LOGINShazia Adena Malik menyewa seorang model pria untuk pura-pura tidur dengannya, demi membatalkan perjodohan yang diatur keluarga Malik untuknya. Namun, Shazia sama sekali tak menyangka jika pria yang berpura-pura tidur dengannya adalah pria yang ia takuti di dunia ini, tak lain adalah kakak angkatnya sendiri. Rayden Haitham Malik! Gara-gara hal tersebut, Shazia berakhir menikah dengan Rayden, sang kakak angkat yang sangat dingin serta suka menghukum! "Aku sudah besar dan dewasa, jadi Kak Rayden sudah tidak boleh menciumku. Terlebih bibirku karena itu jatah untuk suamiku." Shazia Adena Malik. "Aku suamimu jika kau lupa, Shazia Adena Malik." Rayden Haitham Malik.
View MoreSeorang perempuan duduk dengan begitu tegang di pinggir ranjang, dalam sebuah kamar hotel. Dia sedang menunggu model pria yang telah ia sewa untuk tidur dengannya.
Ceklek' Mendengar suara pintu yang dibuka, Shazia Adena Malik–perempuan berusia 22 tahun itu menoleh ke arah sumber suara untuk melihat siapa yang datang. Namun, dia sama sekali tak bisa melihat apa-apa sebab matanya tertutup rapat. Dia sengaja merekatkan bulu mata bawah dengan bulu mata atas, menggunakan lem bulu mata palsu. Dia melakukan itu karena dia tak ingin mengenali wajah model yang dia sewa, tujuannya agar dia dan pria yang ia sewa tak canggung apabila bertemu di kemudian hari. "Kamu temannya kakaknya Kania yah?" tanya Shazia, ketika dia merasa jika pria itu telah berdiri depannya. Pria yang ia sewa adalah seorang model yang merupakan teman dari kakak sahabatnya. Sebenarnya Shazia tak ingin benar-benar tidur dengan model pria ini. Dia hanya ingin mengambil foto dirinya dan pria ini yang tidur di ranjang, seolah mereka melakukan hubungan suami istri tapi sebenarnya tidak. Dia melakukan ini untuk membatalkan perjodohan yang direncanakan oleh pamannya untuknya. Shazia dijodohkan dengan seorang duda berusia 45 tahun yang sudah memiliki anak berusia 12. Tentu saja, Shazia tidak mau menikah dengan duda berusia 45 tahun sedangkan ia gadis berusia 22 yang masih polos. Namun, Shazia tak bisa menolak secara langsung. Dia hanya anak angkat di keluarga Malik dan dia tidak bisa membantah. Jadi Shazia melakukan cara ini, berharap dengan ini pria yang dijodohkan dengannya akan menolak sendiri perjodohan tersebut. "Tu-tunggu!" Pria itu tiba-tiba menyentuh pipi Shazia, membuat Shazia refleks menepisnya. Jujur saja, Shazia sangat gugup karena ini pertama kalinya dia melakukan hal gila. Jika kakak angkatnya yang saat ini sedang di luar negeri mengetahui apa yang dia lakukan sekarang, bisa dipastikan Shazia berakhir mengenaskan. Kakak angkatnya adalah orang yang membesarkannya akan tetapi sangat dingin dan galak. 'Aroma parfum Kakak.' batin Shazia, di mana jantungnya berdebar sangat kencang ketika penciumannya menangkap aroma familiar. Meskipun sudah tujuh tahun tak bertemu dengan pemilik aroma ini, akan tetapi otaknya mengingat dengan sempurna aroma wangi ini. 'Ah, hanya kebetulan saja! Mungkin parfum pria ini sama dengan parfum Kakk. Lagian Kakak masih di luar negeri.' batin Shazia, menepis jika pria ini adalah kakaknya. Karena tak mungkin! Kakaknya masih di luar negeri dan dia sangat senang akan hal itu sebab kakaknya adalah orang yang sangat galak serta banyak aturan. Hidup Shazia bebas setelah kakaknya menetap di luar negeri. "Umm … ini hanya pura-pura, jadi tidak ada kontak fisik berlebihan," ucap Shazia kembali, mendongak pada sosok pria di depannya. "Humm." Suara deheman yang terdengar berat, mengalun di telinga Shazia. Deg-deg-deg' Jantung Shazia kembali berdebar kencang. Suara ini … sangat familiar, mirip suara dari seseorang yang sering menghukum Shazia untuk berdiri di sudut ruangan. Kakaknya! 'Ah, tidak. Kakak sedang di luar negeri. Sekalipun hari ini aku wisuda, dia tidak akan pulang.' batin Shazia, mencoba menenangkan diri. Yah, hari ini Shazia melaksanakan wisuda di kampusnya. Setelah pulang dari acara tersebut, Shazia segera ke hotel ini untuk melancarkan rencananya. Besok, pamannya dan pria itu akan datang untuk meresmikan perjodohan atau membahas pernikahan. Shazia tak punya waktu yang banyak! "I-ingat, ini hanya pura-pura yah," ujar Shazia lagi, meraba ranjang lalu bergegas naik ke bagian tengah. Di sisi lain, pria itu bersedekap di dada, melayangkan tatapan membunuh pada Shazia. Dia melepas tuxedo mahal yang membungkus tubuhnya lalu naik ke atas ranjang. Dia mendekati Shazia yang terlihat kesusahan melepas kebaya. Dia tebak perempuan ini langsung ke sini setelah acara wisudanya berakhir. Pria itu mengambil posisi duduk di belakang Shazia, dia mengulurkan tangan–membantu gadis nakal ini untuk menurunkan resleting pada bagian belakang kebaya, bagian punggung. "Aku bisa melakukannya sendiri," ucap Shazia, refleks menoleh ke belakang lalu meraba-raba agar mengetahui posisi pria itu. "Waktuku tidak banyak, aku akan membantumu," ucap pria itu dengan suara bariton yang berat dan deep. Jantung Shazia lagi-lagi berdebar sangat kencang. Suara ini sangat mirip dengan suara kakaknya. Namun, tak mungkin pria ini adalah kakaknya. Jika pria ini kakaknya, pria ini pasti akan mengamuk dan memarahinya. Yah, selain aroma parfum, mungkin pria ini juga punya suara yang mirip dengan kakaknya. "Ta-tapi jangan pegang-pegang yah. Ingat, ini cuma pura-pura," ucap Shazia dengan nada tegas. "Humm." Pria itu hanya berdehem sebagai balasan. Selanjutnya, Shazia membiarkan pria itu membantunya melepaskan kebaya ketat yang membungkus tubuhnya. Saat kebaya itu lepas, Shazia buru-buru meraba-raba bantal. Lalu setelah mendapatkannya, dia langsung menutupi tubuhnya dengan bantal tersebut. "Aku sudah meletakkan kamera di atas televisi," ucap Shazia, di mana meja televisi berada di depan ranjang. Sebelum dia menutup mata dengan lem perekat bulu mata palsu, Shazia lebih dulu memastikan semua. Termasuk memastikan kamera berada di tempat yang strategis. "Nanti kamu tekan ini--" Shazia meraba meja nakas lalu meraih sebuah remot kecil di sana, kemudian dia menyerahkan remot tersebut pada pria tersebut, "agar kameranya mengambil foto kita." "Humm." Pria itu lagi-lagi hanya berdehem. "Aku akan tidur, da-dan kamu lepaskan bajumu agar kita benar-benar terlihat seperti sedang melakukan hubungan suami istri," ujar Shazia, membaringkan tubuh secara perlahan lalu menutupi dirinya dengan selimut. Di dalam selimut, Shazia melepas tanktop lalu menurunkan tali bra supaya pundaknya terlihat telanjang, seakan dia tidak mengenakan apapun. Setelah itu, dia memposisikan selimut hingga ketek. Pundak mulusnya terlihat, seolah tubuhnya polos tanpa sehelai benangpun di balik selimut. Sejak awal pria itu sudah melepas kemejanya, jadi dia hanya tinggal berbaring di sebelah Shazia. Namun, dia melanggar rules yang Shazia katakan. Dia mendekat pada Shazia, memeluk perempuan itu dari belakang lalu menelusup ke ceruk leher Shazia. "A-apa yang anda lakukan?!" panik Shazia, meraba kepala pria itu lalu mendorongnya agar menjauh dari lehernya. "Kau ingin hasil yang natural bukan?" ujar pria itu, tetap memposisikan kepala pada ceruk leher Shazia. "Ya. Tapi aku tidak mau disentuh. Cukup pura-pura tidur saja. Tolong menjauh!" pekik Shazia, mulai takut dan panik. "Jika kau takut, kenapa nekat melakukan ini, Humm?!" Alih-alih menjauh, pria itu mengeratkan pelukannya pada Shazia. Tubuh keduanya berbalut selimut dan itu benar-benar membuat mereka terlihat seperti tengah bergulat panas di atas ranjang. "Pokoknya aku tidak membayarmu untuk melakukan ini," jerit Shazia setengah marah, mencoba mendorong pria itu akan tetapi dia tidak berhasil. "Kau bukan perempuan yang kuinginkan, jadi tenanglah," bisik pria itu tepat di sebelah daun telinga Shazia. "Percaya padaku dan kau akan mendapatkan hasil yang bagus," lanjutnya. Seakan terkena hipnotis, Shazia mendadak diam. Meskipun dibalut rasa takut dan panik, akan tetapi dia mencoba memberikan kepercayaan pada pria itu. Dia membiatkan pria itu memeluknya dan menelusup pada ceruk lehernya. Setelah mendapatkan foto dengan gaya tersebut, pria tersebut mengarahkannya untuk mengubah posisi. Saat ini Shazia memeluk pria tersebut, di mana dia tidur dengan berbantalkan lengan si 'pria. Pria itu juga duduk di atas perutnya, membuat mereka sedang melakukan hubungan suami istrinya. Setelah banyak mengambil foto, pria itu turun dari ranjang. "Tolong ambil kameranya dan … besok sore, kirim fotonya ke alamat yang sudah kuletakkan di bawah kamera," ucap Shazia, memeluk selimut sambil meraba-raba ranjang untuk menemukan kebayanya. Pria itu menaikkan sebelah alis. "Kau tidak takut aku menyebar foto-foto ini, Humm?" "Kalau kamu sebar, aku tidak membayarmu," ujar Shazia, "lagian aku tahu kamu siapa. Karir model-mu bakalan hancur kalau berani menyebarnya," lanjutnya, memberi ancaman pada pria itu. "Cih." Pria itu berdecis pelan, mengambil kamera dan sebuah kertas berisi alamat di bawah kamera. Setelah itu, dia beranjak dari sana, meninggalkan Shazia yang langsung menghela napas lega sebab pria mengerikan itu telah pergi. Yah, mengerikan karena dia melanggar rules yang Shazia katakan. Pria itu mencium leher Shazia, memeluk Shazia, dan duduk di atas perut Shazia. Ah! Dia sangat merinding melakukan semua itu. Beruntung dia menutup mata sehingga jika suatu saat dia bertemu dengan pria tadi, Shazia tak akan malu sebab dia tak mengenal pria itu. Shazia melepas lem bulu mata lalu buru-buru mengenakan pakaiannya. Tiba-tiba saja handphone Shazia berdering, di mana kepala maid lah yang menghubunginya. "Ada apa, Bu?" ujar Shazia setelah mengangkat telepon. 'Nona, anda di mana? Tuan Rayden telah pulang dan Tuan mencari anda.' Deg'Hari ini Shazia kembali ke kantor, bukan untuk bekerja akan tetapi melakukan suatu hal. Untungnya tanpa ada yang curiga, Shazia berhasil melakukan hal tersebut–mengambil semua desain miliknya yang akan diluncurkan bulan ini lalu menghapus data yang tertinggal di komputer, tanpa meninggalkan jejak sedikitpun. Setelah itu, Shazia mulai merapikan meja kerja. Namun, dia hanya mengambil barang paling penting agar tak ada yang curiga dengan rencananya. Setelah mengemasi barangnya, saat makan siang, Shazia segera pergi dari kantor. Agar tidak curiga, dia pamit untuk menemui Kania. Bian? Beberapa minggu yang lalu, dia dan ayahnya pergi ke luar negeri untuk menyusul Rayden. Sama seperti Rayden, Bian juga tak ada kabar. Ketika dia di lobi, dia bertemu dengan Evelyn, Luna, dan Georgie. Evelyn terlihat bangga, langsung memasang wajah angkuh pada Shazia, akan tetapi Gerogie pergi begitu saja–enggan menatap Shazia. Aneh! "Wow, mentalmu kuat juga," ucap Luna, bersedekap angkuh sambil me
"Yah, Shazia," sahut Evelyn dari tempatnya, sengaja memegang perutnya di hadapan Shazia, "aku sedang hamil anak Tuan Rayden dan Tuan berjanji akan menikahiku setelah urusan Tuan di luar negeri selesai," ucap Evelyn dengan nada manis, akan tetapi menatap angkuh pada Shazia. Kali ini, dia pastikan dialah pemenangnya. Shazia benar-benar akan tersingkirkan olehnya. "Apa buktinya?" tanya Shazia dengan nada lemas, mencoba tetap tegar walaupun hatinya bergetar sakit. Ini seperti mimpi buruk! Dunianya terasa runtuh, gelap, dan hancur. Gilanya, ini terjadi di hari ulang tahunnya. "Ini." Evelyn mengeluarkan bukti laporan medis dan sebuah foto saat dia bersama Rayden. Shazia mengambil catatan medis dan juga foto yang diberikan oleh Evelyn. Hatinya begitu pedih saat melihat foto Rayden dan Evelyn tidur bersama, di mana dalam foto tersebut wajah Rayden begitu tenang dan sedikit pucat–terlihat tidur pulas. Lalu ada Evelyn di sebelahnya yang sedang senyum lebar dan manis. Foto tersebut
Hari ini Shazia pergi ke rumah sakit untuk cek kesehatan. Dia merasa beberapa hari ini, tubuhnya jauh lebih lemah, kurang semangat, seting pusing, dan bahkan tadi pagi dia mual. Awalnya Shazia ingin mengabaikan karena mungkin itu efek dari rindu dan beban pikirannya, di mana beberapa hari ini Rayden tidak lagi menghubunginya. Namun, tadi pagi dia muntah-muntah, pada akhirnya Shazia memutuskan untuk tes kesehatan. "Ih, seharusnya kamu bahagia, Zia Sayang," ucap Kania sambil merangkul Shazia. Hasil laporan medis Shazia sudah keluar dan Shazia maupun Kania sudah melihat hasilnya. Sebenarnya dokter yang memeriksanya sudah memberitahu kondisi Shazia, hanya saja bukti laporan medis ini memperjelas kondisinya. "Senyum dong, Shazia," gumam Kania, menatap Shazia dengan campur aduk. "Aku senang kok." Shazia berkata dengan nada pelan, menoleh pada Kania sambil menatap sayu pada sahabatnya tersebut, "tapi aku takut. Mas Rayden pernah bilang kalau dia tidak mau punya anak." "Ti-tidak mungk
'Menunggu bintang jatuh?' "Iya." Shazia menjawab cepat, "untuk membuat permohonan." 'Permohonan apa?' tanya Rayden di seberang sana. Bola mata Shazia menoleh ke sana kemari, bingung harus menjawab apa. Beruntung otaknya mendapatkan jawaban cepat dan tepat yang bisa membuatnya selamat dari Rayden. "Permohonan agar masalah di perusahaan cepat terselesaikan oleh Mas Rayden." 'Humm.' Rayden berdehem singkat. Lalu tak lama sambungan video call berakhir, Rayden harus berangkat ke kantor. Shazia senang sekali karena hari ini dia bisa video call dengan suaminya, dia melihat wajah dari sang Buto ijo yang apabila marah sangat mengerikan. Tapi itu tidak masalah baginya, yang terpenting dia melihat wajah suaminya. Setelah itu, Shazia buru-buru membersihkan tubuh–mandi, lalu segera sarapan yang kolaborasi dengan makan siang. Hari ini Shazia tidak ke kantor karena dia terlambat bangun. Dia memilih bersantai di halaman samping sambil membuat sebuah desain cincin. Sekarang pekerjaan Shazia le












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Ratings
reviewsMore