“Halo? Kamu masih ada di sana, Leen?” tanya Samuel setelah suasana menjadi hening selama beberapa saat. “Kenapa jadi diam?”
“Sam…,” kata gadis itu parau. “Apakah rumah kita nanti harus sebesar tempat tinggalmu yang sekarang? Aku…aku nggak terbiasa memakai jasa pembantu rumah tangga. Nggak enak menyuruh-nyuruh orang lain mengerjakan hal-hal yang bisa kukerjakan sendiri. Aku merasa lebih nyaman tinggal di rumah yang biasa-biasa saja. Yang kukenal seluk-beluknya dengan baik. Takut kalau malam hari terasa sepi sekali. Lagipula pasti nggak cukup mempekerjakan satu orang pembantu di rumah sebesar itu. Bisa tiga atau empat orang. Lha, tuan rumahnya sendiri cuma dua orang. Nggak sepadan menurutku,” komentar Aileen panjang lebar. Begitulah kebiasaan gadis itu kalau bermaksud meyakinkan orang lain.
Samuel akhirnya mengalah. “Baiklah. Akan kubicarakan hal ini dengan orang tuaku. Tapi apakah rumah kita nanti harus satu lantai juga seperti rumahmu?”
“Kalau bisa begitu ya, lebih baik. Jadi aku nggak terlalu repot bersih-bersih,” jawab si gadis jujur. Dia sebenarnya suka melakukan pekerjaan rumah tangga. Tapi kalau terlalu banyak ya susah juga. Takutnya dirinya tak sempat menggarap pekerjaannya menerjemahkan novel-novel online.
Ya, berbekal kemampuannya berbahasa Inggris yang dimilikinya, Aileen memilih profesi sebagai penerjemah novel dari bahasa Inggris ke Indonesia, demikian pula sebaliknya. Sudah satu tahun dirinya menggeluti profesi itu. Sebelum lulus kuliah.
Ternyata pendapatannya lumayan. Dirinya juga merasa nyaman bekerja di rumah tanpa terikat oleh jam kantor. Pokoknya target menyelesaikan terjemahan terlampaui, ya sudah. Setelah enam bulan menekuni pekerjaan tersebut dengan serius, Aileen akhirnya memutuskan inilah jalan hidupnya.
Untungnya orang tua gadis itu termasuk demokratis dalam hal profesi yang dipilih anak mereka. Yang penting halal, dapat menghasilkan uang, dan anak semata wayang mereka itu menikmatinya. Meskipun tidak kaya raya seperti keluarga Ruben Manasye, keluarga Harris Benyamin termasuk hidup sangat berkecukupan.
Sayangnya persaingan bisnis jasa bengkel mobil di kota Surabaya semakin ketat. Pengusaha harus jeli membaca situasi dan berhubungan baik dengan pihak asuransi kendaraan. Kerja sama yang dilakukan melibatkan sejumlah uang pelicin yang mengakibatkan pendapatan bengkel berkurang meskipun kelihatannya jumlah orderan tidak menurun.
Disamping itu bengkel harus meng-upgrade peralatan yang digunakan sehingga perbaikan bodi mobil tak memakan waktu lama, namun hasilnya tetap memuaskan.
Sayangnya perhitungan yang keliru membuat bisnis Harris merugi. Demi mempertahankan kegiatan operasional bisnisnya, ayah Aileen itu terpaksa meminjam uang dari bank. Nominal pinjamannya yang semula tidak seberapa kemudian bertambah terus hingga akhirnya membengkak dan tak terbendung lagi.
Penghasilan bengkel hanya sanggup membayar bunga hutang, sedangkan pokoknya sama sekali tak tersentuh. Itulah sebabnya laki-laki itu kemudian memberanikan diri untuk meminjam uang pada Ruben, teman baiknya di SMA dulu. Karena hanya orang sekaya Ruben Manasye-lah yang mampu mengeluarkan dana sebesar itu secara tunai.
Harapan Harris, temannya itu takkan membebaninya dengan bunga yang berat. Tak dinyana, Ruben bahkan membebaskannya dari kewajiban membayar hutang sepenuhnya asalkan bersedia menikahkan anak-anak mereka!
“Sam…, kok giliran kamu yang diam?” tanya Aileen beberapa saat kemudian. “Apakah permintaanku itu terlalu susah?” tanya gadis itu kuatir. Maklum, calon suaminya ini tajir melintir. Takutnya tak mampu beradaptasi tinggal di rumah yang tidak megah.
“Aku sedang memikirkan gimana cara ngomong yang enak sama Papa,” sahut Samuel terus terang.
“Oh, tentang permintaanku itu, ya?”
“Betul,” jawab pemuda itu mengakui. “Kalau aku sendiri sih, nggak masalah. Dulu waktu kuliah di Amrik, aku tinggal di apartemen dan bersih-bersih sendiri setiap hari. Memang lebih enak sih, menurutku. Praktis dan simpel.”
Aileen melongo. “Kamu…kamu bisa bersih-bersih rumah?” tanya gadis itu tak percaya.
“Bisa, dong,” timpal Samuel ceria. “Asal ukurannya nggak sebesar rumahku ini. Hehehe….”
Lawan bicaranya tersenyum lega. Berarti nggak akan ada masalah, cetus Aileen dalam hati. Aku akan tinggal seatap dengan orang yang tidak malas melakukan pekerjaan rumah tangga. Kami bisa saling berbagi tugas nanti.
“Itu sajakah syarat yang diajukan pacarmu?” tanya lawan bicaranya kemudian. “Nggak mau ada pembantu. Pintar juga dia. Kalau ada pembantu takutnya mereka tahu kita nggak tidur sekamar. Bisa berabe nanti.”
“Iya,” jawab Aileen sekenanya. Padahal bukan itu saja kekuatiran James, batin gadis itu. Dia takut kamu menyentuhku….
“Jadi udah nggak ada permintaan lainnya?” tanya Samuel lagi. “Cuma nggak mau ada pembantu dan rumah kita nanti jangan terlalu besar. Gitu aja?”
“Iya,” jawab lawan bicaranya mantap. “Nggak berat kan, syarat itu?”
“I think so. Kuusahakan papa-mamaku mau mengerti. Aku akan berbicara baik-baik pada mereka.”
“Kamu pasti bisa, Sam. Semangat!” seru si gadis memotivasi calon suaminya. Pemuda itu sampai tertawa geli mendengarnya.
“Thank you, Aileen,” sahut Samuel tulus. “By the way, kamu kok yakin aku bisa mewujudkannya?”
Aileen termangu. Dia sendiri tak tahu jawabannya. Yang jelas gadis itu yakin calon suaminya itu sanggup memenuhi permintaannya. “Aku nggak tahu, Sam,” jawabnya jujur. “Yang pasti aku percaya kamu akan mengusahakan yang terbaik untuk memenuhi keinginanku.”
Hati pemuda itu tersentuh mendengar pernyataan si gadis. Sepertinya kami berdua bisa menjadi teman baik, batinnya senang. Aileen Benyamin ternyata orang yang logis dan bisa diajak berkompromi. Di antara kami sudah mulai terjalin pengertian satu sama lain.
“Sam, sudah malam,” cetus Aileen selanjutnya. “Aku ngantuk. Tidur dulu, ya. Good nite.”
“Nite, Aileen. Semoga mimpi indah,” balas Samuel.
Pembicaraan di telepon itu pun berakhir. Sang pemuda lalu membaringkan tubuh kekarnya di atas ranjang.
“Aileen Benyamin,” cetusnya pelan. “Semakin ke sini, aku merasa dirimu gadis yang menyenangkan. Seandainya aku tidak…. Ah, sudahlah, Samuel Manasye! Nggak usah berharap lebih. Kamu sudah melakukan berbagai cara agar pulih seperti sediakala. Tapi ternyata tak berhasil juga. Sudahlah, terima saja nasibmu. Yang penting kamu akhirnya menikah dan dapat memberikan penerus bagi keluarga Manasye! Itu saja.”
***
Samuel menganggukkan kepalanya. Dia lalu mengeluarkan sejumlah uang dari dalam dompetnya. Diberikannya pada James sebagai biaya untuk pengobatan luka-lukanya. James menerimanya sembari mengucapkan terima kasih. Kedua laki-laki itu sudah tak lagi menyimpan beban. Permasalahan di antara mereka kini sudah selesai.Samuel menutup pintu taksi. Dikatakannya pada sopir agar segera mengantar James dan Sheila ke rumah sakit terdekat. Tak lama kemudian mobil taksi itu meluncur meninggalkan rumah tersebut. Samuel merangkul istrinya mesra. Diajaknya wanita itu masuk ke dalam rumah.Begitu pintu ditutup, pasangan suami-istri itu saling berpelukan erat. “Sori ya, Sam,” ujar Aileen meminta maaf. “Aku memberimu kejutan yang tak menyenangkan seperti ini. Ini sebenarnya adalah ide dari psikiater yang kudatangi….”“Apa?!” seru suaminya kaget. “Kamu menemui psikiater?”Aileen mengangguk mengiyakan. Dia lalu menjelaskan, “Aku menemui jalan buntu, Sam. Nggak tahu lagi gimana caranya memulihkan kejantananmu
Suatu sore Samuel pulang dari kantor dalam keadaan lelah sekali. Hari ini perundingan dengan pihak supplier bahan baku pabrik peralatan dapur miliknya berjalan alot dan belum mencapai kata sepakat. Persaingan penjualan di pasar semakin ketat. Pembeli semakin jeli dalam memilih produk. Harga dan kualitas menjadi poin utama dalam membeli produk peralatan dapur. Oleh karena itulah selama beberapa tahun ini perusahaan milik Ruben tak menaikkan harga jual produk dengan tujuan agar tidak ditinggalkan konsumen. Meskipun margin yang dihasilkan tipis sekali, tapi mereka tetap berusaha menghasilkan produk dengan kualitas terbaik namun dengan harga terjangkau. Sayangnya tadi pihak supplier berkata bahwa ketersediaan bahan baku semakin menipis dan biaya transportasi untuk memperolehnya semakin mahal. Oleh karena itu mereka terpaksa harus menaikkan harga jual bahan baku kepada pabrik milik Ruben. Karena tak tercapai kesepakatan, maka perundingan dengan pihak supplier tersebut harus dilanjutk
Setelah mengatakan hal itu, mantan kekasih James tersebut menghela napas panjang. Terbayang kembali dalam benaknya ketika pertama kali memergoki pemuda itu berjalan dengan mesra sambil merangkul Yashinta. Selang beberapa waktu kemudian eh, dia bertemu kembali dengan pasangan itu tapi dalam keadaan digiring pihak yang berwajib akibat dugaan kepemilikan narkoba!Benar-benar ironis. Apakah ini hukuman yang harus dijalani James akibat menelantarkannya dalam keadaan hamil?Ah, tapi dia kan nggak tahu aku hamil, cetus Aileen dalam hati berusaha pikiran buruk dalam benaknya. Sudahlah. James adalah masa lalu bagiku. Tak berarti apa-apa lagi, batin wanita itu memutuskan. Fokusku sekarang adalah mencari kesembuhan buat suamiku.Akhirnya Aileen tak lagi membahas tentang pemuda itu dengan psikiater. Dia kembali mengeluarkan uneg-unegnya tentang Samuel.“Meskipun kondisi suami saya itu sudah berlangsung lama, tapi saya punya keyakinan masih ada harapan untuk membuatnya menjadi laki-laki seutuhnya
Ah, sudahlah, pikir Aileen tak peduli. Cuek aja kalau aku nanti melewati restoran James. Nggak usah noleh kanan-kiri. Jalan santai aja. Pandangan lurus ke depan. Kayak pake kacamata kuda!Demikianlah perempuan itu menguatkan batinnya untuk melewati tempat kerja pemuda yang pernah mengisi relung hatinya yang terdalam. "Let's go!" tegasnya pada dirinya sendiri.Sesampainya di ujung eskalator, dia lalu melangkah dengan mantap dan penuh rasa percaya diri. Dilewatinya koridor mal yang kanan-kirinya terdapat restoran-restoran yang menjual berbagai menu masakan kelas menengah keatas. Pengunjung tidak terlalu ramai karena waktu itu sudah lewat jam makan siang.Tiba-tiba pandangan Aileen terarah pada sebuah restoran di sebelah kiri depan yang dikerumuni beberapa orang laki-laki berbadan tegap. Pakaian yang dikenakan orang-orang itu biasa saja. Tapi sikap mereka yang sangat serius begitu menarik perhatian.Seketika itu juga perasaan Aileen menjadi tidak enak. Dia menyadari bahwa restoran terseb
Begitu keluar dari ruang ibadah, Aileen berjalan menuju ke kantin. Dia merasa haus dan ingin membeli minuman. Ketika melewati papan pengumuman gereja, perempuan itu berhenti sejenak untuk mengetahui informasi terkini yang berkaitan dengan tempat ibadahnya tersebut. Tiba-tiba pandangannya terarah pada sebuah poster berwarna biru terang yang berjudul Tips-tips Jitu Menjaga Keharmonisan Pasutri. Judul tersebut membuat Aileen semakin tertarik untuk membaca lebih lanjut. Ternyata poster itu merupakan promosi tentang seminar rumah tangga yang akan diadakan di aula gereja pada hari Minggu depan. Narasumbernya adalah seorang psikiater yang berpengalaman dalam menangani persoalan-persoalan yang kerap dihadapi pasangan suami-istri.Aileen menatap foto wajah psikiater tersebut dengan rasa ingin tahu. Seorang perempuan berusia sekitar lima puluh tahunan dengan rambut pendek sebahu, wajah tirus, dan sorot mata bijaksana. Senyuman yang tersungging dari bibirnya tampak pas. Tidak terlalu lebar nam
Percobaan ketiga itu lagi-lagi berujung pada hal yang sama seperti percobaan-percobaan sebelumnya. Kejantanan Samuel sama sekali tidak bangkit. Pria itu pun lagi-lagi menstimulasi bagian-bagian intim tubuh Aileen agar istrinya itu mencapai puncak kenikmatan.Hebatnya Aileen tak putus asa. Beberapa hari kemudian wanita itu membuatkan suaminya ramuan jamu yang menurut testimoni para pria di internet mampu membangkitkan kejantanan mereka hingga membuat pasangan klepek-klepek."Apa ini, Sayang?" tanya sang suami saat disodori satu gelas besar minuman berwarna tidak jelas. Bagaikan kombinasi antara coklat muda dengan hijau tua. Samuel menatap cairan tersebut dengan perasaan jijik."Jamu ajaib buatmu, Sayang," jawab Aileen sembari menatap lembut suami tercintanya itu.Tatapan khas istrinya itu selalu membuat hati Samuel tersentuh. Haizzz..., keluhnya dalam hati. Penampakan ramuan itu saja sudah membuatku merinding. Gimana harus meminumnya? Bisa-bisa aku mual dan muntah-muntah!"Aku sudah m