Sesuai janjinya, Jordan datang menemui Jaren di kantor pusat perusahaan. Jaren cukup lega melihat anak bungsunya itu benar-benar memenuhi janji. Tentu saja, tidak begitu saja dia memberikan pekerjaan untuk Jordan. Dia memaparkan semua hal yang berhubungan dengan perusahaan.
Jordan bukannya buta sama sekali tentang perusahaan itu. Hanya saja selama ini dia tidak begitu mau tahu. Selama beberapa hari Jaren minta salah satu asistennya mendampingi Jordan berkeliling perusahaan dan mengenalkan seluk beluk perusahaan itu. Terpaksa Jordan tidak bisa banyak mendampingi Clarabelle di rumah sakit, apalagi pergi ke club. Tapi dia berusaha menunjukkan dia serius dengan niatnya bekerja.“Kurasa dia tidak main-main kali ini, Jay. Aku lega, Jordan mau berubah. Dan karena wanita itu. Lala? Jika memang dia berhasil membuat Jordan mau peduli hidupnya, aku akan terbuka menerima dia.” Ann-Mary bicara pada Jaren siang itu. Jordan sedang berada di tempat produksi bersama as
Clarabelle mengajak Crystal dan James makan malam bersama. Mereka bertiga saja, tanpa Adriano. Makan malam sederhana, tapi cukup menyenangkan. Clarabelle lumayan pandai memasak. Seperti sebelumnya Crystal bercerita banyak hal, membuat susasana tidak kaku. Dan James, dia sesekali memandang Clarabelle, membuatnya sedikit tidak nyaman. “Kamu harus sering datang mengunjungiku, Lala. Aku mau masak bersama kamu. Kamu bersedia, kan?” Crystal bicara dengan wajah berseri, memandang pada Clarabelle yang tersenyum padanya. “Tentu, Granny. Asal papa sudah sehat, aku akan datang menemui Granny,” ujar Clarabelle. James hampir tidak bicara. Hanya sesekali melihat pada Crystal dan Clarabelle yang berbincang dengan hati senang. Clarabelle menilai James sangat berbeda dengan Jordan yang ramah dan lembut. James terlihat dingin dan sangat tak acuh. Clarabelle tidak terlalu mau terganggu dengan itu, meski Clarabelle tahu James tidak menyukainya. “Sebelum pulang aku harus
“Are you sure, you wanna see Granny today?” Jordan memperhatikan Clarabelle yang berdiri di depan cermin besar di meja riasnya. Clarabelle menyisir rambutnya yang Panjang indah, berkilau. Dari cermin itu Clarabelle menatap Jordan yang berdiri tak jauh dari ranjang sedang merapikan dasi yang dia kenakan. “Ya, aku sudah janji. Kalau papa sehat, aku akan mengunjungi Granny setidaknya seminggu sekali. Papa tidak keberatan, Jordan.” Clarabelle meletakkan sisir kembali ke tempatnya, lalu berbalik melihat pada Jordan. “Baiklah, asal papa baik-baik saja, aku terserah padamu.” Jordan tersenyum, meraih jas yang tersampir di pinggir kasur dan mengenakannya. Clarabelle terus menatapnya. Tampan, gagah, baik hati, sabar, dan pengertian. Komplit sekali paket JOrdan Gerald Hayden buat Clarabelle. Sudah hampir empat bulan sejak pernikahan mereka, Clarabelle semakin senang bisa menjadi istri Jordan. “Kenapa menatapku seperti itu?” Jordan batal mengancingkan jas
Clarabelle tidak ingin beranjak dari tempatnya. Dia ingin tahu lebih banyak tentang Jordan. Entah dengan siapa James bicara, yang jelas ucapannya membuat debaran tidak nyaman kuat melanda hati Clarabelle.“Terus terang saja, waktu melihat adikmu muncul di acara reality show itu, kukira dia sedang disewa untuk menaikkan rating penonton. Jadi dia memang menikah?” Suara pria yang bersama James itu terdengar lebih keras.“Aku masih belum tahu motifnya apa dia melakukan pernikahan konyol itu. Tiga temannya setali tiga uang, belum ada yang buka mulut saat aku coba pancing. Pasti mereka tahu sesuatu.” James terdengar kesal.“Lalu bagaimana pekerjaan Jordan? Apa dia serius saat di kantor?” Pria yang bersama James itu sedikit merendahkan suaranya.“Ah, apanya serius? Semua juga harus dirapikan lagi oleh asisten.” Kembali suara James meninggi. “Jordan tidak tahu bekerja. Pikirannya masih juga bermain-main. Otakn
Clarabelle mendongak menatap balik kepada Jordan. Dia harus mendapat jawaban dan kejelasan. Dia adalah istri Jordan dan pria itu tidak bisa semena-mena padanya.“Aku mau kamu jujur. Katakan padaku, ke mana kamu setelah kerja?” Dengan tegas Clarabelle bertanya sekali lagi.Jordan makin terkejut. Apa yang Clarabelle dengar? Apa yang dia tahu? Pasti ada orang yang bicara tentang dirinya pada Clarabelle hingga dia semarah ini.“Aku menemui teman-temanku. Apa itu salah?” Jordan berusaha menekan emosinya. Dia harus bisa menundukkan Clarabelle. Selama ini Clarabelle sangat mudah ditaklukkan. Pasti tidak akan kesulitan Jordan meredakan emosi Clarabelle.“Kamu ke club? Bertemu wanita-wanita di sana?” Clarabelle tidak bisa lagi menahan diri. Dia ingin tahu kenyataan yang dia hadapi. Pria seperti apa yang sebenarnya dia nikahi ini.Jordan menarik nafas dalam. “Kamu tahu dari mana? Kenapa itu jadi masalah?”
Pagi itu, Jordan dengan tergesa menuju ke kantor James. Dia memang menunggu saat itu, ketika James kembali dari luar kota, Jordan ingin memberi peringatan pada kakaknya agar tidak mengganggu rumah tangganya.James belum lama sampai di kantor, dia sedang menepon seseorang. Tiba-tiba pintu kantornya terbuka, Jordan masuk dengan tergesa, berdiri tepat di depan mejanya. James tentu saja terkejut dan segera mengakhiri panggilannya.“Selamat pagi, Adikku.” James menatap heran karena Jordan tanpa ada kabar muncul begitu saja di hadapannya. “Senang sekali dapat kunjungan sepagi ini,” sindir James.“Aku datang bukan mau berdamai denganmu, James.” Jordan tidak bisa berpura-pura manis kali ini. Dia sudah menyimpan kesal berhari-hari dan tiba saatnya dia luapkan.“Jelas sekali. Senyum lebar itu memberitahuku, kamu ingin memelukku karena rindu.” James menimpali dengan sinis. Dia pun berdiri dengan wajah mulai tegang.
Demi ingin membuktikan dirinya, Jordan makin serius dengan pekerjaan setiap hari. Pagi berangkat kerja, hari gelap baru dia pulang. Sesekali saja Jordan pulang malam. Namun sampai di rumah pun Jordan banyak berada di ruang kerja hingga hampir tengah malam. Clarabelle mencoba mengerti kesibukan Jordan. Dia membantu menyiapkan apa saja yang Jordan perlukan saat di rumah. Rasa rindu sebenarnya mendera Clarabelle. Suasana manis dan romantis di awal pernikahan seperti menguap. Jordan terkesan dingin dan tidak terlalu peduli Clarabelle. “Jordan …” Clarabelle melongok di pintu ruang kerja Jordan. Pria itu tampak serius menatap layar di depannya, tidak menyahut. Dia mendengar Clarabelle tetapi tidak mau bereaksi karena sedang fokus dengan yang dia kerjakan. Clarabelle masuk, membawakan minuman untuk Jordan. “Apa masih banyak pekerjaan? Kamu tidak lelah?” Jordan belum bereaksi. Wajahnya lurus pada layar dengan kening berkerut. “Jordan …” panggil Clarab
Wanita itu tidak hanya memeluk Jordan. Seperti tidak punya malu, dia mendaratkan kecupan pada Jordan, di depan Clarabelle! Seketika jantung Clarabelle menderu, seakan-akan mendapat serangan jantung. Tubuh Clarabelle sedikit gemetar, matanya melebar melihat kejadian tak terduga itu. “Leony! Lepas!” Jordan mendorong wanita itu agar menjauh. Wajah Jordan memerah. Dia sangat terkejut karena Leony ternyata datang di acara pernikahan sahabat Clarabelle. “Kamu gila. Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Jordan dengan geram. Leony tertawa kecil sambil menatap Jordan. “Kamu pikir aku mengikutimu, Jordan? Dunia ini ternyata sempit sekali. Aku kenal baik kakak mempelai wanita. Siapa yang mengira, kamu juga datang, bersama istrimu. Istri? Haa … haa …” “Jadi … aku hanya alat taruhan buat kamu, Jordan Hayden!” Clarabelle mengepalkan kedua tangannya. Dia menatap tajam pada Jordan. Dadanya naik turun menahan emosi yang mau meledak. Wajah dan telinganya panas mengetah
Senyum manis dan lebar terpampang di depan Clarabelle. Wanita cantik dengan tubuh besar, padat, dan seksi berdiri di depan Clarabelle. “Apa kabar? Aku benar, ini kamu, Clarabelle!” Wanita itu maju beberapa langkah dan memeluk Clarabelle dengan hangat. “Oh, my God. Rita!” Clarabelle segera melempar senyum lepas. Kejutan yang menyenangkan. Rita, teman baiknya saat dia mengikuti reality show waktu itu. Siapa yang mengira mereka bsia bertemu secara kebetulan seperti itu. “Senang sekali melihatmu lagi, Clarabelle!” Rita masih memandang dengan senyum lebar. Kedua tangannya memegang bahu Clarabelle. “Aku bayar belanjaanku, lalu kita bicara.” Clarabelle mengacungkan keranjang yang dia pegang. Gilirannya untuk membayar di kasir. Beberapa menit berikut kembali kedua wanita itu bicara. Tapi Clarabelle tidak bisa lama karena harus segera pulang. Rita tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, dia memilih ikut ke rumah Clarabelle. Ada banyak yang dia ingin ceritakan. Dia masih punya setidaknya sampa