“Ada apa diantara kalian?”
“Kalian lagi debat masalah apa? Konsep? Kenapa kita pada nggak tahu?” “Bukan deh, lo ketemu mantannya Pras? Terus Pras ngaku lo sebagai ceweknya?” “Ini lebih masuk akal daripada debat, tapi Pras nggak pernah bawa cewek memang punya?” “Benar juga, selama ini kita nggak pernah tahu ceweknya Pras. Lita, kasih tahu gimana ceweknya Pras.” Lita memilih diam mendengar pertanyaan atau perdebatan teman-teman dari tim, keputusannya menjaga jarak dengan Pras sudah dilakukan sejak kemarin tapi tampaknya Pras tidak ingin Lita menjaga jarak dan selalu memberikan pekerjaan yang berkaitan dengan dirinya, padahal bisa meminta teman yang lain melakukannya dan semua itu dilakukan agar Lita tidak jauh dari Pras, tindakan yang membuat siapa saja curiga. “Lo benar nggak buat salah? Apa lo nolak Pras?” “Nggak.” Lita berdiri meninggalkan mereka yang masih penasaran. Rasa kesalnya pada Pras sudah ingin segera dilampiaskan tapi tampaknya tidak akan pernah bisa dilakukan karena sikap Pras berkebalikan dengan dirinya. Pembicaraan tentang mereka tidak berhenti sampai sekarang, hal ini yang semakin membuat Lita kesal dan ingin membuat perhitungan pada pria itu. “Ya, aku nanti kesana. Sudah lama kita nggak melakukannya, suami kamu kemana? Aman berarti? Bagus kalau begitu, jangan lupa uangnya nanti di transfer.” Lita menghentikan langkahnya untuk keluar dari kamar mandi saat mendengar suara Pras, membuka pintu perlahan setelah memastikan suara Pras sudah tidak terdengar dan prediksinya salah ketika mendapati Pras masih berada disana sedang mencuci tangan. Mereka saling menatap dan tatapannya terkunci satu sama lain, Lita tidak tahu harus melakukan apa ketika melihat tatapan yang Pras berikan. “Permisi, mas.” Lita memutuskan untuk keluar dan menjauh. “Setelah ini kita keluar.” “Kemana? Memang ada jadwal?” Lita mengerutkan keningnya mencoba mengingat jadwal mereka “Mas nggak lagi buat kita pergi berdua lagi, kan?” Lita memicingkan matanya menatap Pras yang langsung terdiam. Pras menatap kesal pada Lita yang selalu bisa membantahnya, penolakan pertama yang dilakukan wanita dan wanita ini lebih muda darinya. Lebih menjengkelkan lagi wanita yang menjadi asistennya ini mengetahui rahasianya, lamaran yang dilakukan depan ayahnya tidak berhasil dilakukan dengan mudah. “Ikut, tidak menerima apapun alasannya.” Pras berkata dengan nada dingin. Lita menghembuskan napasnya panjang, mengikuti langkah Pras dari belakang dengan menyiapkan segala persiapan mereka. Lita sendiri tidak tahu akan bertemu dengan siapa, tapi yang pasti harus segera menyelesaikan tugasnya dengan cepat agar tidak bertemu atau bersama Pras terlalu lama. Diam, salah satu hal yang dilakukan Lita saat ini. Bibirnya seakan malas mengeluarkan suara, walaupun hanya bertanya tentang tujuan mereka. Pras sendiri tidak tahu akan membawa Lita kemana, mobilnya berjalan tidak tentu arah dan akhirnya memikirkan membawa Lita ke salah satu cafe yang dilewatinya. “Ketemu sapa, mas?” tanya Lita menatap cafe yang ada disampingnya “Belum buat materi apapun ini.” Pras memilih tidak menjawab pertanyaan dengan keluar dari mobil, melihat itu Lita hanya bisa menghembuskan napasnya panjang sebelum akhirnya mengikuti apa yang Pras lakukan. Menunggu kedatangan Lita dengan berhenti di pintu masuk, setelah melihat Lita melangkah mendekat dengan segera mengunci pintu mobilnya dan melanjutkan langkahnya masuk kedalam. “Mas pernah kesini?” tanya Lita tepat ketika mereka sudah duduk sesuai arahan dari pegawai cafe. “Nggak juga,” jawab Pras sebenarnya. “Mas, belum bilang kita mau ketemu siapa?” tanya Lita lagi. Pras sedikit berterima kasih dengan kedatangan pegawai cafe yang bertanya tentang pesanan mereka, membuka buku menu sambil menunggu Lita yang pesan terlebih dahulu, tapi tampaknya akan lama dengan cepat Pras langsung memesan untuk dirinya yang diikuti Lita setelahnya. Tatapan mereka bertemu dan seketika jantung Pras berdetak kencang, hal yang tidak pernah dirasakan pada wanita lain. “Mas, jadi kita ketemu siapa? Biar bisa buat presentasinya.” “Aku mau membahas tentang apa yang kamu dengar tadi,” ucap Pras langsung. “Tenang saja, rahasia aman. Aku nggak akan buka ke orang-orang kantor apalagi ayahnya mas. Lagian nggak ada gunanya kasih tahu perbuatan mas ke orang lain, nggak ada untungnya.” Lita menenangkan Pras. “Rencana lamaran tetap berjalan.” Pras tetap membahas tentang lamaran. “Mana ada? Selesaikan dulu masa lalu mas baru melamar.” Lita menggelengkan kepalanya. “Memang kamu mau kalau masa lalu selesai?” tanya Pras penuh harap. “Nggak!” Pras membelalakkan matanya “Apa yang mas lakukan itu pastinya bukan hanya ciuman yang aku lihat waktu di pertemuan pertama kita di Bali, pertemuan kedua mas keluar dari apartemen dengan kondisi wanitanya menggunakan pakaian seksi, aku bukan orang polos dan bodoh yang tidak tahu apapun.” “Aku bersih, aku rutin melakukan pemeriksaan.” Pras membela dirinya. Lita tersenyum, bibirnya tertutup saat pegawai cafe mengantarkan pesanan mereka. Menatap pesanan yang ada diatas meja seketika jiwa mengabadikan sesuatu hadir, Lita mengambil ponselnya dan langsung mengambil beberapa gambar dari menu yang dipesannya. “Nggak sekalian punya aku di foto?” Lita menggelengkan kepalanya “Mau aku yang fotoin?” “Nggak usah, mas. Selamat makan.” Pras menghembuskan napasnya perlahan melihat bagaimana santainya Lita, jika boleh jujur saat ini perasaannya tidak tenang. Pengakuan didepan ayahnya yang mengakui Lita sebagai kekasih dan keinginan ayahnya agar segera menikah, tidak hanya itu membuat Lita bisa kerjasama sangat sulit. Pras tidak pernah kesulitan jika berhubungan dengan pekerjaan, tapi jika berhubungan dengan pribadi sangat tidak mudah. “Kamu pernah datang kesini?” tanya Pras penasaran saat melihat Lita makan dengan sangat lahap. “Pernah, cafe ini punya salah satu pegawai hotel.” “Hotel? Hotel apa?” tanya Pras penasaran. “Lita, kamu disini juga?” “Tama?” Lita terkejut melihat keberadaan Tama “Ngapain disini?” “Biasa disuruh belajar tentang cafe, kamu?” “Temani bos makan,” jawab Lita dengan suara pelan. Pras melihat interaksi mereka berdua dengan tangannya yang menggenggam erat, perasaan tidak nyaman hadir melihat pemandangan itu. Mereka berdua tidak memiliki hubungan lebih, jawaban Lita memang benar jika dirinya adalah bos atau atasannya saat bekerja. Mereka berdua tertawa tanpa ada niat dari Lita memperkenalkan mereka, hembusan kasar dikeluarkan pelan agar mereka tidak tahu. “Siapa tadi?” tanya Pras bertepatan dengan Tama yang pergi. “Teman,” jawab Lita yang meyakinkan jika mereka berdua adalah teman, mereka tidak memiliki hubungan apapun sama sekali kecuali saudara yang saling menikah. “Kalian dekat? Pacaran?” tanya Pras penasaran. “Bukan urusan mas.” Lita menjawab sambil lalu. Pras menghembuskan napasnya panjang “Kamu nggak lupa kalau...” “Ayah mas yang tahu hubungan kita, bukan banyak orang.” Lita memotong kalimat Pras yang sudah dihafal luar kepala. “Aku memang serius sama kamu, apa nggak boleh?” “Aku sudah kasih jawabannya, mas.” Lita tampak lelah menjawab Pras yang berputar di itu-itu saja. “Selesaikan makanmu, kita langsung balik.” “Jangan terlalu jauh masuk dalam kehidupanku.”“Cantik, Pras pasti terpesona.”“Pras atau Rendra sih?” “Pras nama buat teman-temannya, Rendra khusus keluarga.” Lita menjawab Berry yang disampingnya.“Kita manggilnya Pras, Teh.” Laras memberitahu Berry yang menganggukkan kepalanya.“Rombongan pengantin pria sudah datang.” Dona memberitahukan setelah membuka ponselnya.Mendengar informasi jantungnya kembali berdetak kencang, perasaannya sangat tidak menentu. Tepukan di bahu pelan membuyarkan semua pikiran Lita, menatap ketiga kakak iparnya yang tersenyum lebar. Lita hanya bisa membalas dengan senyum lebar, menghilangkan perasaan gugupnya dengan meremas satu sama lain.“Kamu nggak keluar?” tanya Dara yang dijawab Lita dengan gelengan kepalanya.“Nunggu kata sah baru keluar, biar Pras fokus.” Berry memberikan informasi yang diangguki Dara.Ruangan hanya mereka berlima, suara yang mendominasi adalah televisi menampilkan ke
“Kamu tahu kenapa kita ajak ketemuan, kan?” Rendra menganggukkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan Seno, tatapannya pada ketiga pria yang sedang menatap kearahnya dengan tatapan sama. Rendra sangat tahu apa yang akan mereka bertiga bicarakan, semua pasti berkaitan dengan hubungannya bersama adik mereka yang tidak lain calon istrinya.“Lita nggak tahu kita ketemuan? Kamu nggak kasih tahu, kan?” tanya Hardian yang dijawab Rendra dengan gelengan kepala.“Aku udah bilang kalau dia lembur,” sahut Fandi memutar bola matanya malas “Kamu tahu alasan ini, kan?” “Tahu, Kang.” Rendra menganggukkan kepalanya.“Masih mau lanjut?” tanya Hardian terlebih dahulu.“Mau mundur juga uang udah keluar, jadi apa yakin?” sambung Seno yang diangguki Rendra tanpa ragu “Apa sih yang kamu suka dari Lita? Manja gitu.”“Semua dari Lita, Kang.” Rendra mengatakan tanpa keraguan.“Halah...sekarang aja begini, nanti ka
“Sudah yakin? Kamu nggak akan menyesal nantinya? Kamu tahu masa lalu Pras, yakin dia benar berubah? Kalau dia nanti balik lagi gimana? Kamu siap?” Lita menatap tidak percaya mendengar pertanyaan Dara, pertanyaan yang keluar setiap kali membahas tentang Rendra dan sudah dijawabnya berulang kali dengan jawaban yang sama, tapi tampaknya sang sahabat memang tidak ingin dirinya menyesal nantinya.“Pertanyaan kamu sudah aku jawab berulang kali, apa nggak bosan? Aku harus yakin kalau dia berubah, lagian taruhannya besar kalau sampai dia nggak berubah dan asal kamu tahu aku bukan wanita lemah.” Lita menatap malas pada Dara, mengatakan tujuannya datang ke tempat sang sahabat “Aku kesini mau minta bantuan.” “Bantuan apa?” tanya Dara penasaran.“Bantu aku menyiapkan proses pernikahan.” Lita menatap penuh harap kearah Dara.“Memang kapan? Masih lama, kan? Kaya diburu apa aja, kebiasaan semua serba dadakan.” Lita menggelengkan
“Akhirnya! Kita akan menjadi keluarga.” “Ya, Pak.”“Masa masih panggil begituan? Bentar lagi jadi keluarga loh.” Rendra menatap tidak enak pada Fandi mendengar nada protes dari Berry yang diangguki lainnya, Fandi sendiri memilih diam tidak menghiraukan kalimat godaan tersebut.“Grogi tadi?” tanya Dona yang duduk disamping Fandi, Rendra memilih menganggukkan kepala sambil tersenyum “Aku dengar mau lanjut kuliah? Kerja di rumah sakit juga jadi staf GA, benar?” “Nggak usah tarik dia.” Seno memberikan peringatan.“Aku hanya tanya, Kang. Nggak ada niat begitu.” Dona mengerucutkan bibirnya.“Aku udah punya perjanjian sama Pras, sayang.” Fandi memberikan informasi yang membuat semua tertarik “Masalah kantor lawyer yang aku buat, aku butuh orang yang bisa dipercaya dan karena hubungan Pras dan Lita akhirnya kepikiran itu.”“Lita panggil Rendra, Fandi panggil Pras. Memang nama yang benar siapa? Kita ma
“Malah ketawa! Aku itu kesal sama papa dan mama yang malah mau ikut campur rencana lamaran, malah hubungi keluarga besar buat datang ke acara lamaran. Aku udah bilang kalau acaranya sederhana.” Rendra melupakan rasa kesal pada kedua orang tuanya “Mama katanya udah hubungi mama kamu?” Lita menghentikan tawanya sambil menganggukkan kepalanya ketika melihat ekspresi Rendra yang mengerucutkan bibirnya “Papanya mas memang benar, aku tahu kalau mas sedang menahan diri selama sama aku. Makasih, sayang sudah bisa bertahan selama ini. Mama memang hubungi mama aku, mereka bicara banyak hal dan kayaknya bakal berubah dalam lamaran besok.” Lita membelai pipi Rendra pelan dengan tatapan lembut sambil menjelaskan apa yang terjadi “Jadi sekarang sudah yakin melamar? Kang Fandi datang jumat malam, aku langsung ke Bandung sama mereka.”“Jadilah, mama udah booking hotel dekat rumah kamu. Mama bilang karena hanya keluarga jadinya nggak enak kalau nggak buka kamar, pantas bookin
“Uang itu uang kamu, mau dipakai apa terserah. Lagian kenapa dulu nggak dipakai? Sekarang terserah mau dipakai buat apa, kami mempersiapkan semua kebutuhan kamu selama kuliah. Papa tahu kalau kamu memang nggak ada minat di kedokteran, tapi bukan berarti kami nggak memberikan kamu uang untuk kuliah. Memang kamu pakai buat apa? Lamaran?.”Rendra menggelengkan kepalanya “Aku mau lanjutin kuliah, pa.”Suasana seketika hening ketika Rendra mengatakan niatnya, melanjutkan kuliah dengan jam kerja yang dirasa sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya. Mengambil jam kuliah malam, sedangkan paginya akan kerja. Lita sudah tahu dan membantunya memilih kampus, awalnya akan kembali ke kampus lamanya tapi kakak kedua Lita yang tidak lain mantan dosennya memberikan saran kampus lain.“Kamu tetap melamar Lita, kan?” tanya Amelia memecah keheningan.Rendra tersenyum mendengar nada suara sang mama khawatir “Ya, ma. Minggu depan kita lamar Lita, kakaknya bisa