LOGINDemi menyelamatkan anaknya yang sakit, Alena menerima tawaran gila dari seorang CEO dingin: menjadi istri kontrak selama enam bulan. Masalahnya, pria itu adalah mantan kekasih yang meninggalkannya lima tahun lalu dan ayah kandung dari anak yang selama ini ia sembunyikan. Ia tidak mengenalinya. Ia tidak tahu masa lalu. Dan ia sama sekali tidak tahu bahwa darah yang mengalir di tubuh anak itu adalah miliknya. Pernikahan palsu ini penuh aturan. Tidak boleh jatuh cinta. Tidak boleh menyentuh masa lalu. Namun, setiap hari bersama justru membuat rahasia itu semakin sulit disembunyikan. Apa yang terjadi jika CEO dingin itu tahu… seluruh pernikahan ini dibangun di atas kebohongan terbesar?
View MoreHujan berhenti menjelang subuh. Aku terbangun dengan perasaan tidak enak, jenis perasaan yang datang sebelum sesuatu runtuh. Rumah masih sunyi. Tidak ada suara langkah Ravindra, tidak ada aroma kopi dari dapur. Aku tahu ia bangun lebih awal. Ia selalu begitu saat pikirannya bekerja terlalu keras. Aku bersiap tanpa terburu-buru, memilih pakaian yang rapi dan netral. Ketika keluar kamar, pintu ruang kerjanya tertutup rapat. Lampu di dalam menyala. Ia sudah mulai. Aku membuat teh dan duduk di meja makan, mencoba mengatur napas. Jam dinding berdetak pelan. Setiap detik terasa seperti langkah mendekat ke tepi jurang. Pukul tujuh lewat lima, pintu ruang kerja terbuka. Ravindra keluar dengan kemeja abu-abu, lengan digulung, ekspresinya tenang, tenang yang berbahaya. Ia meletakkan sebuah map tipis di meja, tepat di hadapanku. “Kita bicara sekarang,” katanya. Aku mengangguk. Ia duduk berseberangan. “Aku tidak akan berputar-putar.” “Baik.” “Aku menemukan dua catatan yang t
Aku menatap layar ponsel terlalu lama. Pesan itu masih terbuka, seolah menunggu keberanianku untuk menjawab. Tanganku dingin. Dadaku terasa sempit. Ravindra sudah mulai menyelidiki dan pesan ini berarti satu hal: lingkaran aman yang selama ini kujaga mulai runtuh. Aku membalas singkat. > Di mana? Balasan datang cepat. > Kafe lama di Jalan Seruni. Satu jam lagi. Jangan bawa siapa pun. Aku menutup mata sejenak. Jalan Seruni terlalu dekat dengan pusat kota. Terlalu berisiko. Tapi menunda bukan pilihan. Aku bersiap tanpa menarik perhatian. Gaun sederhana, sepatu datar, rambut dibiarkan terurai. Aku meminta sopir mengantar ke toko buku, lalu turun dua blok sebelum tujuan. Sisanya kutempuh dengan berjalan kaki di bawah gerimis tipis. Kafe itu kecil dan redup, nyaris tak berubah sejak terakhir kali aku mengingatnya. Aroma kopi tua dan kayu basah menyambutku. Aku memilih meja di sudut, membelakangi jendela. Ia datang lima menit kemudian. Wajahnya lebih tirus dari ingatanku
Pagi datang tanpa suara. Aku bangun dengan perasaan diawasi, meski kamar terasa kosong. Tirai tertutup rapi, ranjang di sisi Ravindra tak tersentuh. Jarak yang ia ciptakan semalam masih terasa, seperti garis tak kasatmata yang memisahkan kami, jelas, tegas, dan dingin. Aku bersiap dalam diam. Memilih pakaian sederhana, mengikat rambut seadanya. Setiap gerakan terasa terukur. Aku harus berhati-hati. Terlalu hati-hati. Di dapur, pengurus rumah menyapaku dengan senyum kecil. “Tuan Ravindra sudah berangkat.” Aku mengangguk. “Terima kasih.” “Beliau minta berkas dikirim ke ruang kerjanya,” tambahnya, seolah itu informasi biasa. Ruang kerja. Jantungku berdetak sedikit lebih cepat. Aku tidak pernah masuk ke sana tanpa diundang. Hari itu berjalan lambat. Aku mencoba mengalihkan pikiran, membaca, menata bunga, berjalan di taman, namun setiap langkah terasa seperti di atas kaca. Ravindra sudah mulai menyelidiki. Aku tahu caranya bekerja: tenang, sistematis, dan tak pernah bergera
Pagi itu terasa terlalu terang. Cahaya matahari menembus tirai tanpa izin, seolah ingin membuka semua hal yang seharusnya tetap tersembunyi. Aku duduk di tepi ranjang, menatap lantai marmer yang dingin, mencoba menyusun napas agar terdengar normal. Rumah ini kembali sunyi, sunyi yang berbeda dari pagi kemarin. Lebih kosong. Lebih jujur. Ravindra sudah pergi. Aku tahu dari sisi ranjang yang rapi, dari aroma parfumnya yang masih tertinggal samar, dari keheningan yang terasa seperti keputusan. Ia memilih jarak. Memilih kendali. Aku bangkit dan mandi lebih lama dari biasanya, berharap air hangat bisa menghapus sisa-sisa perasaan yang terlalu rumit untuk dinamai. Ketika keluar, aku memilih pakaian yang lebih tertutup. Seolah lapisan kain bisa mengembalikan batas yang semalam runtuh. Di dapur, pengurus rumah menyiapkan sarapan. Ia tersenyum seperti biasa, tapi matanya meneliti wajahku lebih lama. “Tuan Ravindra berangkat pagi sekali,” katanya ringan. “Oh,” jawabku singkat. “Kopi ata
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.