“Luka bakar Nona memangnya tidak apa-apa? Anda sungguh harus bekerja? Tidak izin libur saja dulu?” rewel Lily menatap sang majikan dengan penuh rasa cemas yang tercetak jelas pada matanya.
Ranesha terkekeh ringan. “Tidak bisa Lily, jika tidak ada aku entah apa yang akan terjadi pada Hail.”
Sekilas bayangan di mana sang atasan mengerjakan segala pekerjaan sendirian seperti zombie membuat Ranesha tersenyum getir. Tidak menutup kemungkinan Hail juga ikut tumbang atau bahkan dilarikan ke rumah sakit jiwa.
“Dan juga, hadiah kecil ini membuatku cemas akan sesuatu.” Ranesha mengangkat kotak dengan hiasan cantik yang waktu itu Lily terima tanpa mengetahui identitas pengirim. Gadis ini harus melacak orang itu.
Raut wajah Lily masih terlihat kalut. “Tapi luka bakar Nona tidak mungkin sembuh hanya dalam satu hari,” tegurnya sudah menyerupai sosok ibu saja andai Ra
“Endinesa,” desah Ranseha membuka peta dunia dengan tangan yang menunjuk salah satu negara dengan ratusan ribu pulau.“Aslinya adalah Indonesia, tapi karena di Indonesia sendiri tidak ada istilah CEO, dan mereka biasanya memakai istilah Direktur Eksekutif, maka penulis webtoon Perjuangan Cinta Meriel yang tidak ingin latar belakang negara lain, melencengkan nama Indonesia dengan Endinesa.” Sekaramg ia tinggal di sini.Ranesha menengadah, mengembuskan napas dengan berat. Tangannya terangkat dengan mata yang menatap langit-langit seakan menembus atmosfer bumi dan mencapai bintang-bintang di alam semesta.“Aku tidak merasa terjebak dalam dunia ini, kadang aku berpikir aku adalah Ranesha sungguhan. Dan ini adalah dunia paralel. Tapi kalau bukan, maka itu artinya aku hanyalah bermimpi panjang setelah kematian. Namun tetap saja ….” Tangan Ranesha mengepal. “Kenapa aku tidak hidu
Suram. Sepertinya baik Ranesha atau pun Hail mengalami mimpi buruk dan hari paling tidak menyenangkan kemarin. Membuat wajah keduanya begitu kelam seperti mengeluarkan aura yang hitam.“Jadwalku?” lirih Hail setengah menguap. Tentu dirinya tidak bisa tidur semalaman. Memikirkan bejibun pekerjaan, istrinya, dan juga sekretarisnya.“Penuh, karena Anda menggeser jadwal kemarin menjadi hari ini,” jawab Ranesha dengan canggung. Entah kenapa jadi dia yang kini merasa bersalah pada Hail, padahal pria itu yang mencari perkara dengan sembarang menuduhnya.“Pagi ini kau handle dulu file yang kukirim barusan, biar pekerjaan yang di luar aku sendiri saja.”“Baik, Pak.”Sungguh, Hail sudah lama tidak merasakan suasana tertekan begini. Sejujurnya Ranesha yang dulu adalah sosok kaku yang seperti ini, gadis itu hanya gila kerja dan banyak
“Sepertinya ada bug yang perlu diperbaiki dari My Teacher,” ungkap Hail di dalam perjalan pulang. Mereka masih berada di dalam mobil sekarang, terjebak macet yang cukup panjang.Ranesha yang tadinya asyik membaca dokumen segera menoleh. “Apa itu? Jelaskan pada saya, biar saya saja yang nanti memberitahukan dengan tim pengembangan dan mengawasi mereka untuk memperbaiknya. Anda ada jadwal lain malam ini.” Perempuan bersurai cokelat terang itu menunjukkan daftar jadwal Hail yang padat, seperti jalan pulang mereka sekarang.Hail tersenyum kecut melihat jadwal gila itu. “Tadi Robin bertanya apakah dunia paralel itu ada, anehnya My Teacher menjawab iya, itu jawaban pasti yang bisa saja menyesatkan karena keberadaannya belum terkonfirmasi. Masih menjadi perdebatan. Bukankah aneh? Apa tim pengembangan salah memasukkan data atau AI kita yang mengalami eror, ya?”Dunia paralel? Nyata?
“Meriel tidak membalas pesanku, tidak mengangkat teleponku, dia juga tidak pulang ke sini dari rumah sakit sejak kemarin.” Hail membaringkan tubuh lelahnya di kasur. Menutup wajah tampannya dengan punggung tangan.“Sebenarnya ada apa?” gumam pria itu kebingungan, menerka-nerka apakah ia ada berbuat salah. Namun, dia tetap harus berpikir positif. Hail juga yang meminta istrinya itu untuk tidak meminta izin akan segala hal. Jadi, wajar saja kalau sekarang Meriel tengah memadu kasih dengan selingkuhannya.“Ah, iya. Besok Meriel ada pemotretan perdana.” Hail harus bisa meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk tetap menemani sang istri tercinta.Pria kesepian ini pun mulai memejamkan mata, tidak sanggup lagi untuk melangkah sekedar ke kamar mandi dan membersihkan diri. Ia tertidur cukup pulas sampai sinar mentari menyapa melalui rambatan cahaya di balik celah-celah jendela.&nbs
Sejak awal mereka saling mengenal, tidak pernah barang sekali pun Meriel berlaku kasar pada Hail. Bahkan yang ada malah wanita itu sangat memperhatikan perasaan Hail, sampai-sampai membuat pria tersebut sering kali salah paham.Walau demikian, Hail tahu siapa yang ada di hati Meriel, bukan dia yang sebagai suami tapi orang lain. Hanya saja ia percaya kalau hati seseorang bisa berubah, karena itu Hail tidak pernah berhenti untuk berusaha mendapatkan hati istrinya itu.Jadi, kesimpulannya adalah hanya satu orang yang bisa mengubah perilaku Meriel sedrastis tadi terhadap Hail, yakni Aron Deimos. Hanya makhluk itu saja yang kini terlintas dalam pikiran Hail.“Meriel adalah wanita baik hati yang mudah percaya pada orang lain, apalagi jika itu Aron.” Hail memukul setir mobilnya. “Berandal sialan itu! Apa yang dia katakan pada Meriel tanpa sepengetahuanku?”Padahal Hail sudah berbaik
Ranesha mengutuk Hail dengan mengabsen hampir seluruh nama-nama indah dari kebun binatang. Gadis ini sangat murka sampai berpikir ingin membunuh Hail dengan meracuni sang atasan, memberi Hail kopi bersianida misal.“Kenapa dia jadi sangat labil! Tadi katanya aku boleh pulang cepat! Sekarang dia malah melemparkan seluruh pekerjaannya padaku!” Ranesha mencak-mencak tidak terima. Meski demikian, tangannya bekerja dengan cekatan. Sungguh kontradiksi antara anggota tubuh yang mencengangkan.Namun, gadis ini tidak memiliki pilihan lain, walau kelelahan fisik dan batin, ia tetap mengerjakan tugasnya. Bahkan sampai jarum jam telah menunjuk pada angka dua belas lewat lima belas menit, Ranesha masih melakukan pertarungan sengit dengan laptopnya.Hingga pintu tiba-tiba terbuka, menampilkan sosok Hail dengan wajah berantakan seperti pengemis jalanan. Pria itu melangkah gontai ke arah Ranesha.“
Demi kerang ajaib dan seluruh jajarannya di laut. Ranesha harus melakukan apa sekarang? Jangan bilang dia harus berdiam diri saja duduk di sofa kantor ruangan ini, dengan balutan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya tanpa celah.“That’s not possible!” Ranesha mulai merutuki diri sendiri. Namun, masalah terbesarnya adalah ancaman Hail sebelum pergi entah ke mana tadi. Iya, pria mesum itu mengancam akan menyerang Ranesha kalau ia bergerak barang sedikit pun dari sini.“Damn! That fucking bastard!” Bahkan membayangkan dirinya diserang oleh Hail dengan penampilan yang hot begitu malah membuat pipi Ranesha memanas, seharusnya gadis ini takut! Iya, kan? Lantas kenapa dia seperti menanti untuk diseran Hail? Ranesha sudah seperti domba dungu yang menyerahkan diri pada serigala lapar.“Oh my ghost!” Ranesha mengacak-acak rambut dan memukul ke
Sosok pelayan itu—Lily—memandang pria di depannya kini dengan tatapan horor. Mungkin bisa pula didefinisikan juga dengan pandangan penuh tanda tanya dan intimidasi? Hail tidak bisa mendeskirpsikan tatapan mata itu.“Ba-bajunya.” Lily menyerahkan totebag yang sudah ia siapkan tadi, pada Hail dengan gerakan yang ragu-ragu.“Terima kasih.” Ketika Hail ingin melangkah pergi, ia malah bertemu dengan sosok penguasa di rumah tersebut. Caspian Seibert. Entah apa yang terjadi, tapi Hail benar-benar merasa ditimpa kesialan bertubi-tubi hari ini.Tidak hanya Hail, bahkan Lily sekali pun tidak menyangka bahwa Caspian akan berada di depan teras rumah pada jam segini—ini masih jam tiga pagi, jam tiga pagi, lho! Sebenarnya apa yang Caspian lakukan di jam seperti ini?“Aku tidak pernah tahu bahwa CEO dari perusahaan yang kuberi banyak suntikan dana bisa bertam