Share

06

Author: Salsha23
last update Last Updated: 2025-02-08 00:11:29

Beberapa dekade setelah hilangnya pemilik sebelumnya, cermin itu kembali muncul di sebuah pasar loak. Seorang pemuda bernama Arman sedang berjalan-jalan mencari barang unik untuk melengkapi dekorasi apartemennya yang masih kosong. Matanya tertarik pada cermin tua dengan bingkai ukiran rumit yang tampak berdebu namun tetap memiliki daya tarik tersendiri.

Penjualnya, seorang pria paruh baya, menatap Arman dengan pandangan aneh saat ia menyentuh cermin itu.

“Kau yakin ingin membelinya?” tanya pria itu dengan nada waspada.

Arman mengangguk. “Ya, cerminnya terlihat antik. Cocok untuk ruanganku.”

Penjual itu tampak ragu, tetapi akhirnya menerima uang yang diberikan Arman. Saat cermin itu dipindahkan ke apartemen barunya, Arman merasa aneh. Udara di sekitar cermin seolah lebih dingin dibanding bagian ruangan lain. Sesekali, ia merasa ada yang mengawasinya, terutama saat ia berdiri membelakangi cermin itu.

Malam pertama setelah membawa cermin itu pulang, Arman terbangun karena suara bisikan pelan. Suaranya seperti berasal dari sudut kamar, tempat cermin itu berada. Jantungnya berdebar saat ia menoleh ke sana.

Dalam redupnya cahaya, ia melihat sesuatu yang membuat tubuhnya membeku—pantulan dirinya di cermin tersenyum… meski ia sendiri tidak melakukannya.

Arman merasakan bulu kuduknya meremang. Perlahan, ia mendekati cermin dan mengamati pantulannya. Bayangan dirinya di dalam kaca tampak sedikit berbeda. Matanya lebih gelap, senyumnya lebih lebar, dan… ada sesuatu di belakangnya.

Sebelum ia bisa bereaksi, tangan bayangan di cermin itu bergerak sendiri, menjangkau ke luar, menggenggam pergelangan tangannya dengan erat. Arman mencoba berteriak, tapi suaranya tertahan di tenggorokannya. Tarikan itu begitu kuat hingga ia terseret masuk ke dalam kegelapan cermin.

Keesokan harinya, apartemen Arman tampak seperti biasa. Tidak ada tanda-tanda keberadaannya. Di dalam cermin, sesosok bayangan berdiri dengan tatapan putus asa, mengetuk kaca dengan panik—Arman yang kini terperangkap di dalamnya.

Sementara itu, cermin itu tetap berdiri tegak di sudut ruangan, menunggu pemilik baru yang cukup penasaran untuk membawa pulangnya.

Beberapa minggu berlalu sejak Arman menghilang. Apartemennya tetap kosong, dan orang-orang di sekitarnya hanya menganggap ia telah pergi tanpa pemberitahuan. Tidak ada yang memperhatikan cermin tua yang masih berdiri di sudut ruangan, tampak seperti benda biasa—kecuali bagi mereka yang cukup peka untuk merasakan sesuatu yang tidak wajar.

Sampai suatu hari, apartemen itu disewakan kembali kepada penghuni baru. Seorang wanita bernama Siska, seorang mahasiswa yang baru pindah ke kota, mengambil alih tempat itu tanpa mengetahui apa yang terjadi sebelumnya. Ia menyukai suasana apartemen yang nyaman, meski ada satu hal yang menarik perhatiannya—cermin besar di sudut kamar.

"Aneh," gumamnya. "Kenapa pemilik sebelumnya meninggalkan ini?"

Malam pertama di apartemen baru, Siska mulai merasakan keganjilan. Saat ia berdiri di depan cermin untuk menyisir rambutnya, ia merasa ada sesuatu yang aneh dalam pantulannya. Sesuatu yang nyaris tidak terlihat, tetapi cukup membuat perasaannya tidak nyaman—seperti ada bayangan lain di dalam kaca.

Semakin lama, perasaan itu semakin kuat. Siska sering mendengar bisikan lirih saat melewati cermin, meski tidak ada siapa pun di apartemen selain dirinya. Beberapa kali ia merasa ada sesuatu yang mengawasinya, terutama saat ia membelakangi cermin itu.

Suatu malam, ketika ia terbangun karena haus, ia melewati cermin tanpa sengaja melirik ke dalamnya. Saat itulah ia melihat sesuatu yang membuatnya membeku—bayangan seorang pria berdiri di dalam cermin, menatapnya dengan wajah ketakutan.

Siska tersentak mundur. Jantungnya berdegup kencang. Itu bukan pantulannya… itu seseorang yang terjebak di dalam sana.

Lalu, suara lirih terdengar dari cermin.

"Tolong aku..."

Siska menelan ludah, tubuhnya gemetar. Ia tahu sesuatu yang mengerikan sedang terjadi. Tapi sebelum ia bisa berbuat sesuatu, bayangan di cermin itu berubah. Mata pria di dalamnya membelalak, dan tiba-tiba, sesuatu yang gelap muncul dari belakangnya, menariknya semakin jauh ke dalam kegelapan.

Cermin itu kembali tenang. Tidak ada suara, tidak ada pantulan aneh. Hanya ruangan yang kosong, seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

Namun kini, Siska tahu… ada sesuatu yang terperangkap di dalam sana. Dan mungkin, jika ia tidak berhati-hati, ia bisa menjadi korban berikutnya.

Cermin itu menunggu. Seperti yang selalu terjadi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam di Rumah Tanpa Nama   09

    Apartemen itu terus dihuni oleh orang-orang baru, dan mereka semua menghilang dengan cara yang sama. Polisi mulai mencurigai tempat itu, tetapi tanpa bukti nyata, kasus-kasus ini tetap menjadi misteri.Lalu, datanglah Alya.Seorang jurnalis muda dengan ketertarikan besar pada kasus-kasus paranormal. Saat mendengar tentang apartemen yang "memakan" penghuninya, ia langsung menyewa unit itu dengan satu tujuan—mengungkap kebenaran.Hari pertama, semuanya tampak normal.Hari kedua, ia mulai merasa diawasi.Hari ketiga, ia mendengar bisikan.Hari keempat, ia melihat sesuatu dalam cermin.Pada malam kelima, Alya memutuskan untuk menghadapi apa pun yang bersembunyi di dalam sana.Ia menyalakan kamera, menempatkan tripod di depan cermin, dan duduk di kursi dengan senter di tangannya."Jika ada sesuatu di sini, tunjukkan dirimu."Keheningan.Beberapa menit berlalu. Alya hampir berpikir bahwa semuanya hanya paranoia… hingga cerminnya mulai bergetar.Retakan kecil muncul di permukaannya, dan baya

  • Malam di Rumah Tanpa Nama   08

    Siska mengira semuanya sudah selesai. Ia buru-buru meninggalkan apartemen itu, membawa hanya barang-barang penting, dan bersumpah tidak akan kembali.Namun, saat ia menginap di rumah temannya, sesuatu yang aneh mulai terjadi.Malam itu, ia terbangun oleh suara ketukan pelan.Tok… tok… tok…Jantungnya langsung berdegup kencang. Tidak mungkin. Cerminnya sudah pecah. Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Ini pasti hanya imajinasinya.Tapi saat ia menoleh ke arah meja rias di kamar tamunya… ia melihatnya.Di cermin kecil di meja itu, ada sesuatu yang bergerak.Siska tercekat. Bayangan hitam yang sama, dengan lubang kosong di tempat mata dan mulutnya, menatap balik ke arahnya.Dan kali ini, ia tersenyum.Tiba-tiba, cermin kecil itu mulai bergetar hebat. Retakan menjalar dari tengah kaca, membentuk pola aneh seperti jaring laba-laba. Dari retakan itu, tangan hitam mulai muncul.Siska panik. Ia melompat dari tempat tidur dan meraih kursi di dekatnya, lalu dengan sekuat tenaga menghantam cer

  • Malam di Rumah Tanpa Nama   07

    Siska tak bisa tidur setelah kejadian itu. Setiap kali ia memejamkan mata, wajah pria dalam cermin—dengan tatapan putus asa dan teror—terus menghantuinya. Siapa dia? Kenapa dia terperangkap di sana? Dan yang lebih penting… apa yang menariknya ke dalam kegelapan itu?Keesokan harinya, Siska mencoba mengabaikan rasa takutnya. Ia berusaha sibuk dengan rutinitas kuliahnya, tetapi pikirannya tetap kembali ke cermin di sudut kamar. Bisakah ia mengeluarkan pria itu? Ataukah ia sebaiknya membuang cermin itu sebelum terlambat?Tapi saat malam tiba, keinginannya untuk mengabaikan cermin itu sirna.Sekitar pukul dua dini hari, Siska terbangun oleh suara ketukan pelan. Tok… tok… tok…Ia membuka matanya dengan jantung berdebar. Suara itu berasal dari sudut kamar. Dari dalam cermin.Dengan napas tertahan, ia berbalik perlahan. Cahaya remang dari luar jendela cukup untuk menunjukkan apa yang terjadi. Kali ini, tidak ada pria itu. Sebagai gantinya, pantu

  • Malam di Rumah Tanpa Nama   06

    Beberapa dekade setelah hilangnya pemilik sebelumnya, cermin itu kembali muncul di sebuah pasar loak. Seorang pemuda bernama Arman sedang berjalan-jalan mencari barang unik untuk melengkapi dekorasi apartemennya yang masih kosong. Matanya tertarik pada cermin tua dengan bingkai ukiran rumit yang tampak berdebu namun tetap memiliki daya tarik tersendiri. Penjualnya, seorang pria paruh baya, menatap Arman dengan pandangan aneh saat ia menyentuh cermin itu. “Kau yakin ingin membelinya?” tanya pria itu dengan nada waspada. Arman mengangguk. “Ya, cerminnya terlihat antik. Cocok untuk ruanganku.” Penjual itu tampak ragu, tetapi akhirnya menerima uang yang diberikan Arman. Saat cermin itu dipindahkan ke apartemen barunya, Arman merasa aneh. Udara di sekitar cermin seolah lebih dingin dibanding bagian ruangan lain. Sesekali, ia merasa ada yang mengawasinya, terutama saat ia berdiri membelakangi cermin itu. Malam pertama setelah membawa cermin itu pulang, Arman terbangun karena suara bisi

  • Malam di Rumah Tanpa Nama   Bab. 05

    Waktu berlalu, dan desa kembali hidup dalam kedamaian. Penduduk tidak lagi berbicara tentang Rumah Tanpa Nama atau kejadian-kejadian aneh yang pernah menghantui mereka. Namun, di sudut pikiran mereka, ada rasa waspada yang tak pernah benar-benar hilang. Mereka tahu, sesuatu masih tertinggal di tempat itu.Sementara itu, cermin kecil yang berdiri di tengah bekas Rumah Tanpa Nama tetap tak tersentuh. Paranormal yang menyaksikan pengorbanan Danang memperingatkan penduduk desa untuk tidak mendekati atau bahkan melihat cermin itu terlalu lama.Namun, rasa penasaran adalah sifat manusia yang sulit dihindari.---Sepuluh tahun setelah pengorbanan Danang, seorang anak laki-laki bernama Raka bermain-main di sekitar lokasi itu. Ia sering mendengar larangan orang tua untuk mendekati tempat tersebut, tetapi rasa ingin tahunya terlalu besar.Suatu sore, ketika matahari hampir tenggelam, Raka berjalan perlahan ke tengah lahan kosong itu. Rumput yang tumbuh di sekitar tempat itu terasa berbeda, sepe

  • Malam di Rumah Tanpa Nama   Bab. 04

    Sejak hari itu, desa benar-benar tenang. Tidak ada lagi suara-suara aneh, mimpi buruk, atau bayangan yang menghantui. Penduduk merasa lega, meski di balik rasa damai itu ada luka mendalam—kehilangan Bima, Sinta, Arif, dan Lila yang mengorbankan diri demi keselamatan semua orang.Namun, seperti yang pernah dikatakan Ki Surya, kegelapan tidak pernah benar-benar hilang.---Lima tahun kemudian, seorang pemuda bernama Danang datang ke desa itu. Ia seorang penulis yang sedang mencari inspirasi untuk novel horornya. Ia mendengar tentang Rumah Tanpa Nama dari cerita-cerita lama penduduk desa dan merasa ini adalah kesempatan emas untuk menciptakan kisah yang menarik.“Mereka bilang rumah itu sudah lama hancur,” ujar salah seorang penduduk yang ia temui. “Tapi anak muda, jangan terlalu penasaran. Beberapa cerita sebaiknya dibiarkan menjadi misteri.”Namun, rasa ingin tahu Danang lebih besar daripada peringatan itu. Ia pergi ke lokasi bekas rumah tersebut, yang kini telah menjadi tanah lapang d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status