Share

Bab 5. Diam-diam

Author: Ahgisa
last update Last Updated: 2024-08-14 15:40:08

“Jangan terlalu banyak mikirin hal-hal yang gak penting. Kalau penasaran tentang Lana, tanya ibu saja,” ucap Kai tiba-tiba, “saya keluar dulu.”

Tanpa basa-basi, pria itu pun beranjak keluar begitu saja meninggalkan Sera yang diam memantung.

Sebenarnya, apa yang salah? 

“Kira-kira kalau hamil, Mas Kai akan berubah gak ya?” monolog Sera dengan tangan yang mengusap perutnya lembut. 

Beberapa hari ini ia merasa mual. Jadwal menstruasinya pun mundur jauh dari tanggal seharusnya.

Jadi, akhir-akhir ini ia terus mencari di internet; apakah dirinya hamil?

Tapi ketika satu fakta dia temukan, fakta yang lain mengatakan berlawanan.

Banyak harapan yang selalu ia rapalkan, namun nyatanya, tidak ada satu pun yang terkabul dalam pernikahan yang seumur jagung ini. 

Mungkinkah pernikahannya ini benar-benar sebuah kesalahan?

Sayangnya, Sera tahu jika Kai demikian karena menahan nafsunya yang mendadak tinggi setelah melihat tingkah sang istri yang sungguh menggemaskan.

Kai takut tak bisa mengontrol diri.

Jika  dia menyerang Sera, ia yakin Sera bisa sakit karena melayani dirinya!

Padahal, ibunya bilang Sera sering muntah di kamar mandi akhir-akhir ini dan memperingatkannya untuk hati-hati.

"Jadi begitu...?"

Dalam diam, Kai memperhatikan Lana yang sibuk berbicara dengan seseorang di telepon genggamnya. 

Wanita yang menjadi mantan pacarnya itu kini menjelma menjadi sosok wanita yang tak pernah dibayangkan oleh Kai. Lana menjadi wanita yang rapi dan anggun. Ia juga terlihat pintar dan sopan saat berbicara. Sangat berbeda dengan Lana yang ia temui sepuluh tahun lalu.

Meski demikian, mengapa ia menganggap Lana tidak semenarik Sera?

Istrinya itu menggemaskan dan selalu membuat Kai ingin menyerangnya jika tidak ingat kesehatannya.

Drrrt!

[Om Kai, gimana di sana?]

Pesan mendadak dari Sera di ponselnya--menyadarkan Kai dari lamunan.

[Sera, saya baru mau makan malam.] balasnya cepat.

[Om Kai jangan minum alkohol, ya.]

Kai menahan nafasnya saat Sera mengingatkan tentang sesuatu yang memberikan efek seperti putaran memori dalam kepala.

Mengingatkan hal yang sensitif karena mengingat, alkohol menjadi penyebab keduanya menikah saat ini. 

[Iya, Ra. Sebentar, saya mau makan malam dulu. Nanti saya kabarin kalau sudah jalan lagi, ya.]

Tak ada balasan. Sejujurnya, ia penasaran.

Namun tepat saat Kai memasukkan ponselnya ke dalam saku, ia mendengar suara yang membuatnya menoleh.

Your wife?

Kai mengangguk dengan senyum tipis di wajahnya.

Raut wajah Lana berubah tanpa Kai sadari. Aku selalu bertanya-tanya seperti apa istrimu nanti? Bagaimana selera seorang Kai saat memilih wanita? Sekarang aku tahu, aku memang bukan seleramu. Kau menyukai wanita Asia dengan rambut hitam berkilau. Warna mata yang sama dan bukan wanita tinggi semampai sepertiku.

Kai menaruh buku menu yang baru saja berada di genggamannya. Wajahnya menjadi datar. "Apa maksudmu?" 

"Aku kira pertemuan kita kemarin adalah takdir, ternyata aku salah. Bahkan, kau tidak bercerita soal pernikahanmu? Kenapa?' 

For what?” balas Kai, singkat, "kurasa ini bukan urusanmu."

Kali ini, Lana terdiam.

Selera makannya pun hilang. Pria yang pernah menjadi mantan kekasihnya itu tak peka dengan kode yang sudah ia berikan selama dua minggu ke belakang.

Bagaimana bisa Lana lup bahwa ia memutuskan hubungannya dulu karena pria itu kurang perasa? 

Sungguh, dua minggunya telah terbuang sia-sia!

Lana sontak tertawa. “Ternyata… kita memang hanya bisa menjadi mantan. Oh, sekarang bertambah menjadi rekan kerja. Jangan-jangan kau berharap kita akan kembali?” tanyanya kembali memancing Kai.

Ya, dia tentu saja tak menyerah.

“Lana, berhenti bercanda,” ucap Kai pada akhirnya.

Pria itu bahkan mengangkat jemarinya dan menunjukkan cincin polos tanpa motif yang melingkar di jari manisnya. "Kau lihat ini, kan?"

Sejujurnya, Kai sudah amat muak. Tapi, ia masih menghormati Lana sebagai rekan kerjanya!

Rasanya, Kai ingin pulang dan menemui sang istri secepatnya!

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nurmila Karyadi
semoga tdk tergoda dgn mantan.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   190 - S3 - END

    Langit biru cerah diiringi sinar matahari yang hangat menyinari taman besar tempat pernikahan Anna dan Eric berlangsung. Di tengah suasana yang dipenuhi tawa dan kebahagiaan, keluarga dan sahabat berkumpul untuk merayakan awal baru bagi dua hati yang akhirnya bersatu. Anna tampak anggun dalam gaun putih yang sederhana namun memikat, rambutnya ditata rapi dengan aksen bunga kecil. Eric, dengan setelan jas hitamnya, berdiri di samping Anna dengan senyum yang tidak pernah lepas sejak prosesi dimulai. Sera, dengan Kai di sampingnya, memandangi putri sulung mereka dengan mata berkaca-kaca. Dua anak laki-laki mereka, Raiden dan Leon, tampak gagah dalam setelan formal mereka. Leon bahkan sempat bercanda dengan Anna sebelum prosesi dimulai, mengingatkan kakaknya untuk tetap ceria di hari bahagianya. “Raiden, Leon, kalian akan menjaga Mama dan Papa ‘kan kalau Kak Anna sudah menikah,” ujar Sera dengan suara lembut. “Tenang aja, Ma,” jawab Leon sambil tersenyum lebar, sementara Raiden

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   189 - S3

    Restoran kecil di pinggir kota itu dipenuhi dengan suasana yang hangat dan tenang. Cahaya lilin di setiap meja memantulkan bayangan lembut pada dinding bata ekspos. Anna duduk di meja pojok, matanya memperhatikan ke arah jendela besar yang menghadap ke taman kecil di luar. Eric, dengan kemeja putih sederhana, duduk di depannya. Ada ketegangan yang tak biasa di wajahnya, meskipun senyumnya tetap menghiasi bibir.“Bang Eric serius pilih tempat ini?” tanya Anna sambil tersenyum. “Aku pikir kamu bakal pilih restoran mewah atau semacamnya.”Eric mengusap belakang lehernya, tampak gugup. “Saya hanya ingin suasananya nyaman. Lagipula, Saya ingin lebih fokus dengan kamu, bukan dengan tempatnya.”Anna tersenyum lebih lebar. Dia selalu menyukai sisi Eric yang apa adanya.“Jadi gimana hari ini? Suka di antar Papa?”“Antara suka dan gak suka.”“Kenapa?”“Suka karena akhirnya gak ada yang berani ngomongin dan gak suka karena aku masih ingin ngeliat betapa irinya orang dengan hidup orang lain. Kay

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   188 - S3

    Anna berdiri di depan lobi kantor, menunggu mobil jemputannya seperti biasa. Sore itu, ia mengenakan blazer pastel yang membalut tubuhnya dengan rapi, rambutnya tergerai lembut. Namun, lamunannya terhenti ketika mendengar suara yang familiar. “Ann!” Ia menoleh dan melihat Eric melambaikan tangan dari mobilnya yang terparkir tak jauh dari pintu lobi. Tanpa ragu, Anna berjalan mendekat. “Masuk, saya antar,” ajak Eric sambil membuka pintu penumpang untuknya. Anna, yang belakangan merasa semakin nyaman dengan Eric, kali ini tidak menolak. Ia tersenyum kecil dan masuk ke dalam mobil, merasa hangat dengan perhatian pria itu. Namun, tanpa mereka sadari, beberapa orang yang berdiri di dekat pintu mulai berbisik-bisik. “Anak itu beneran murahan ya, tiap hari sama cowok beda-beda,” gumam salah satu dari mereka. Kai, yang kebetulan sedang menunggu Sera di lobi kantor, mendengar celaan itu. Matanya menyipit, menatap tajam ke arah sekelompok orang tersebut. “Pantas saja dia dekat s

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   187 - S3

    Malam itu, kediaman keluarga Adnan tampak hidup dengan cahaya lampu-lampu kristal yang memantul indah di dinding-dinding mewah. Mischa berdiri di depan pintu masuk dengan gaun panjang yang membungkus tubuhnya. Udara malam di Jakarta memang tidak sedingin Inggris, namun rasa dingin di hatinya masih terasa menyesakkan.Eric berdiri di sampingnya, menatap adiknya dengan pandangan lembut. “Kita masuk, Mischa. Kamu nggak perlu takut,” ucap Eric sambil menyentuh bahunya ringan.Mischa menarik napas panjang. Ia mengangguk pelan, melangkahkan kakinya memasuki rumah besar itu. Interior megah di dalam mengingatkannya pada rumah masa kecil mereka di Inggris. Sebuah tempat yang pernah penuh tawa sebelum semuanya berubah menjadi kehancuran. Bayangan masa lalu melintas cepat di benaknya, membuat dadanya terasa sesak.Eric tampaknya menangkap kegelisahan itu. Ia menoleh ke adiknya, menatapnya dengan penuh perhatian. “Kamu baik-baik aja, Mish?” tanyanya pelan.Mischa menatap Eric dan memaksakan sen

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   186 - S3

    Malam itu, di sebuah kafe kecil yang tersembunyi di sudut kota, Mischa duduk sambil mencuri dengar percakapan Eric di telepon. Sebagai adik kandung Eric, Mischa selalu punya kebiasaan memperhatikan tingkah kakaknya, dan malam ini tak ada bedanya. Eric, dengan kopi di tangan, terlihat santai, tapi sorot matanya menunjukkan senyum lebar yang jarang terlihat.“Anna, saya cuma ingin memastikan kamu tahu,” kata Eric sambil tersenyum kecil. “Saya serius soal ini. Saya nggak main-main.”Mischa mengernyitkan dahi, mencoba mencerna maksud kata-kata Eric. Telepon itu berlangsung beberapa menit lagi sebelum akhirnya Eric meletakkan ponselnya di meja dan menyandarkan tubuhnya ke kursi.“Jadi,” kata Mischa akhirnya, memecah keheningan. “Apa ini Anna yang sama dengan Anna sepupu Khalif?”Eric menatap adiknya dengan ekspresi tak terduga. “Kamu nguping, ya?”Mischa mengangkat bahu santai. “Nggak perlu nguping. Kamu terlalu jelas kalau lagi ngobrol soal dia. Kamu benar-benar suka sama Anna? Annalie A

  • Mari Bercerai, Paman Kai!   185 - S3

    Pagi itu, Anna berjalan dengan langkah cepat menuju pantry kantor. Matanya sedikit mengantuk karena malam sebelumnya ia terjaga hingga larut, menyelesaikan laporan magangnya. Setelah menuangkan kopi ke dalam gelas, ia berdiri di dekat jendela, menikmati pemandangan kota Jakarta yang sibuk. "Ann!" suara ceria Erica membuyarkan lamunannya. Anna menoleh, melihat sahabatnya itu berjalan ke arahnya dengan senyum lebar, membawa setumpuk dokumen di tangannya. “Pagi,” sapa Anna sambil menyeruput kopinya. “Lo sibuk banget kayaknya?” “Banget!” jawab Erica sambil menaruh dokumen-dokumen itu di meja dekat pantry. “Kepala Divisi lagi cuti, jadi semua tugasnya dilempar ke bawah. Gue pusing banget, Ann.” Anna menaikkan alisnya. “Kepala Divisi? Pak Eric?” “Iya, siapa lagi?” Erica menghela napas panjang sambil membuka kotak bekalnya. “Dia udah izin cuti seminggu, tapi nggak bilang mau ke mana. Katanya sih, urusan pribadi.”Anna terdiam, gelas kopinya berhenti di tengah jalan menuju bibirny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status