan? Kamu tidak mungkin membohongiku. Aku tahu kamu mencintaiku. Seluruh asetku sudah ku serahkan padamu," ujar Kian."Asetmu? Apakah kamu mengira aset yang kamu miliki bisa membuatku bahagia? Uangku lebih banyak dari asetmu. Tidak ada yang harus diperbesarkan tentang perasaanmu padaku. Aku yakin kamu hanyalah mencari nama agar semakin terkenal setelah menikah denganku," ujar Mony.Kian merasa darahnya mendidih, amarahnya tak terbendung saat mendengar jawaban Mony. Ia mengepalkan tangannya dan menggigit bibir bawahnya untuk menahan emosinya. "Siapa yang membayarmu? Katakan!" Kian meninggikan suaranya dengan kesal, memaksa Mony untuk membuka mulut dan mengungkap identitas orang yang mempengaruhi wanita ini. "Seorang yang jauh lebih berpengaruh darimu. Dibandingkan dengan dia... kamu bukan siapa-siapa sama sekali," jawab Mony denga
Beberapa saat kemudian Charlie berdiri dengan sikapnya yang tenang. Sementara Kian terduduk lemas dan memandang Jenderal itu dengan mata berkaca-kaca."Kian, ada apa denganmu?" tanya Gigi yang menghampiri putranya."Lebih baik terima hukumanmu dari pada menghindar, Berita kejadian hari ini sudah diketahui banyak orang. Sebuah pernikahan mewah dihancurkan oleh tanganmu sendiri," ujar Charlie.Suasana pesta yang tadinya penuh dengan tawaan kini berubah menjadi tangisan dari ibu pengantin pria. Detektif yang berpakaian rapi itu berdiri tegak di depan pintu, menyampaikan tuduhan kepada Tuan Salveston. "Tuan Salveston, kami adalah Detektif. Kami menerima laporan bahwa anda terlibat kasus penculikan dan pemer.ko.sa4n. Selain itu, Anda juga telah menuduh nona Vivian Alexander dan melakukan pencemaran nama baiknya," ujar Detektif itu dengan nada tegas dan serius. Wajah Kian Salveston memerah, campuran rasa marah dan panik. Ia ingin membantah, namun bibirnya terasa kaku. Sementara itu, Gig
Vivian menatap tajam ke arah Mony, matanya bersinar penuh penasaran dan kebingungan. "Siapa maksudmu? Tadi kamu mengatakan ada yang memberi perintah. Siapa dia?" tanya Vivian dengan nada suara penuh emosi. Mony mendekat, berbisik lembut di telinga Vivian, "Pria yang di malam itu selama ini tidak pernah menjauh darimu. Kami datang untuk membalas semua perbuatan keluarga Salveston terhadapmu. Semua ini atas perintah dia." Vivian terkesiap, hatinya berdegup kencang. Hampir tidak percaya dengan apa yang telah dia dengar. Wajahnya menjadi pucat pasi, "Katakan padaku, di mana dia sekarang? Kenapa harus aku yang menjadi korbannya?" tanya Vivian dengan suara yang bergetar."Tidak bisa dikatakan korban, Kamu adalah gadis pilihannya," jawab Mony."Tidak masuk akal, Dia telah melakukan sesuatu yang merugikan aku. Bukan hanya itu saja...aku juga kehilangan harga diriku karena dia. Apakah aku harus berterima kasih pada kalian yang sudah membalas keluarga Kian?" tanya Vivian dengan nada kesal.Mo