Share

Bab. 6 Gosip Baru

Di luar, Bella yang menunggu di dalam taksi melihat Rayhan keluar kafe dan masuk ke mobilnya. Dia sedikit membungkukkan badannya khawatir Rayhan akan mengetahui keberadaannya. Setelah yakin mobil Rayhan berjalan meninggalkan lokasi kafe, Bella menegakkan badannya dengan lega. Mengira semua masalah suda terselesaikan. Lalu Melissa masuk ke dalam taksi.

"Gimana? Semuanya udah beres, kan?" tanya Bella dengan wajah berseri-seri. "Sekarang aku bisa lega."

Melissa memasang wajah bad mood lalu memberikan amplop berisi uang pada Bella.

Bella bingung. "Apaan nih?" Dia memeriksanya dan kaget melihat uangnya. "Kenapa ini masih ada sama kamu? Bukannya harusnya kamu kasih ke cowok itu?"

"Iya, tadinya aku udah kasih ke tuh cowok. Aku udah sampein apa yang tadi kamu bilang ke aku."

"Terus ... kenapa masih ada di kamu?"

"Dia nggak mau terima uangnya."

Bella membelalak. "Apa?! Nggak mau?"

"Dia bilang nggak bakal mau terima uang dari kamu kalau bukan kamu sendiri yang datang terus kasihin uang ke dia."

"Hah?"

"Dia malah ngancem mau lapor polisi segala kalau di lain waktu kamu nggak datang sesuai keinginan dia."

Bella langsung pusing seketika. "Gawat, nih."

Melissa justru memandang Bella dengan curiga. "Emang kenapa sih, kamu nggak mau ketemu sama tuh cowok? Kamu kenal sama dia?"

Bella kaget dan bingung. "Hah?! Enggak, aku nggak kenal sama dia, kok. Aku cuma malas aja ketemu sama orang kayak gitu."

"Terus gimana sekarang? Kalau dia beneran lapor polisi nanti nama baik kamu bisa tercemar? Dan semua orang bakalan tahu. Itu nggak bagus buat karir kamu, Bel." Melissa cemas.

Bella menghela napas---berpikir. Apa memang dia harus bertemu Rayhan? Haruskah? Tidak bisa diwakilkan?

"Gimana, Bel?"

Bella sedang pusing dan tidak bisa berpikir jernih untuk saat ini. Dia menyetater mobilnya. "Biar aku pikirin lagi nanti."

***

Rayhan pulang ke rumah dengan wajah kusut--- masih kesal Bella tidak mau bertemu dengannya. Dia berlari menaiki satu per satu anak tangga, dan bertemu dengan Mike di atas. Mike sedang bersantai di sofa sambil telepon-teleponan dengan pacarnya. Rayhan memilih untuk mendekati kakaknya itu dengan duduk di sofa lain sambil melonggarkan dasinya, mirip seperti orang hampir bangkrut.

Melihat Rayhan datang, Mike segera menyudahi pembicaraannya dengan pacarnya. "Sayang, udah dulu, ya? Nanti malam aku telepon lagi. Oke. Daaaa ...."

Rayhan melepas jasnya dan melemparnya sembarangan, dan entah sengaja atau tidak tepat mengenai wajah Mike.

"Heh, apa-apaan sih? Main lempar-lempar aja?!" Mike kesal dan membuang jas Rayhan ke lantai.

Rayhan tidak menanggapi, tapi malah melepas sepatunya dan meluruskan kedua kakinya ke atas meja. Dia hanya mengenakan kaos kaki hitam.

Mike mengipas-ngipas udara di depan hidungnya. "Bau, tahu! Lepas tuh kaos kaki! Kamu mau aku mati gara-gara nyium bau kaos kaki kamu yang kayak bangkai ayam itu?"

Rayhan tetap tidak peduli dan malah menyandarkan kepalanya di sofa, seperti orang frustrasi.

"Eh iya, aku lupa mau protes sama kamu."

"Protes apaan?"

"Kemarin bukannya kamu aku suruh datang ke mal? Kenapa kamu nggak dateng?"

"Aku berubah pikiran," jawab Rayhan malas yang pikirannya masih tertuju ke Bella.

"Kamu tahu nggak, gara-gara kamu nggak datang, aku harus masuk penjara lagi buat kesekian kalinya." Mike kesal.

Rayhan bergeming.

"Hhh ... cewek emang bikin pusing sekaligus bikin kita bahagia. Aku seneng sih, punya banyak cewek, tapi ya itu susahnya kalau ketahuan lagi jalan sama pacar yang lain, bakalan habis aku. Kemarin si Jihan marah gara-gara aku kepergok jalan sama Ghea. Eh hari ini Windy marah gara-gara mergokin aku jalan sama Farah. Dia pake lapor-lapor polisi segala lagi, bilang kalau aku mencoba berbuat nggak senonoh sama dia. Capek, deh." Mike menepuk dahinya sendiri.

"...."

"Untung aja si Windy mau ngertiin aku dan bebasin aku dari kantor polisi, kalau enggak, pasti nyokap bakalan ngamuk-ngamuk lagi deh, sama aku." Mike terus bercerita, sementara Rayhan masih terhanyut dalam diam. "Kamu ke mana sih, kenapa nggak dateng ke mal dan bantuin aku?"

"Setelah aku pikir-pikir, itu masalah kamu sendiri dan aku nggak mau terlibat."

Mike memandang sebal ke arah Rayhan. "Dasar."

Rayhan tetap tidak peduli.

"Oh iya, Ray. Ngomongin soal mal, kamu tahu nggak waktu itu ada kejadian apa di sana?" Mike mulai bersemangat lagi.

Rayhan tidak tahu apa yang terjadi dengan Mike, dan juga dia tidak mau tahu. Toh Mike juga tidak tahu apa yang terjadi sama dia di area parkir mal. Mike tidak tahu kalau Rayhan memang datang ke sana, tapi kemudian putar balik setelah bertemu dengan Bella. Memutuskan untuk membiarkan Mike menyelesaikan masalahnya sendiri.

"Aku ketemu sama Bella, itu lho artis papan atas yang sekarang ini lagi naik daun. Kamu nggak mungkin nggak kenal dia, kan?" kata Mike menggebu-gebu.

Rayhan sedikit bereaksi. "Kamu ketemu sama Bella?"

Mike tersenyum dan mengangguk-angguk. "Iya. Malah aku juga sempet kenalan sama dia plus asistennya juga. Mereka berdua emang sama-sama cantik."

"Terus ... kamu berencana mau ngegebet Bella sama asistennya sekaligus?" Rayhan sudah tahu akal bulus sepupunya itu kalau bertemu wanita cantik.

"Ya ... kira-kira gitu sih, maunya. Tapi kayaknya aku nggak bisa deh, pacaran sama artis."

"Kenapa?" Rayhan sok-sok ingin tahu. "Bukannya dulu kamu pernah bilang kalau kamu pengen aku kenalin sama artis-artis cewek?"

Mike garuk-garuk kepala. "Kalau melihat kejadian-kejadian yang belakangan ini nimpa aku, kayaknya aku nggak bakal deh, nyari pacar artis. Ntar kalau beritanya dimuat di medsos, terus dilihat sama pacar aku yang lain, bisa berabe kan? Punya pacar bukan artis aja udah sering kepergok, apalagi artis."

"Terus?"

Mike kembali mengulum senyumannya. "Kalau sama artis emang nggak mungkin, tapi kalau sama asisten artis kayaknya nggak ada masalah, deh."

"Jadi kamu mau nyari masalah lagi? Belum kapok bolak-balik kantor polisi? Atau kamu bakalan insyaf kalau udah divonis seumur hidup di penjara?"

Mike ngeri mendengarnya. "Wah, jangan dong. Kok kamu malah kesannya nyumpahin kakak kamu sendiri, Ray? Tega kamu. Adik macam apa kamu, nih?"

"Kenapa sih, kamu nggak mudik aja ke Bandung? Di sini cuma bikin masalah aja?"

"Ayolah Ray, di Jakarta aku bisa lebih leluasa ngecengin cewek-cewek. Kalau di Bandung image aku sebagai playboy udah kesebar soalnya. Hehehehe ...."

Rayhan tidak menanggapi dan langsung pergi masuk ke dalam rumah.

Mike sendirian. "Huuu ... dasar! Kalau diajak ngomongin cewek selalu aja kayak gitu. Pantesan sampe sekarang masih jomblo aja. Cewek mana ada yang mau sama kamu?!" Mike berteriak ke arah Rayhan pergi. Tidak peduli Rayhan dengar atau tidak.

***

"What?! Gosip terbaru?!" seru Bella kaget.

Melissa menunjukkan sebuah berita di internet dan di situ ada foto Bella sedang berpelukan di lokasi syuting dengan Daniel.

Bella melotot melihatnya. "Ini kan ...." Bella tidak tahu kalau di lokasi syuting waktu itu ada wartawan yang memotret mereka. Dia benar-benar menyesalkan kejadian waktu itu. Hal yang dia khawatirkan benar-benar terjadi. "Kok bisa, sih?"

"Ya kamu gimana bisa pelukan sama Daniel kayak gitu? Di luar adegan drama lagi, Bel. Terus bisa-bisanya nggak tahu kalo ada wartawan di sana."

"Ini tuh nggak kayak yang kamu pikirin, Mel. Aku sama Daniel nggak beneran pelukan, kok. Cuma kelihatannya aja kayak lagi pelukan." Bella berusaha menjelaskan. Belakangan dia sedang pusing karena masalahnya dengan Rayhan tak kunjung usai, sekarang malah ada masalah baru lagi.

"Kamu jelasin ke aku emang ada manfaatnya, Bel?" tanya Melissa. "Media mana mau tahu hal-hal kayak gitu? Udah gitu pasti Ferly bakalan marah juga kalo lihat berita ini. Kamu tahu sendiri kan, dia orangnya kayak apa? Aku khawatir kamu diapa-apain, Bel. Ferly itu temperamen banget. Lagian aku heran sama kamu Bel. Kenapa harus Ferly coba yang jadi pelampiasan kamu?" Melissa malah mengomeli Bella. Tapi siapapun tahu bahwa dia melakukan itu karena mengkhawatirkan sahabat sekaligus bosnya itu.

Bella yang sudah pusing jadi tambah pusing. "Mel, udah deh. Aku jadi tambah puyeng dengerin omelan kamu."

Melissa hanya nyengir saja. "Hehehe ... sorry. Soalnya aku kebawa emosi."

Bella memijat pelipisnya. Kepalanya semakin pusing memikirkan banyaknya beban pikiran yang mengacau di otaknya. "Aku harus telepon Daniel dulu kali, ya? Aku nggak mau sampe dia kena masalah gara-gara aku."

Waktu itu di apartemennya, Daniel juga sedang membaca berita mengenai dirinya. Dia tidak terlihat panik seperti Bella, melainkan tersenyum suka dengan berita itu. Bukan berarti berita tersebut sengaja dia buat, tetapi justru terkadang berita-berita seperti ini akan menguntungkan. Itu yang ada di pikirannya saat ini.

Ponselnya yang ada di atas meja berdering. Sudah dipastikan Bella yang menelepon dan Daniel sudah memprediksi hal ini sebelumnya.

"Halo?" sapa Daniel, menjawab telepon Bella.

"Dan, kamu udah baca berita di internet?"

"Iya, udah. Kenapa?" tanya Daniel santai.

"Kok kamu kayaknya santai gitu, sih? Ini tuh gawat banget, tahu nggak? Kita harus ngadain konferensi pers buat ngelurusin kesalahpahaman ini. Aku nggak mau ada gosip-gosip nggak jelas beredar soal kita." Bella terlihat semakin panik.

"Tapi aku nggak keberatan kok, digosipin sama kamu." Daniel berkata dengan santainya, berbanding terbalik dengan Bella yang paniknya hampir menyerupai mendapat kabar bahwa besok kiamat.

Bella tentu saja tak habis pikir. "Dan, kamu jangan bercanda, ya."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status