Menjadi Ibu Susu untuk Bayi Kembar Sang Presdir

Menjadi Ibu Susu untuk Bayi Kembar Sang Presdir

last updateLast Updated : 2025-04-28
By:  Cancer GirlUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating. 1 review
38Chapters
1.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Ernita kehilangan bayinya yang meninggal saat lahir akibat penyumbatan placenta. Namun duka yang ia alami justru dianggap sebagai aib oleh keluarga suaminya, Gudel. Bukannya mendapat dukungan, Ernita malah menerima perlakuan buruk dari mertuanya yang kaya raya. Mereka menganggapnya sebagai pembawa sial dan menghasut Gudel untuk menceraikannya. Ernita diusir dari rumah tanpa ada tempat untuk berlindung. Saat berada di titik terendah, takdir membawanya bertemu dengan seseorang dari keluarga Taufik Wijaya, seorang Presdir sukses yang baru saja kehilangan istrinya akibat pendarahan pasca melahirkan. Bayi kembar Taufik membutuhkan ASI. Dan Ernita yang masih menghasilkan ASI meski bayinya telah tiada, menjadi harapan terakhir mereka. Ernita menerima tawaran sebagai ibu susu bagi bayi kembar tersebut dan mulai tinggal di rumah keluarga Wijaya. Perlahan ia menemukan ketenangan di antara dua bayi yang bergantung padanya. Akan tetapi kehidupannya di sana tidak mudah. Keluarga besar Taufik yang penuh ambisi, memandangnya sebelah mata dan menganggapnya tidak lebih dari seorang pengasuh. Di tengah tekanan dari keluarga Taufik dan luka masa lalu yang masih menganga, Sang Presdir yang awalnya dingin dan tertutup perlahan mulai melihat Ernita dari sudut pandang berbeda.

View More

Chapter 1

Tangisan Duka

Hujan turun dengan derasnya, membasahi bumi yang gelap. Petir menyambar-nyambar menerangi langit sesaat sebelum kegelapan kembali menguasai malam. Suara guntur bergemuruh, mengiringi tangisan seorang wanita yang baru saja mengalami kehilangan paling menyakitkan dalam hidupnya.

"Anakku! Anakku!" Ernita menjerit, suaranya bercampur dengan suara hujan yang mengguyur atap rumah sakit.

Tubuhnya masih lemah, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Rasa sakit akibat melahirkan secara sungsang masih terasa di setiap jengkal tubuhnya. Namun semua itu tidak ada artinya dibandingkan dengan rasa hancur yang kini merobek hatinya.

Di depannya, bayi mungil yang baru saja ia lahirkan terbujur kaku. Bibirnya membiru, matanya tertutup rapat. Tak ada tangisan, tak ada gerakan. Hanya keheningan yang menyesakkan.

"Bu, tenang dulu. Kami sudah berusaha sebisa mungkin," ucap dokter dengan suara penuh simpati.

"Tidak! Tidak mungkin! Anakku tidak mungkin meninggal!" Ernita mengguncang tubuh kecil itu, berharap ada keajaiban.

Namun keajaiban tidak datang malam itu.

"Bu, bayi Ibu mengalami penyumbatan placenta sewaktu dilahirkan. Kami sudah mencoba menyelamatkannya, tapi Tuhan berkehendak lain." Dokter kembali mencoba menenangkan.

Ernita menggigit bibirnya hingga berdarah. Ia ingin berteriak lebih kencang, ingin meluapkan kepedihannya, tetapi suaranya semakin lirih. Pandangannya mulai berputar.

Pintu ruangan terbuka dengan kasar. Beberapa orang masuk, suara langkah kaki mereka tergesa-gesa. Ernita mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata dan melihat wajah-wajah yang sama sekali tidak ia harapkan saat ini.

Pak Harno dan Bu Pinah mertuanya, berdiri di depan pintu dengan ekspresi kecewa. Bukannya menunjukkan simpati atau belas kasih, mereka malah memandangnya dengan tatapan tajam seolah kematian bayinya adalah kesalahan Ernita.

"Kami sudah duga! Pasti ini gara-gara kamu!" Bu Pinah menunjuk wajah Ernita dengan jari gemetar, bukan karena sedih tapi karena marah.

"Bu, saya ...."

"Jangan panggil aku Ibu! Kamu itu memang pembawa sial! Sudah aku bilang sama Gudel, jangan nikahi kamu! Lihat sekarang! Bayinya mati! Kamu istri tidak becus!"

Ernita menggeleng lemah, air matanya jatuh tanpa bisa dibendung.

Pak Harno, suami Bu Pinah, melipat tangan di dada. "Kami ini orang terpandang! Kamu malah bikin aib begini! Gimana tanggapan orang-orang nanti? Hah?! Kami harus menanggung malu karena menantu tidak becus sepertimu!"

Ernita ingin membela diri, ingin mengatakan bahwa ia tidak ingin bayinya meninggal, bahwa ia juga berduka. Tapi tubuhnya terlalu lemah dan hatinya terlalu hancur.

Tak lama kemudian, seorang pria masuk. Gudel, suaminya, berdiri di ambang pintu. Wajahnya kusut, matanya bingung.

"Suamiku!" Ernita memandang Gudel dengan harapan.

Gudel tidak langsung mendekat. Matanya terarah ke tubuh bayi mereka yang telah tiada. Rahangnya mengeras. Namun sebelum ia bisa mengatakan apa pun, Bu Pinah sudah lebih dulu bicara.

"Gudel! Kamu lihat ini?! Anakmu mati! Istrimu ini memang sial! Aku sudah bilang dari awal!"

Gudel menoleh ke ibunya, lalu kembali memandang Ernita. Matanya yang semula penuh kebingungan kini dipenuhi dengan keraguan dan kemarahan.

"Iya, Del! Istri macam apa dia? Tidak bisa jaga anaknya sendiri!" Pak Harno menambahkan.

Gudel mengepalkan tangannya, matanya merah.

"Kenapa, Er?! Kenapa anak kita bisa mati?! Kamu ini ngapain selama ini?! Harusnya kamu jaga dia!" Gudel akhirnya membuka suara, suaranya tajam dan penuh amarah.

Ernita membeku. "Aku ... Aku sudah berusaha, Mas. Aku juga tidak ingin dia meninggal ...."

"Omong kosong! Kamu itu cuma istri pemalas! Kamu nggak becus jadi ibu!" Gudel menunjuk wajahnya dengan kasar.

Hati Ernita seakan dicabik-cabik. Air matanya semakin deras mengalir.

"Mas, tolong ... aku juga kehilangan anak kita ...."

"Tutup mulutmu!" Gudel berteriak membuat semua orang di ruangan itu terdiam. "Aku capek! Aku muak! Aku menyesal menikahi perempuan lemah seperti kamu!"

Ernita menatap suaminya dengan pandangan kosong. Dadanya terasa sesak.

Suster yang berada di ruangan itu berusaha menengahi. "Maaf, Pak, ini rumah sakit. Tolong jangan bikin gaduh di sini."

Bu Pinah mendengus dan meraih tangan Gudel. "Ayo, Del! Kita pulang! Perempuan ini nggak pantas jadi istrimu lagi!"

Pak Harno menambahkan, "Benar! Ceraikan dia! Buang dia dari keluarga kita!"

Gudel diam sesaat. Ia menatap tubuh bayinya yang tak bernyawa, lalu kembali menatap Ernita yang masih terduduk di ranjang dengan wajah penuh air mata. Seakan beban di pundaknya semakin berat.

Dan saat itu juga, Gudel mengeluarkan kata-kata yang membuat dunia Ernita runtuh sepenuhnya.

"Aku akan menceraikanmu!"

Ernita terdiam. Napasnya tercekat. Seakan jantungnya berhenti berdetak.

"Mas, jangan lakukan ini." Ernita berbisik, suaranya nyaris tak terdengar.

"Tidak ada alasan bagiku untuk tetap bersamamu. Kamu bukan istri yang bisa menjaga anaknya sendiri. Kamu cuma membawa kesialan dalam hidupku!"

Setelah berkata demikian, Gudel berbalik dan berjalan keluar meninggalkan Ernita yang terisak sendirian.

Bu Pinah dan Pak Harno mengikuti di belakangnya, meninggalkan sang menantu di ruangan itu.

Ernita menggenggam selimut rumah sakit dengan erat. Tubuhnya gemetar, bukan karena dingin, tetapi karena duka yang tak tertahankan.

Suster yang tadi berusaha menenangkan kini menatapnya dengan iba. "Bu, saya benar-benar turut berduka. Anda butuh waktu untuk beristirahat."

Tapi bagaimana Ernita bisa beristirahat ketika hatinya sudah hancur berkeping-keping?

Ia baru saja kehilangan bayinya. Dan kini, ia kehilangan suaminya juga.

Malam itu hujan terus turun dengan derasnya, seakan langit pun turut menangisi kepergian bayinya. Dan Ernita, seorang wanita yang baru saja menjadi ibu, kini mendapati dirinya sendirian di dunia yang terasa begitu kejam.

****

Hujan semakin deras, membasahi kaca jendela rumah sakit. Petir menyambar-nyambar, seakan membelah langit menjadi dua. Di dalam kamar rawat yang dingin itu, Ernita masih terduduk dengan mata kosong.

Tangannya gemetar saat menyentuh pipi bayi mungilnya yang kini telah membeku. Dadanya terasa sesak, napasnya terasa berat.

"Apa salahku?" bisiknya pelan hampir tak terdengar.

Namun pertanyaannya tak akan pernah mendapat jawaban.

Di luar ruangan, langkah-langkah Gudel menggema di sepanjang koridor. Pria itu berjalan dengan cepat, diiringi orang tuanya yang masih terus berbicara tentang perceraian.

"Kamu jangan sampai luluh, Del! Perempuan seperti itu tidak pantas jadi bagian dari keluarga kita!" Bu Pinah menegaskan.

Pak Harno mengangguk setuju. "Jangan biarkan dia merayu atau menangis di depanmu. Itu hanya trik murahan."

Gudel hanya diam. Wajahnya masih menyiratkan kebingungan, tapi kemarahan dalam dirinya terlalu besar untuk berpikir jernih.

Sementara itu, di dalam kamar rawat, Ernita masih menatap tubuh kecil itu dengan pandangan kosong. Tubuhnya bergetar, tapi bukan karena kedinginan, melainkan karena kenyataan pahit yang harus ia telan.

Ia kehilangan segalanya!

Dan malam itu, Ernita berjanji dalam hati, jika dunia telah membuangnya, maka ia akan mencari jalannya sendiri untuk bertahan hidup.

'Kenapa suamiku tega sekali kepadaku,' batin Ernita sembari sesekali terisak.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
BayS
Nice plot..! Lanjutkeun up nya..
2025-04-22 22:02:00
1
38 Chapters
Tangisan Duka
Hujan turun dengan derasnya, membasahi bumi yang gelap. Petir menyambar-nyambar menerangi langit sesaat sebelum kegelapan kembali menguasai malam. Suara guntur bergemuruh, mengiringi tangisan seorang wanita yang baru saja mengalami kehilangan paling menyakitkan dalam hidupnya."Anakku! Anakku!" Ernita menjerit, suaranya bercampur dengan suara hujan yang mengguyur atap rumah sakit.Tubuhnya masih lemah, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Rasa sakit akibat melahirkan secara sungsang masih terasa di setiap jengkal tubuhnya. Namun semua itu tidak ada artinya dibandingkan dengan rasa hancur yang kini merobek hatinya.Di depannya, bayi mungil yang baru saja ia lahirkan terbujur kaku. Bibirnya membiru, matanya tertutup rapat. Tak ada tangisan, tak ada gerakan. Hanya keheningan yang menyesakkan."Bu, tenang dulu. Kami sudah berusaha sebisa mungkin," ucap dokter dengan suara penuh simpati."Tidak! Tidak mungkin! Anakku tidak mungkin meninggal!" Ernita mengguncang tubuh kecil itu, berharap
last updateLast Updated : 2025-02-17
Read more
Tawaran tak Terduga
Hujan semalam masih menyisakan jejak di dedaunan yang basah. Angin pagi berembus perlahan, membawa hawa dingin yang menusuk kulit. Ernita berdiri di depan rumah kos sederhana yang kini menjadi tempat tinggalnya. Mata sembabnya menatap kosong ke jalanan sepi.Hari ini genap seminggu sejak Gudel menceraikannya.Pernikahan yang ia jalani dengan penuh harapan kini hanya tinggal kenangan pahit. Ia tak hanya kehilangan bayinya, tetapi juga kehilangan tempat tinggal, keluarga, dan segala yang pernah ia anggap rumah. Gudel mengusirnya tanpa belas kasihan. Tak ada harta yang bisa ia bawa selain beberapa potong pakaian dan sedikit uang di dalam dompetnya.Ernita menarik napas panjang, mencoba mengusir perasaan sakit yang terus menggerogoti hatinya."Sampai kapan aku akan begini?" gumamnya.Ia sadar, larut dalam kesedihan tak akan membuat hidupnya lebih baik. Ia harus bangkit, harus mencari cara untuk bertahan hidup. Uang yang tersisa semakin menipis, dan ia tidak punya siapa-siapa yang bisa ia
last updateLast Updated : 2025-02-17
Read more
Bab 3
Ernita terbangun pagi itu dengan perasaan campur aduk. Malam sebelumnya, setelah menyusui bayi kembar Taufik, ia tidur lelap tanpa terganggu, tetapi kini dengan pagi yang cerah, beban baru terasa semakin berat. Ernita tahu, pekerjaannya sebagai ibu susu bukanlah hal yang mudah. Namun pagi ini ia tidak bisa membiarkan dirinya ragu, apalagi setelah ia melihat betapa pentingnya peranannya bagi bayi-bayi tersebut. Setelah mandi dan mengenakan pakaian kerja yang diberikan oleh Taufik, Ernita menyiapkan sarapan sederhana di dapur. Setelah itu, ia langsung menuju ruang keluarga untuk merawat bayi-bayi kembar yang sedang tidur nyenyak di buaian. Ernita menatap kedua wajah kecil itu, hatinya tergerak oleh kasih sayang yang mendalam, meskipun mereka bukan darah dagingnya. Dia menggendong salah satu bayi dan duduk dengan hati-hati di kursi yang sudah disiapkan. Bayi itu mulai mengisap dengan tenang, sementara Ernita menatap keluar jendela, membiarkan pikirannya melayang. Tentu saja, ia tidak
last updateLast Updated : 2025-02-18
Read more
Bab 4
Malam hari, suasana rumah Taufik begitu hening, hanya terdengar suara langkah kaki di lantai marmer rumah mewah Taufik. Saat itu, Ernita sedang membersihkan ruang tamu karena Tia sudah pulang. Ia hanya bekerja pagi sampai sore saja lantaran memiliki anak dan suami di rumahnya. Ernya tak menyangka bahwa malam itu Loren, ibu Taufik, datang lagi. Taufik sudah tiba di rumah setelah hari yang panjang, dan Loren segera mendekatinya. "Taufik, ayo kita makan malam bersama di restoran. Aku ingin kamu beristirahat setelah seharian bekerja," ajak Loren dengan suara lembut, namun nada perintahnya tak bisa disembunyikan. Taufik terlihat lelah namun tetap mengangguk. "Baik, Mah. Tapi, aku ingin berbicara sebentar denganmu tentang Ernita." Loren memutar bola matanya. "Apa lagi yang perlu dibicarakan tentang perempuan itu? Bukankah kamu sudah memutuskan segala sesuatunya?" tanyanya, masih dengan nada yang penuh kecurigaan. Malam itu, Ernita yang sedang merapikan beberapa barang di ruang tamu
last updateLast Updated : 2025-02-18
Read more
Bab 5
Pagi itu, Taufik berangkat lebih awal ke kantor karena ada rapat penting dengan klien dari luar negeri. Seperti biasa, sebelum pergi, ia sempat menengok kedua putranya yang sedang tertidur lelap di dalam boks bayi mereka. Ernita pun sudah bersiap dengan pekerjaannya. Hari ini tugasnya tetap sama, merawat dan menyusui bayi kembar Taufik, Asrul dan Arkaf.Namun berbeda dari hari-hari sebelumnya, kali ini ibu Taufik, Loren, memutuskan untuk tinggal di rumah putranya sepanjang hari karena dia mendengar bahwa Tia meminta ijin libur lantaran anaknya sakit.Hal itu dijadikan kesempatan oleh Loren. Tidak sendirian, ia mengajak serta putrinya, Helen, yang merupakan adik perempuan Taufik. Keduanya sudah berencana untuk mengamati dan mencari kesalahan Ernita agar bisa mengusirnya dari rumah itu."Ibu, kenapa kita tidak menyuruh saja Taufik mengganti wanita itu dengan perawat bayi profesional?" bisik Helen saat mereka duduk di ruang tamu sambil memperhatikan gerak-gerik Ernita dari kejauhan.Lore
last updateLast Updated : 2025-02-19
Read more
Bab 6
Sejak Loren dan Helen berpamitan pulang, Ernita kembali menjalani rutinitasnya seperti biasa, mengurus bayi kembar dan memenuhi tugasnya sebagai ibu susu mereka. Namun dalam beberapa minggu terakhir, ia merasakan ada perubahan di lingkungan sekitar. Tatapan para tetangga terhadapnya mulai berbeda, dan ada bisikan-bisikan yang terdengar setiap kali ia melewati mereka.Awalnya, Ernita mencoba mengabaikan hal itu. Namun suatu sore, Tia, salah satu asisten rumah tangga senior, menghampirinya dengan ekspresi cemas."Mbak Nita, saya enggak tahu gimana ngomongnya, tapi … ada gosip yang beredar di luar sana. Katanya, Mbak punya hubungan khusus sama Tuan Taufik."Ernita terdiam, matanya melebar. "Apa? Dari mana datangnya gosip seperti itu?"Tia menggeleng dengan raut gusar. "Saya juga enggak tahu pasti, Mbak. Tapi katanya, ada yang melihat Tuan Taufik sering memperhatikan dan melindungi Mbak lebih dari seharusnya. Apalagi sejak kabar perjodohan Pak Taufik sama anak dari keluarga terpandang itu
last updateLast Updated : 2025-03-17
Read more
Bab 7
Ernita baru saja selesai menyusui bayi kembar ketika Nadya kembali muncul di hadapannya, kali ini dengan ekspresi yang lebih tajam dan penuh amarah."Kamu masih di sini juga? Kenapa belum enyah dari sini?" Suara Nadya terdengar sinis.Ernita menghela napas dalam. "Mbak, saya bekerja di sini, jadi tentu saja saya masih di sini."Nadya mendengus. "Bekerja? Paling kamu cuma mencari cara agar Taufik jatuh hati padamu, ya kan?"Ernita menatapnya tajam. "Mbak, saya tidak punya niat seperti itu. Tuan Taufik adalah majikan saya, dan saya hanya menjadi seorang ibu susu untuk anak-anaknya, tidak lebih."Namun Nadya tidak puas dengan jawaban itu. "Kamu pikir aku bodoh? Semua orang di rumah ini bisa melihat bagaimana Taufik lebih peduli padamu dibanding orang lain. Dia bahkan menolak perjodohan kami, dan aku yakin itu semua karena kamu, kamu sudah menghasutnya!"Ernita terkejut mendengar hal itu. "Menolak perjodohan? Maaf, saya tidak mengerti apa-apa.""Jangan berpura-pura tidak tahu!" Nadya mend
last updateLast Updated : 2025-03-18
Read more
Bab 8
Setelah bekerja tanpa henti selama sebulan penuh, akhirnya hari ini Ernita mendapatkan gaji pertamanya. Ia merasa sangat bersyukur karena bisa memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain.Pagi itu setelah menyelesaikan tugasnya, ia memberanikan diri untuk berpamitan kepada Taufik, setelah sebelumnya menitipkan bayi kembarnya kepada Tia."Permisi, Tuan, hari ini saya ingin keluar sebentar untuk berjalan-jalan. Hanya sebentar saja," kata Ernita dengan sopan.Taufik yang saat itu sedang menyesap kopi di ruang makan, menatapnya dengan dahi berkerut. "Keluar? Kamu mau ke mana?"Ernita tersenyum. "Saya ingin membeli beberapa keperluan. Lagipula, ini hari gajian pertama saya. Saya ingin sedikit menikmati waktu untuk diri sendiri."Taufik meletakkan cangkir kopinya dan menatapnya dalam. "Kamu yakin tidak ingin aku menyuruh sopir untuk mengantarmu?"Ernita menggeleng. "Tidak perlu, Tuan. Saya ingin berjalan-jalan sendiri, sekalian healing. Lagipula saya tidak akan lama
last updateLast Updated : 2025-03-18
Read more
Bab 9
Malam itu, Ernita duduk di tepi ranjangnya, ia masih memikirkan perhatian Taufik yang semakin hari semakin terasa tulus. Ia tahu bahwa pria itu hanya ingin memastikan dirinya baik-baik saja, tapi perasaan di hatinya mulai sulit dikendalikan."Aku tidak boleh terbawa suasana," batinnya mencoba menepis perasaan aneh yang mulai tumbuh.Namun pikirannya segera teralihkan ketika ia teringat sesuatu. Tatapan pria yang sempat ia lihat sekilas di mall tadi siang. Ia merasa seperti diawasi, tapi saat itu ia tidak terlalu memikirkannya."Apa mungkin hanya perasaanku saja?" gumamnya.Tanpa ia sadari, seseorang memang benar-benar telah mengawasinya dari jauh.Dan keesokan harinya, Ernita bangun lebih pagi dari biasanya. Setelah menyelesaikan tugasnya, ia keluar sebentar ke minimarket dekat rumah untuk membeli beberapa keperluan.Namun saat sedang berjalan kembali ke rumah Taufik, tiba-tiba langkahnya terhenti."Nita?"Suara berat yang sangat familiar itu membuat tubuhnya menegang. Perlahan, ia me
last updateLast Updated : 2025-03-19
Read more
Bab 10
Sementara dari kejauhan, tanpa disadari, dua pasang mata mengintai perdebatan mereka. Ya, mereka adalah Loren dan Helen, ibunda dan adik perempuan Taufik. Mereka berniat mengunjungi Taufik. Namun sebelum sampai di depan rumah Taufik, mereka tanpa sengaja menyaksikan perdebatan Taufik dengan pria yang Loren sama sekali tidak mengenalnya.Loren pun menghentikan mobilnya, "siapa laki-laki yang bersama Taufik?" tanyanya kepada Helen."Mana aku tahu, Bu, aku pun baru melihatnya," jawab Helen acuh tak acuh."Coba kamu selidiki mereka dari dekat, tapi hati-hati jangan sampai ketahuan," titah Loren.Dengan malas, Helen turun dan berjalan mengendap endap kemudian bersembunyi di salah satu pohon yang dekat dengan keberadaan ketiga insan yang dimaksud.Tak lama kemudian, Helen kembali masuk ke mobil. Dia melaporkan semua yang didengarnya.Loren yang duduk di dalam mobilnya, tangannya mengetuk-ngetuk setir dengan gelisah. Helen, yang duduk di sampingnya, tampak berpikir keras setelah melaporkan a
last updateLast Updated : 2025-03-20
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status