Di luar, Bella yang menunggu di dalam taksi melihat Rayhan keluar kafe dan masuk ke mobilnya. Dia sedikit membungkukkan badannya khawatir Rayhan akan mengetahui keberadaannya. Setelah yakin mobil Rayhan berjalan meninggalkan lokasi kafe, Bella menegakkan badannya dengan lega. Mengira semua masalah suda terselesaikan. Lalu Melissa masuk ke dalam taksi.
"Gimana? Semuanya udah beres, kan?" tanya Bella dengan wajah berseri-seri. "Sekarang aku bisa lega."Melissa memasang wajah bad mood lalu memberikan amplop berisi uang pada Bella.Bella bingung. "Apaan nih?" Dia memeriksanya dan kaget melihat uangnya. "Kenapa ini masih ada sama kamu? Bukannya harusnya kamu kasih ke cowok itu?""Iya, tadinya aku udah kasih ke tuh cowok. Aku udah sampein apa yang tadi kamu bilang ke aku.""Terus ... kenapa masih ada di kamu?""Dia nggak mau terima uangnya."Bella membelalak. "Apa?! Nggak mau?""Dia bilang nggak bakal mau terima uang dari kamu kalau bukan kamu sendiri yang datang terus kasihin uang ke dia.""Hah?""Dia malah ngancem mau lapor polisi segala kalau di lain waktu kamu nggak datang sesuai keinginan dia."Bella langsung pusing seketika. "Gawat, nih."Melissa justru memandang Bella dengan curiga. "Emang kenapa sih, kamu nggak mau ketemu sama tuh cowok? Kamu kenal sama dia?"Bella kaget dan bingung. "Hah?! Enggak, aku nggak kenal sama dia, kok. Aku cuma malas aja ketemu sama orang kayak gitu.""Terus gimana sekarang? Kalau dia beneran lapor polisi nanti nama baik kamu bisa tercemar? Dan semua orang bakalan tahu. Itu nggak bagus buat karir kamu, Bel." Melissa cemas.Bella menghela napas---berpikir. Apa memang dia harus bertemu Rayhan? Haruskah? Tidak bisa diwakilkan?"Gimana, Bel?"Bella sedang pusing dan tidak bisa berpikir jernih untuk saat ini. Dia menyetater mobilnya. "Biar aku pikirin lagi nanti."***Rayhan pulang ke rumah dengan wajah kusut--- masih kesal Bella tidak mau bertemu dengannya. Dia berlari menaiki satu per satu anak tangga, dan bertemu dengan Mike di atas. Mike sedang bersantai di sofa sambil telepon-teleponan dengan pacarnya. Rayhan memilih untuk mendekati kakaknya itu dengan duduk di sofa lain sambil melonggarkan dasinya, mirip seperti orang hampir bangkrut.Melihat Rayhan datang, Mike segera menyudahi pembicaraannya dengan pacarnya. "Sayang, udah dulu, ya? Nanti malam aku telepon lagi. Oke. Daaaa ...."Rayhan melepas jasnya dan melemparnya sembarangan, dan entah sengaja atau tidak tepat mengenai wajah Mike."Heh, apa-apaan sih? Main lempar-lempar aja?!" Mike kesal dan membuang jas Rayhan ke lantai.Rayhan tidak menanggapi, tapi malah melepas sepatunya dan meluruskan kedua kakinya ke atas meja. Dia hanya mengenakan kaos kaki hitam.Mike mengipas-ngipas udara di depan hidungnya. "Bau, tahu! Lepas tuh kaos kaki! Kamu mau aku mati gara-gara nyium bau kaos kaki kamu yang kayak bangkai ayam itu?"Rayhan tetap tidak peduli dan malah menyandarkan kepalanya di sofa, seperti orang frustrasi."Eh iya, aku lupa mau protes sama kamu.""Protes apaan?""Kemarin bukannya kamu aku suruh datang ke mal? Kenapa kamu nggak dateng?""Aku berubah pikiran," jawab Rayhan malas yang pikirannya masih tertuju ke Bella."Kamu tahu nggak, gara-gara kamu nggak datang, aku harus masuk penjara lagi buat kesekian kalinya." Mike kesal.Rayhan bergeming."Hhh ... cewek emang bikin pusing sekaligus bikin kita bahagia. Aku seneng sih, punya banyak cewek, tapi ya itu susahnya kalau ketahuan lagi jalan sama pacar yang lain, bakalan habis aku. Kemarin si Jihan marah gara-gara aku kepergok jalan sama Ghea. Eh hari ini Windy marah gara-gara mergokin aku jalan sama Farah. Dia pake lapor-lapor polisi segala lagi, bilang kalau aku mencoba berbuat nggak senonoh sama dia. Capek, deh." Mike menepuk dahinya sendiri."....""Untung aja si Windy mau ngertiin aku dan bebasin aku dari kantor polisi, kalau enggak, pasti nyokap bakalan ngamuk-ngamuk lagi deh, sama aku." Mike terus bercerita, sementara Rayhan masih terhanyut dalam diam. "Kamu ke mana sih, kenapa nggak dateng ke mal dan bantuin aku?""Setelah aku pikir-pikir, itu masalah kamu sendiri dan aku nggak mau terlibat."Mike memandang sebal ke arah Rayhan. "Dasar."Rayhan tetap tidak peduli."Oh iya, Ray. Ngomongin soal mal, kamu tahu nggak waktu itu ada kejadian apa di sana?" Mike mulai bersemangat lagi.Rayhan tidak tahu apa yang terjadi dengan Mike, dan juga dia tidak mau tahu. Toh Mike juga tidak tahu apa yang terjadi sama dia di area parkir mal. Mike tidak tahu kalau Rayhan memang datang ke sana, tapi kemudian putar balik setelah bertemu dengan Bella. Memutuskan untuk membiarkan Mike menyelesaikan masalahnya sendiri."Aku ketemu sama Bella, itu lho artis papan atas yang sekarang ini lagi naik daun. Kamu nggak mungkin nggak kenal dia, kan?" kata Mike menggebu-gebu.Rayhan sedikit bereaksi. "Kamu ketemu sama Bella?"Mike tersenyum dan mengangguk-angguk. "Iya. Malah aku juga sempet kenalan sama dia plus asistennya juga. Mereka berdua emang sama-sama cantik.""Terus ... kamu berencana mau ngegebet Bella sama asistennya sekaligus?" Rayhan sudah tahu akal bulus sepupunya itu kalau bertemu wanita cantik."Ya ... kira-kira gitu sih, maunya. Tapi kayaknya aku nggak bisa deh, pacaran sama artis.""Kenapa?" Rayhan sok-sok ingin tahu. "Bukannya dulu kamu pernah bilang kalau kamu pengen aku kenalin sama artis-artis cewek?"Mike garuk-garuk kepala. "Kalau melihat kejadian-kejadian yang belakangan ini nimpa aku, kayaknya aku nggak bakal deh, nyari pacar artis. Ntar kalau beritanya dimuat di medsos, terus dilihat sama pacar aku yang lain, bisa berabe kan? Punya pacar bukan artis aja udah sering kepergok, apalagi artis.""Terus?"Mike kembali mengulum senyumannya. "Kalau sama artis emang nggak mungkin, tapi kalau sama asisten artis kayaknya nggak ada masalah, deh.""Jadi kamu mau nyari masalah lagi? Belum kapok bolak-balik kantor polisi? Atau kamu bakalan insyaf kalau udah divonis seumur hidup di penjara?"Mike ngeri mendengarnya. "Wah, jangan dong. Kok kamu malah kesannya nyumpahin kakak kamu sendiri, Ray? Tega kamu. Adik macam apa kamu, nih?""Kenapa sih, kamu nggak mudik aja ke Bandung? Di sini cuma bikin masalah aja?""Ayolah Ray, di Jakarta aku bisa lebih leluasa ngecengin cewek-cewek. Kalau di Bandung image aku sebagai playboy udah kesebar soalnya. Hehehehe ...."Rayhan tidak menanggapi dan langsung pergi masuk ke dalam rumah.Mike sendirian. "Huuu ... dasar! Kalau diajak ngomongin cewek selalu aja kayak gitu. Pantesan sampe sekarang masih jomblo aja. Cewek mana ada yang mau sama kamu?!" Mike berteriak ke arah Rayhan pergi. Tidak peduli Rayhan dengar atau tidak.***"What?! Gosip terbaru?!" seru Bella kaget.Melissa menunjukkan sebuah berita di internet dan di situ ada foto Bella sedang berpelukan di lokasi syuting dengan Daniel.Bella melotot melihatnya. "Ini kan ...." Bella tidak tahu kalau di lokasi syuting waktu itu ada wartawan yang memotret mereka. Dia benar-benar menyesalkan kejadian waktu itu. Hal yang dia khawatirkan benar-benar terjadi. "Kok bisa, sih?""Ya kamu gimana bisa pelukan sama Daniel kayak gitu? Di luar adegan drama lagi, Bel. Terus bisa-bisanya nggak tahu kalo ada wartawan di sana.""Ini tuh nggak kayak yang kamu pikirin, Mel. Aku sama Daniel nggak beneran pelukan, kok. Cuma kelihatannya aja kayak lagi pelukan." Bella berusaha menjelaskan. Belakangan dia sedang pusing karena masalahnya dengan Rayhan tak kunjung usai, sekarang malah ada masalah baru lagi."Kamu jelasin ke aku emang ada manfaatnya, Bel?" tanya Melissa. "Media mana mau tahu hal-hal kayak gitu? Udah gitu pasti Ferly bakalan marah juga kalo lihat berita ini. Kamu tahu sendiri kan, dia orangnya kayak apa? Aku khawatir kamu diapa-apain, Bel. Ferly itu temperamen banget. Lagian aku heran sama kamu Bel. Kenapa harus Ferly coba yang jadi pelampiasan kamu?" Melissa malah mengomeli Bella. Tapi siapapun tahu bahwa dia melakukan itu karena mengkhawatirkan sahabat sekaligus bosnya itu.Bella yang sudah pusing jadi tambah pusing. "Mel, udah deh. Aku jadi tambah puyeng dengerin omelan kamu."Melissa hanya nyengir saja. "Hehehe ... sorry. Soalnya aku kebawa emosi."Bella memijat pelipisnya. Kepalanya semakin pusing memikirkan banyaknya beban pikiran yang mengacau di otaknya. "Aku harus telepon Daniel dulu kali, ya? Aku nggak mau sampe dia kena masalah gara-gara aku."Waktu itu di apartemennya, Daniel juga sedang membaca berita mengenai dirinya. Dia tidak terlihat panik seperti Bella, melainkan tersenyum suka dengan berita itu. Bukan berarti berita tersebut sengaja dia buat, tetapi justru terkadang berita-berita seperti ini akan menguntungkan. Itu yang ada di pikirannya saat ini.Ponselnya yang ada di atas meja berdering. Sudah dipastikan Bella yang menelepon dan Daniel sudah memprediksi hal ini sebelumnya."Halo?" sapa Daniel, menjawab telepon Bella."Dan, kamu udah baca berita di internet?""Iya, udah. Kenapa?" tanya Daniel santai."Kok kamu kayaknya santai gitu, sih? Ini tuh gawat banget, tahu nggak? Kita harus ngadain konferensi pers buat ngelurusin kesalahpahaman ini. Aku nggak mau ada gosip-gosip nggak jelas beredar soal kita." Bella terlihat semakin panik."Tapi aku nggak keberatan kok, digosipin sama kamu." Daniel berkata dengan santainya, berbanding terbalik dengan Bella yang paniknya hampir menyerupai mendapat kabar bahwa besok kiamat.Bella tentu saja tak habis pikir. "Dan, kamu jangan bercanda, ya."Daniel tersenyum diam-diam. "Kamu kenapa sih, kayak gini aja ribet banget? Ya udahlah biarin aja. Namanya juga wartawan, suka melebih-lebihkan berita. Kamu nggak perlu cemas. Nanti juga ilang sendiri beritanya." "Tapi Dan, kamu tahu kan image apa yang melekat di aku selama ini?" "Playgirl?" Daniel menjawab. "Iya." "Emangnya kenapa kalau aku pacaran sama playgirl?" Daniel terlihat tidak keberatan sama sekali. "Aku nggak keberatan, kok." Bella terdiam---lebih tepatnya sedang memikirkan sesuatu. "Aku pikir kamu bakalan seneng dengan gosip ini, tapi nggak tahunya kamu malah kelabakan kayak gini? Aku sedih nih, sekarang," ujar Daniel sedikit bergurau. "Dan, aku udah punya pacar." Bella berusaha memberi pengertian ke Daniel yang justru terkesan santai saja."Aku tahu kamu udah punya pacar," kata Daniel masih dengan nada tenang. "Lagipula itu cuma gosip nggak berdasar, Bel. Udahlah tenang aja. Tapi kalo kamu masih khawatir aja, aku akan klarifikasi ke media.""Beneran?""Iya. Udah, ten
Bella berada di lokasi syuting, dan kali ini dia sedang beradegan mesra dengan Daniel. Di drama ini mereka berperan sebagai sepasang kekasih dan pastinya harus mesra. Adegan kemesraan mereka sangat tidak disukai oleh Nirina yang melihat mereka dari samping sutradara yang sedang sibuk memperhatikan gambar di monitornya. "CUT!!!" teriak sutradara. "Cukup bagus!"Bella dan Daniel berjalan menepi dan duduk di belakang sutradara untuk istirahat. Daniel menyodorkan sebotol air mineral pada Bella. Dari belakang, terlihat Melissa mengurungkan niatnya untuk mendekati Bella dan memberinya minuman setelah keduluan Daniel. Dia juga tidak mau mengganggu mereka, lalu memutuskan untuk kembali ke belakang. "Makasih." Bella menerimanya dan langsung meneguknya. Nirina datang dan memberikan sekaleng jus pada Daniel. "Dan, ini minum buat kamu," kata Nirina dengan penuh sayang. Daniel sedikit kaget karena Nirina tiba-tiba menghampirinya. "Oh, iya. Makasih ya, Na." Daniel menerima minuman itu.Nirina te
Mike berjalan santai keluar Deva Market---salah satu supermarket terbesar di Jakarta---yang merupakan perusahaan yang dia pimpin. Dia berjalan dengan gaya sok cool dan sok keren. Mengabaikan tatapan satpam yang berjaga di sebelah pintu masuk---yang tentu saja dia sudah hafal betul dengan sifat bosnya tersebut. Ketika itu ada telepon masuk di ponselnya."Halo, mamaku yang cantik. Ada apa?" tanya Mike narsis."MICHAEL!!!!" Sofia---mama Mike malah berteriak di ujung telepon sana.Membuat Mike menjauhkan ponsel dari telinganya. "Aduh, Mama. Ada apa sih? Kenapa teriak-teriak?""Kamu ini bener-bener mau bikin Mama cepet mati, ya?!"Mike kaget. "Mama kenapa, sih? Ya enggaklah, masa aku mau Mama cepet mati. Mama ini ngomong apa?" Mike hanya menanggapi santai kemarahan sang mama yang jika sekarang ini ada di sana pasti sudah melayangkan sendal ke arahnya.Mike menuju mobilnya dan masuk ke dalam mobilnya, bersiap untuk pergi."Mama dengar dari sekretaris kamu, katanya hari ini kamu membuat masal
Rayhan membuka matanya perlahan. Samar-samar dia melihat langit-langit putih polos, dia memejamkan matanya lagi lalu membukanya lagi. Kali ini dia bisa melihat dengan jelas langit-langit sebuah ruangan yang putih polos. Dia menoleh dan sedikit mendongakkan kepalanya, melihat kantong infus tergantung di atasnya, kemudian sadar kalau lengan kanannya dipasangi selang infus. Rayhan melihat pakaiannya, dia mengenakan baju rumah sakit. Setelah mengamati semuanya, dia baru sadar kalau dia ada di rumah sakit sekarang ini. "Aku di rumah sakit?" kata Rayhan pelan, seraya tangan kirinya yang tidak diinfus meraba kepalanya yang sekarang sudah tidak sakit lagi. "Kenapa aku bisa ada di sini?" Rayhan sama sekali tidak ingat apa yang terjadi karena dia pingsan. Dia juga tidak tahu siapa yang membawanya ke rumah sakit. Tapi mengingat tentang kantor, Rayhan jadi teringat sesuatu yang penting dan tanpa sengaja terlupakan. Rayhan terduduk dengan kaget. "Bella? Aku kan harusnya ketemu sama Bella sekaran
Pukul delapan pagi, Rayhan mengadakan rapat di kantornya. Hampir semua karyawan berkumpul---termasuk para sutradara dan penulis naskah. Beberapa kepala bagian dan manajer keuangan memberikan laporannya pada Rayhan. Setelah semuanya mendapat tanggapan dari Rayhan dan selesai, kini giliran Pak Wilson yang mengajukan laporannya. Pak Wilson biarpun kelihatannya sangat tidak suka, dia terpaksa menyerahkan beberapa berkas ke depan Rayhan sembari berkata, "Drama Love Is Rain baru-baru ini mengalami rating yang buruk, Pak. Padahal sebelumnya drama ini tidak pernah keluar dari sepuluh besar acara paling populer di televisi." Rayhan mengamati satu per satu berkas yang diberikan Pak Wilson padanya. "Drama ini sudah sampai pada 115 episode, dan sudah tiga kali mengalami perpanjangan sebelumnya. Saya sudah membicarakan dengan Pak Gio---yang bertanggungjawab atas naskah ini, dan kami pikir, para penonton sudah mulai jenuh dengan jalan ceritanya, dan kami menyarankan bagaimana kalau kita sedikit m
"Kamu pasti terkejut kan?" Daniel berkata dengan sangat yakin. Bella memang terkejut tapi bukan terkejut karena melihat lapangan seluas dan setenang ini, melainkan terkejut karena hal lain. "Pemandangan di sini emang bagus banget. Cocok buat orang-orang yang lagi suntuk atau banyak pikiran. Pergi ke tempat ini bisa bikin kita lebih tenang." Daniel menghirup udara segar dengan penuh perasaan. Bella masih terdiam, memandang jauh ke lapangan yang luas itu. "Kamu bisa main golf?" tanya Daniel. Bella kaget. "Eh, eng-enggak. Nggak bisa." Daniel tersenyum, sepertinya itu jawaban yang sesuai dengan harapannya. "Nggak apa-apa. Aku bakal ngajarin kamu gimana caranya? Oh iya, aku lupa minumannya. Bentar, ya?" Daniel meletakkan dua tongkat golf dan bola di atas rerumputan hijau lalu berbalik mengambil minuman. Bella tetap memandangi lapangan itu. Ingatannya 12 tahun lalu mendadak muncul tanpa permisi.Rayhan memberikan sebuah tongkat golf pada Bella dengan senyuman cerahnya, secerah matahar
"Hei, Rayhan, Rayhan!" Mike memanggil Rayhan yang berlari menuruni anak tangga rumahnya.Rayhan berbalik dengan wajah tidak sabar. "Ada apa? Aku lagi buru-buru, nanti aja." Sebelum Mike sempat menjawab, Rayhan sudah berbalik lagi dan melesat pergi."HEI!!" Mike berteriak tapi Rayhan sudah pergi. "Kenapa sih, tuh anak? Buru-buru mau ke mana, sih? Ini kan masih pagi?" Sofia muncul dari dapur dengan membawa segelas limun. "Itu namanya orang pekerja keras. Pagi-pagi sudah berangkat ke kantor. Nggak kayak kamu. Malas-malasan terus sepanjang hari." "Yee ... Mama. Bukannya muji anak sendiri, malah muji anak orang lain?" Mike kesal lalu memasukkan roti tawar ke mulutnya dan mengunyahnya cepat-cepat. "Buat apa Mama muji anak yang malas-malasan? Mendingan Mama muji anak orang lain yang emang patut buat dipuji. Lagian Rayhan itu bukan orang lain, dia keponakan Mama---adik kamu juga."Mike mencibir. "Si Rayhan hari ini nggak ke kantor. Lihat aja dandanannya tadi. Pasti janjian sama cewek, tuh.
Rayhan sedang merapatkan mengenai penambahakn produksi FTV mereka. Dia mempercayakan mengenai pemilihan aktor dan aktrisnya kepada Pak Benny, dan tentang pemilihan cerita atau sutradara dia mempercayakan kepada Pak Wilson---yang nanti tentunya juga harus atas persetujuan Rayhan sebelum pembuatan film dimulai. "Pak Wilson, saya harap Anda bekerja keras untuk pemilihan aktor dan aktris dalam FTV kali ini. Jangan pernah kecewakan saya," kata Rayhan pada Pak Wilson. Pak Wilson mendengkus kesal. 'Tanpa disuruhpun aku kan selalu bekerja keras selama ini. Bahkan sebelum dia datang ke sini, Pak Carlo selalu mempercayai aku. Apa dia pikir aku nggak bisa melakukannya kali ini?'"Kenapa?" Rayhan merasakan tatapan tak menyenangkan dari mata Pak Wilson mengarah padanya. "Apa Anda tidak bersedia?" "Eh?" Pak Wilson sedikit tergeragap. "Iya, tentu saja saya bersedia. Selama ini saya selalu melakukan tugas itu dengan sangat baik. Dulu Pak Carlo selalu mempercayai saya sepenuhnya mengenai hal ini."