Kamu tahu rasanya terjebak di antara cerita cinta masa lalu?
Sesek, nggak enak, kayak di bus penuh orang dan kamu ada di tengah lagi desak-desakan.🍃🍃🍃NIAT bertemu klien dan mengambil motornya dari bengkel sirna sudah begitu Galih meminta Agus mengerjakan tugas lain di kantor. Dara pun keberatan menemui klien sendirian, karena selain sedang tidak bawa kendaraan, klien yang satu ini juga agak ... menjengkelkan."Apa kamu mau berangkat menemui klien dengan saya?" tawar Galih tiba-tiba.Ragu-ragu, Dara menatap Agus yang menganggukkan kepala. "Daripada lo sendirian ketemu mereka, mending sama Pak Bos, biar ada yang ngelindungin lo kalau sampai terjadi apa-apa," kata Agus pelan.Dara pun menganggukkan kepala menatap Galih. "Baik, Pak.""Kalian janji temu di mana dan jam berapa?"Dara menyebutkan waktu dan tempat mereka bertemu dengan klien, sebelum pamit dari sana. Dia tetap harus naik taksi, karena ia tidak mungkin meminta numpang ke mobil Galih atau mobil Felicia setelah peristiwa tadi pagi."Tapi, kalau dipikir-pikir lo emang apes banget hari ini. Mau ketemu klien mesum dan pakaian lo malah kayak gitu," Agus melirik pakaian Dara secara terang-terangan. "Apa lo nggak mau pulang dulu, Ra? Gue pinjemin motor, deh, biar lo bisa balik dulu.""Andai aja gue bisa pakai motor gede lo, Gus. Gue pasti langsung pulang tanpa babibu lagi. Masalahnya kan lo tahu, kalau gue nggak bisa naik moge."Dara menunjukkan ekspresi muram. Dia pernah mencoba naik motor gede dan ia malu sendiri karena selain kakinya yang tidak sampai, dia pun kebingungan saat mau menyalakan mesinnya.Agus hanya tertawa pelan mengingat peristiwa beberapa bulan silam saat ia berniat meminjamkan motornya pada Dara, tapi perempuan itu tidak bisa memakainya. Setiap kali ingat peristiwa itu, Dira, Farhan, bahkan dirinya kerap menggoda Dara."Oke, gue mau-mau aja nganterin, tapi gue yakin si Bos nggak akan setuju." Agus tersenyum kecut, dia bahkan curiga Galih sengaja melakukannya untuk menjauhkannya dari Dara siang ini.Memang bos sialan yang suka seenaknya sekali, umpatnya dalam hati."Yang sabar, ya, doain gue bisa pulang baik-baik aja," pamit Dara yang kini mengambil tasnya.Agus mendelik. "Lo harus balik baik-baik aja, Ra. Kalau lo nggak balik dengan selamat, gue mutilasi itu si Bos nggak guna.""Dih, gayaan lo ngomong gitu!" Dira tiba-tiba melongokkan kepala sambil menatap Agus mencemooh. "Emang lo berdua nggak jadi berangkat bareng?""Kagak, si Bos mau berangkat sama Dara," jelas Agus dengan nada ngajak ribut."Ceh, malah dijadiin kesempatan buat modus!" cemooh Dira.Dara mendengkus. "Nggak gitu juga kali, gue berangkat ke sana naik taksi. Apalagi ntar baliknya gue mau ke bengkel dulu buat ambil motor, mana bisa gue tiba-tiba minta semobil sama si Bos?""Dara, berangkatnya sama saya, ya!""Hah?!" Dara menoleh, dia mendapati Galih sedang berjalan ke arahnya."Lokasinya saya tahu, tapi saya lupa di mana jalannya. Dan kebetulan hari ini saya bawa mobil sendiri. Jadi, bisakah kamu menunjukkan jalannya pada saya?""Bisa, Pak." Walau dalam hatinya Dara menggerutu, Kalau nggak tahu jalan kan bisa buka g****e maps. Kenapa juga harus gue yang nunjukin jalannya, sih?Lalu ia tersentak saat menyadari sesuatu yang menurutnya janggal. Kemarin, dia melihat Galih dan Felicia satu mobil, pulang bareng, lalu kenapa hari ini Galih bawa mobil sendiri?Kalau begitu yang tadi pagi ... bukan Galih pelakunya, tapi benar si Felicia yang mencari gara-gara dengannya.***Dara bergonta-ganti posisi duduknya sejak tadi. Terlihat sekali kalau dia sedang tidak nyaman saat ini. Bukan hanya perkara Galih yang kini berada di sebelahnya dan membuat dadanya terasa ngilu akibat dentum jantung yang bertalu-talu. Juga karena klien yang akan mereka temui sebentar lagi.Dara mendesah kasar. Kepalanya berpaling ke arah jendela, mencoba membuang tatapannya untuk menghadap jalanan daripada menatap Galih dan membuatnya semakin tidak nyaman lagi."Lampu merah di depan, kita belok ke mana?" tanya Galih tiba-tiba."Lurus saja, Pak," jawabnya tanpa memandang Galih sama sekali."Apa setidaknyaman itu kamu dengan saya, sampai menatap saya pun enggan? Takut baper?"Dara merasa jantungnya berhenti berdetak untuk beberapa detik. Kepalanya langsung menatap Galih yang juga tengah menatapnya penuh arti."Kenapa Bapak bilang begitu? Saya tidak mau menatap wajah Bapak, bukan berarti saya takut hanyut perasaan ke Bapak. Saya memang sedang merasa kurang nyaman.""Kurang nyaman kenapa? Apa karena kehadiran saya?" Galih menatap Dara lurus-lurus, nada suaranya tenang, penuh percaya diri, tapi Dara tidak mungkin diam saja dan mengiyakan semua kalimat itu, kan?"Bukan karena Bapak, tapi karena klien kita nanti." Dara mengembuskan napas kasar. "Bapak akan melihatnya sendiri sebentar lagi."Dara bisa melihat Galih mengernyitkan dahi sekilas, sebelum kembali fokus menatap jalanan. Sedang Dara kembali mengatur napasnya dan degup jantungnya yang tak keruan,Galih benar, dia memang tidak nyaman berada di posisi ini. Walau memang benar bos dan bawahan kerap pergi bersama untuk menemui klien berdua, tapi di luar status itu mereka pernah memiliki hubungan lain yakni sebagai pasangan kekasih.Dan kini, Dara juga tahu kalau si Bos sudah punya perempuan lain. Felicia ... sosok yang benar-benar tidak Dara harapkan keberadaannya.GALIH benar benar datang menjemputnya di pagi buta. Dia bahkan datang jam satu pagi, lalu kisruh sendiri di rumah Dara untuk menggotong koper koper besar bawaan ibu dan adiknya.Dia sudah seperti kurir pengangkut barang alih alih orang yang datang untuk carmuk di depan keluarga Dara.Saat sampai stasiun kereta api, Galih bahkan tetap di sana sampai keretanya benar benar berangkat. Dia hanya melambaikan tangan dan membiarkan Dara pergi bersama keluarganya menuju kampung halaman mereka.Galih menghela napas kasar. Satu minggu berhubungan jarak jauh dengan pujaan hatinya, apakah dia sanggup melakukannya?Sanggup atau tidak, dia harus bisa melakukannya.Sebenarnya, Galih sudah bisa resign dari pekerjaan sementaranya mulai bulan depan, karena sumber masalah sudah ditemukan juga calon penggantinya sudah didapatkan.Hanya saja dia belum mau pergi, karena Dara bekerja sebagai bawahannya. Dia masih ingin tebar pesona, cari kesempatan, dan pedekate ulang dengan mantan pacar cantiknya ini. Setid
"BESOK pagi-pagi banget aku ke sini lagi, soalnya aku mau anterin kalian ke stasiun kereta api," kata Galih sebelum dia benar-benar pergi."Kamu nggak usah repot-repot gitu, deh. Kami bisa berangkat sendiri kok," tolak Dara mentah-mentah."Aku enggak repot, Dara. Besok kantor juga libur. Jadi nggak masalah kalau aku nganter kalian pagi-pagi banget kayak gitu." Galih tetap kukuh dengan niatnya."Tapi aku berangkatnya jam dua pagi, Aji." Dara mengembuskan napas kasar.Kenapa Galih kukuh sekali mau mengantarnya pergi, sih?"Kamu nggak usah aneh-aneh gitu, deh. Aku kan bisa nyewa gocar atau taksi online, jadi kamu nggak harus antar jemput segala."Galih menatapnya dengan tatapan tidak suka. "Kamu harus mau dianterin sama aku atau aku bakal larang kamu buat pergi besok?" ancamnya dengan raut wajah serius.Dara langsung mencibir, "Kamu mau larang aku kayak gimana coba? Bukannya kamu udah kasih izin aku buat cuti dari kantor, ya?""Nurut aja kenapa, sih, Ra? Aku yang nganter nggak ngerasa ud
JIKA semalam Dara bisa membawa motornya berkelit memasuki jalanan sempit untuk mencegah Galih mengikutinya, kali ini dia tidak bisa melakukannya. Bahkan hanya untuk menang kecepatan saja dia tidak mampu melakukannya.Motor vespa keluaran lama miliknya jelas bukan saingan motor harley Galih yang terlihat gagah. Sebenarnya mengusir pria itu sekarang cukup mudah. Dara hanya perlu menerima tawarannya untuk balikan, lalu memaksa Galih untuk pulang.Sayang, Dara masih merasa enggan untuk balikan dengannya. Selain perbedaan kasta yang membuatnya ragu, juga karena pria itu memiliki kini masa lalu yang sedikit membuat hati Dara terluka saat membayangkannya.Dara masih tidak bisa menerima fakta, Galih telah merusak dirinya dengan sengaja. Perbuatannya itu membuat jarak baru yang begitu lebar di antara mereka. Dara bahkan mulai ragu, apakah dia masih mengenal sosoknya atau tidak.Galih memang berkata dia sudah berubah, tapi tidak ada kepastian jika dia kembali berulah. Jika dia berulah sebagai k
DARA keluar dari ruangan Galih dengan keadaan berantakan. Dia hanya membasuh wajah dengan air di kamar mandi sekenanya. Kelopak matanya terlihat bengkak dan matanya terlihat merah. Wajahnya juga tampak merah sampai ke telinga-telinganya.Penampilannya membuat semua teman-temannya langsung menatapnya curiga."Ra, lo abis diapain aja sama Pak Bos?" Dira langsung bertanya, raut wajahnya menunjukkan jika dia khawatir pada sahabatnya."Lo nggak habis ditunggangi sama dia di ruangannya, kan?""Hah?!"Pertanyaan itu sontak saja membuat semua orang menoleh dan memelototi Agus, sang tersangka yang punya mulut tidak disaring sebelumnya."Lo ngomong apa sih, Gus? Mana mungkin mereka sampai kayak gitu di sana? Pagi-pagi juga, otak lo udah jelek aja!" Farhan langsung memukul bahu teman kantornya yang kadang menjadi sangat tidak waras itu."Penampilan si Dara lo liat lah, Han! Acak-acakan kayak gitu, kayak abis diperkosa tahu!" selorohnya tanpa mengerem mulutnya sedikit pun.Dara langsung bergidik
"KAMU benar-benar menjadi terlalu percaya diri, ya?" Dara mendengkus pelan. "Aku tidak menangis karena kamu."Dara menepis tangan Galih yang sejak tadi menyentuh matanya layaknya hendak menghapus jejak air mata di sana. Padahal dia tidak sedang menangis. Matanya memang merah dan sedikit bengkak, tapi itu terjadi bukan karena dia menangisi pria yang berdiri di depannya saat ini.Galih menatapnya curiga. "Benarkah? Jangan coba-coba membohongiku, Dara. Aku tidak menyukainya.""Buat apa aku melakukannya?" Dara menghela napas lelah. "Tidak ada untungnya membohongimu, karena kamu sudah tahu semua rahasia yang kusimpan rapat selama ini."Benar, jika dia memang ingin membohongi Galih, dia tidak akan mengakui apa yang terjadi di masa lalu. Dia juga tidak akan mengaku soal keraguannya untuk menerima Galih kembali menjadi kekasihnya. Dia hanya akan menolak dan menghindar tanpa memberinya penjelasan apa-apa."Kalau begitu, apa yang sudah membuatmu menangis? Jika dilihat dari keadaannya, kamu baru
"RA, lo dipanggil Pak Bos ke ruangannya!"Dara baru saja menaruh tasnya di atas meja saat Dira mengatakan hal itu. Dia memejamkan mata, kemudian menghela napas berat. Dalam hati dia sedikit mengumpat, sepertinya Galih sama sekali tidak sabar untuk melihatnya setelah apa yang terjadi semalam."Apa udah terjadi sesuatu sama kalian semalam? Nggak biasanya banget dia sampai manggil lo sepagi ini." Dira kembali bertanya, raut wajahnya terlihat penasaran juga heran di saat bersamaan."Sedikit."Benar, hanya sedikit terjadi sesuatu di antara mereka. Mereka hanya mengurai benang kusut, tapi sepertinya Galih menemukan alasan untuk kembali mendekatinya mati-matian.Dara melangkah pergi menuju ruangan Galih sebelum Dira kembali bertanya padanya. Walaupun sekarang dia bisa lari, tapi ia yakin setelah ini Dira tidak akan melepaskannya.Dara mengetuk pintu ruangan Galih dan meminta izin untuk masuk seperti biasa. Setelah mendapat izin, Dara melangkah masuk dan menutup pintunya rapat-rapat. Dia tida
DARA bangun dari tidur dan ia langsung mengecek ponselnya. Beberapa pesan masuk dia dapatkan dari orang yang sama. Galih, si mantan pacarnya.Semalam, dengan sengaja Dara membawa Galih memutar ke arah jalan yang tidak bisa dilalui mobil agar pria itu menyerah mengantarnya pulang. Dia bahkan sengaja melajukan motornya lebih cepat agar dia bisa lari dari pengawasannya. Karena jujur saja, Dara merasa tidak nyaman melihat kelakuannya.Walaupun dulu mereka memiliki sebuah hubungan, tapi sekarang hubungan mereka tidak lebih dari sekadar seorang atasan dan bawahan.Dulu dia menerima pernyataan cinta Galih, karena dia merasa mereka berasal dari kalangan yang sama dan tidak akan menimbulkan masalah apa pun untuknya. Namun saat dia mengetahui kenyataannya, Dara cukup tahu diri untuk tidak terlalu berharap banyak padanya.Lalu sekarang, sekali pun dia masih memiliki rasa yang sama seperti dulu. Bahkan jika Galih masih memiliki perasaan serupa dan menginginkan Dara untuk kembali ke pelukannya, Da
GALIH memang bilang dia akan mengikuti dari belakang, tapi niatnya sebenarnya adalah untuk mencari tahu di mana tempat tinggal Dara selama ini. Dengan mengikutinya, dia pasti bakal sampai ke rumah perempuan itu.Sayangnya semua niatnya itu hanya tinggal wacana saat motor Dara berbelok memasuki sebuah gang kecil yang tidak bisa dilewati mobil. Dia terpaksa berhenti, turun dari mobil dan mulai berjalan memasuki gang kecil itu. Tentu saja dia sudah kehilangan jejak motor Dara yang sudah berbelok lagi entah ke arah mana.Galih berdecak. "Sial!"Padahal dia sangat yakin dirinya bakal mengetahui alamat rumah Dara secara langsung. Lalu esoknya dia bisa menjemput Dara dan menawarinya untuk berangkat dan pulang bersama. Sayangnya, semua rencananya itu benar-benar hanya bisa menjadi wacana saja.Galih pun kembali masuk ke dalam mobil dan mulai jalan pulang ke apartemennya. Semenjak kembali, dia memutuskan untuk tinggal sendiri. Rumah orang tuanya serta apartemennya memang tidak terlalu jauh, ta
PONSEL Dara tiba-tiba saja berbunyi. Nama adiknya yang tertera di layar tanpa sadar membuatnya menoleh ke arah Galih.Galih mengernyitkan dahi. "Siapa?" tanyanya, raut wajahnya terlihat kusut layaknya dia tidak menyukai panggilan dari siapa pun itu.Dalam hatinya Galih membatin, andai pelakunya Gilang, sepupunya sendiri. Galih akan merampas ponsel itu dan memakinya habis-habisan saat itu juga. Dia tidak peduli lagi pada hubungan saudara mereka, yang jelas dia harus memaki Gilang si bajingan itu sekarang.Dara yang melihat ekspresi Galih pun memilih memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas seraya menjawab, "Adikku."Galih mengerjap. Dia tidak tahu itu, karena Dara tidak pernah mengatakannya dulu. "Kamu punya adik?"Kalau dipikir-pikir lagi, selama tiga tahun pacaran, mereka hanya menghabiskan waktu berduaan di perpustakaan untuk belajar mati-matian. Tentu saja itu berlaku hanya untuk Dara, karena Galih sudah terlalu pintar di usia remajanya.Dara menganggukkan kepala. "Aku punya satu.