Suamiku Hilang saat Aku Hamil

Suamiku Hilang saat Aku Hamil

last updateLast Updated : 2025-09-03
By:  RindaUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
13Chapters
24views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Tiga tahun menikah, Indira dan Farhan hidup dalam kesederhanaan yang penuh cinta. Meski belum juga dikaruniai anak, Farhan tak pernah mengeluh maupun mendesak. Ia mencintai Indira dengan tulus, atau setidaknya itulah yang selalu Indira yakini. Hingga suatu hari, Indira membawa kabar yang selama ini mereka nantikan: ia hamil. Tapi kebahagiaan itu tak bertahan lama. Beberapa bulan setelah kabar bahagia itu, Farhan menghilang tanpa pesan, tanpa jejak, seolah ditelan bumi tanpa tanda ataupun firasat apapun sebeumnya. Semua nomor tak aktif, semua akun media sosial lenyap, dan tak ada satu pun orang yang tahu ke mana Farhan pergi. Dalam kondisi hamil, Indira harus menanggung beban kehilangan, kecemasan, dan tekanan batin yang nyaris meremukkan tubuh dan jiwanya. Ia menelusuri setiap kemungkinan, menggantungkan harapan pada setiap petunjuk yang samar, hingga tak ada lagi air mata yang tersisa. Sebenarnya kemana Farhan pergi? Apakah dia masih hidup ataukah ...

View More

Chapter 1

1. Bukan pergi ke Masjid

Sore itu, aku tersenyum saat suara motor suamiku terdengar memasuki halaman rumah. Salah satu hal sederhana yang membuatku bahagia adalah kedatangan suamiku, entah dari tempat kerja atau dari mana saja. Seperti biasa, suamiku memang selalu pulang kerja tepat waktu. Terlebih hari ini, aku ada jadwal kunjungan ke dokter kandungan untuk memeriksakan kehamilanku yang sudah berjalan lima bulan.

Tiga tahun menikah, rumah tangga kami berjalan sangat harmonis. Mas Farhan adalah suami yang romantis dan penuh pengertian. Meskipun secara ekonomi penghasilanya belum sepenuhnya mencukupi, tapi bagiku tak masalah. Aku membantunya dengan berjualan fashion syar'i secara online. Alhamdulilah, usahaku cukup menghasilkan sehingga aku tak perlu mengalami kekurangan secara ekonomi.

Saat ini kami sedang menantikan kehadiran buah hati yang telah tiga tahun kami tunggu. Kurasakan Mas Farhan semakin perhatian dan penuh kasih padaku, seolah aku adalah perempuan paling beruntung karena memiliki suami seperti Mas Farhan.

"Mas, jangan lupa temani aku periksa ke dokter kandungan sore ini" ucapku lembut, mengingatkan suamiku yang sudah selesai mandi dan mengenakkan baju koko dan celana panjang. Suamiku memang selalu sholat di masjid ketika di rumah.

"Iya dek, berangkatnya habis maghbrib, kan?" Tanyanya. Ku lihat tanganya memegang handphone dan pandanganya tak lepas dari layar saat berbicara denganku.

"Iya, Mas!"

"Kalau begitu, Mas sholat ke masjid dulu sebentar ya!" Ucap suamiku sebelum meninggalkan rumah dan pamit pergi ke masjid.

Aku pun masuk ke kamar. Menggelar sajadah dan memakai mukena, bersiap menunaikan sholat maghrib. Aku masih sempat mendengar suara suamiku yang sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon sambil berjalan menjauh dari rumah. Meski terdengar seperti sesuatu yang genting, namun aku tak begitu menghiraukan karena suara suamiku pun semakin menjauh.

Setelah selesai sholat Maghrib, aku langsung bersiap untuk ke dokter. Memakai kembali jilbabku, mengambil tas, lalu memasukan dompet, handphone serta buku kehamilan ke dalam tas. Aku memutuskan menunggu Mas Farhan di teras, agar saat dia kembali dari masjid kami langsung berangkat.

Lima belas menit aku menunggu, Mas Farhan tak kunjung datang dari Masjid. Ku putuskan tetap menunggu, dua puluh menit, tiga puluh menit, hingga Adzan Isya berkumandang Mas Farhan tetap tak kunjung pulang dari masjid. Aku mulai kesal, namun masih mencoba berpikir positif.

"Mungkin Mas Farhan sekalian sholat Isya biar gak kemalaman" pikirku.

Aku pun memutuskan untuk kembali masuk ke dalam rumah dan menunaikan sholat Isya. Setelah menunaikan sholat Isya, aku kembali menunggu di teras berharap Mas Farhan segera pulang dari masjid dan mengantarkanku ke dokter.

Sayangnya, Mas Farhan tak juga kembali dari masjid. Hampir satu jam aku duduk di teras setelah sholat Isya, namun sosok Mas Farhan tak juga ku lihat. Aku mulai resah dan tak nyaman. Ada rasa khawatir, takut terjadi sesuatu pada suamiku namun juga kesal, karena Mas Farhan tidak segera pulang untuk mengantarku ke dokter.

Aku sudah mencoba menelponnya beberapa kali.

Namun yang kudengar hanya suara operator "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif"

Sungguh aneh, selama ini Mas Farhan tak pernah mematikan handphone. Terlebih setelah aku hamil, dia selalu siaga saat ku telpon, bahkan selalu memblasa pesan saat lembur.

Ku lirik jam tangan yang melingkari lenganku, waktu sudah menujukkan jam sembilan malam. Aku mulai gelisah, kali ini bukan karena Mas Farhan tidak jadi mengantarkanku ke dokter, tetapi karena khawatir jika terjadi sesuatu padanya.

Akhirnya kuberanikan diri untuk bertanya pada pak Sholeh, tetangga samping rumahku. Mas Farhan biasanya berangkat ke masjid bareng Pak Sholeh, harusnya dia tahu.

"Assalamualaikum" ucapku sambil mengetuk pintu rumah mereka dengan hati was-was.

"Walaikumsalam" sahut Bu Halimah, istri Pak Sholeh menjawab sambil membukakan pintu. Beliau tampak terkejud melihatku datang jam sembilan malam sambil berpakaian rapi dan membawa tas kecil, layaknya orang yang hendak pergi.

"Indira? Ada apa Nak?"

"Maaf Bu, saya cuma mau tanya, tadi apakah Bapak pergi ke masjid bareng Mas Farhan? Soalnya Mas Farhan sampai sekarang belum kembali dari Masjid" tanyaku dengan suara pelan, menahan perasaan cemas dan gelisah yang tak karuan.

Pak Sholeh keluar menyusul istrinya. Dia sudah berganti menggunakan pakaian rumah yang terlihat santai, kaos oblong dan celana pendek.

"Ada apa, Bu?" Tanya Pak Sholeh ke istrinya.

"Ini loh, Indira nyariin suaminya. Tadi Bapak liat Nak Farhan di masjid gak?" Tanya Bu Halimah, sekaligus menyampaikan maksudku.

Pak Sholeh mengernyit, matanya menerawang ke atas mencoba mengingat.

"Kayaknya tadi Farhan gak ada di Masjid deh. Dari Maghrib sampai Isya Bapak gak lihat!"

Jantungku terasa mau lepas mendengarnya.

"Jadi pas sholat Maghrib juga gak ada Pak?" Tanyaku dengan suara bergetar menahan rasa cemas.

Pak Sholeh menggeleng pelan. "Enggak, seingat Bapak tadi Farhan gak ada di Masjid"

Deg!

Rasanya seperti palu besar menghantam dadaku. Jika bukan ke masjid, lantas Mas Farhan ke mana?

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
13 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status