Share

Mimpi Buruk 2

Author: Ririichan13
last update Huling Na-update: 2025-05-24 23:19:01

Yuzha mengerutkan keningnya tanda penasaran.

"Rumah sakit? Tumben amat. Ini kan hari sabtu, Dek?" tanyanya.

Setya tidak segera menjawab. Ia hanya menggigit roti panggangnya dengan malas, mengunyah tanpa benar-benar menikmati. Perasaannya masih tidak enak. Gelisah. Seperti ada sesuatu yang akan terjadi, tapi ia tidak tahu apa.

"Kamu ada masalah apa, Dek? Cerita lah," ucap Yuzha kembali.

Namun, Setya malah menggelengkan kepalanya pelan.

"Nggak ada apa-apa, Mas. Aku mau input laporan, biar hari senin atau selasa gaji karyawan udah di transfer semua. Terus sekalian restock obat dan alat-alat nakes yang abis. Jadi rencananya, dua hari ini aku rada lembur," jawabnya memberi alasan.

Yuzha hanya mengangguk. Alasan yang diberikan Setya sedikit masuk akal, apalagi ini sudah masuk tanggal 25, ia sendiri memang suka lembur jika sudah tanggal-tanggal segitu.

Setya menatap kopi yang mulai dingin. Lalu mengeluarkan ponselnya dan kembali membuka pesan dari @arr_prass tadi.

'Aku nggak punya ayah
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Perjalanan Menuju RS Permana

    Riri berdiri di depan cermin di toilet khusus karyawan. Ia menatap pantulan dirinya yang masih diliputi kecemasan. Seragamnya yang tadi berlumuran darah kini telah berganti dengan pakaian bersih yang dibawakan oleh Bude Siti. Namun, tidak ada yang benar-benar berubah, hatinya masih dipenuhi ketakutan.Tangannya gemetar saat mencoba merapikan kunciran rambutnya. Bayangan Juna yang terbaring lemah di IGD terus menghantuinya. Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan diri, lalu bergegas keluar."Bu Devi, Putri, semuanya, aku pamit pulang duluan ya," pamit Riri kepada teman-teman di apotek.Bu Devi segera menghampiri lalu memeluknya dengan erat."Kamu hutang banyak penjelasan, Ri," ucapnya sedikit kecewa. "Janji yah, setelah ini kamu harus cerita semuanya."Riri mengangguk lalu segera memeluk temannya satu persatu. Mereka semua menguatkan dan juga memberikan dukungan untuk Riri saat itu. Dan

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Perlakuan Istimewa

    Riri memutuskan untuk kembali ke IGD tempat dimana Juna berada. Begitu tiba di sana, seorang wanita paruh baya segera menghampirinya."Mbak Riri, maafin, Ibu, Nak," ucapnya seraya memeluk tubuh Riri.Riri yang tadi sudah berhenti menangis akhirnya kembali menangis di pelukan wanita itu."Nggak apa, Bu. Doain aja ya, semoga Juna bisa segera sehat dan pulang," ucap Riri Bude Siti mengangguk lalu segera membelai lembut punggung Riri, memberikan sedikit ketenangan baginya.Tak lama, Kinan dan Nadira menghampiri mereka berdua."Tante ... maafin Kinan ya," lirih Kinan dengan wajah yang tertunduk, suaranya pelan, nyaris berbisik.Riri tak menanggapinya, hanya tersenyum masam saja sambil membelai pucuk kepala Kinan.Ia kembali duduk di kursi ruang tunggu IGD bersama Bude Siti.Tak lama, seorang dokter anak pun masuk menuju IGD dengan wajah yang sedikit tegang."Kakek, tolong selametin Juna," pinta Kinan kepada dokter tersebut."Akan kakek usahakan. Sekarang, kamu sama Mamamu dulu ya. Biar Ka

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Petunjuk Pertama

    Perawat terlihat ragu. “Golongan darah A- jarang, Dok. Kalau pakai donor dari keluarga pun, kita masih harus cek kecocokan dulu, dan itu butuh waktu.”Tanpa pikir panjang, Setya langsung membuka mulutnya. "Golongan darah gua, A-, Mas. Coba pake darah gue aja!”Revan menatapnya. “Lu serius?”“Ya, Mas! Kita nggak punya banyak waktu!" suara Setya tajam, nyaris seperti bentakan.Perawat segera bersiap mengambil darah Setya untuk pengecekan kecocokan. Namun, sebelum mereka bergerak lebih jauh, salah satu perawat lain tiba-tiba berseru, “Dok! Juna kehilangan kesadaran lagi! Tekanan darahnya turun drastis!”“Shit!” Revan segera bergerak, memastikan kondisi bocah itu. “Kita harus cepat! Cek darah Setya sekarang!”Setya bisa merasakan tubuhnya mulai tegang, jantungnya berpacu dengan waktu. Ia menatap Juna yang semakin pucat, wajahnya tampak begitu kecil dan rapuh di antara semua alat medis yang mengelilinginya.Di dalam kepalanya, hanya satu hal yang terus menggema—Anak ini harus selamat. Apa

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Mengurus Berkas Administrasi

    Riri melangkah menuju meja pendaftaran di sebelah apotek."Sat, coba cek berkas ini," ucap Riri seraya menyerahkan sebuah berkas kepada Satria, petugas di bagian administrasi itu.Satria bergegas mengambilnya lalu mengecek di komputer sebentar."Ri, untuk biaya pendaftaran awal, kena dua juta rupiah," ucap Satria lirih. "Ini, masih belum termasuk biaya lain-lain, selain transfusi darah, kamar dan perawatan lainnya."Riri membelalak matanya. "Du--dua juta?"Satria hanya mengangguk, sementara Riri perasaannya langsung berkecamuk."Sat, apa nggak ada discount karyawan atau apa gitu?" tanya Riri kembali memastikan.Satria kembali mengecek komputernya lalu menggelengkan kepalanya pelan."Status lu masih karyawan kontrak di sini, Ri. Dan untuk nama anak ini juga nggak terdaftar. Jadi, kena biaya full," jelas Satria.Riri menghembuskan napasnya berat. "Kalau gua nggak bisa bayar gimana, Sat?"Satria menghembuskan napas berat. "Terpaksa harus di berhentikan, Ri. Dan semua alat yang ada di tub

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Kecelakaan Juna

    "Ayo jalan!" seru Yuzha seraya menggendong Kinan membuka jalan bagi Setya untuk ke rumah sakit. Nadira mengikutinya dari belakang, berjalan perlahan, sambil membekap mulutnya tak percaya. Setya terus berlari tanpa henti, meski kakinya terasa berat. Napasnya mulai memburu, tapi ia tak peduli. Ada satu hal yang terus terngiang di kepalanya— Anak ini ... harus selamat! Begitu Setya masuk, suasana IGD langsung berubah kacau. “Mas Revan, bantu aku! Pasien anak, cedera kepala akibat kecelakaan! Cepat siapkan ruang resusitasi!” Revan dan timnya langsung bergerak. Brankar didorong mendekat, dan Setya dengan hati-hati meletakkan Juna di atasnya. Namun, tangannya masih menekan luka di kepala bocah itu, seolah enggan melepaskannya. "Setya, lepaskan. Kami yang akan menangani," ucap Revan tegas. Setya menoleh sekilas, napasnya memburu, tubuhnya berlumuran keringat, dan tangannya yang berlumuran darah Juna masih gemetar. Matanya yang memerah menatap Revan dengan tatapan penuh ketaku

  • Mata Biru | Jejak Albino Yang Tertinggal   Tabrak Lari

    Drrt! Drrt! Sebuah dering khas menggema di apotek. Riri tersentak. Itu nada dering khusus yang hanya ia pasang untuk anaknya. Tanpa membuang waktu, Riri bergegas mencari ponselnya di antara tumpukan resep yang berserakan. Jemarinya gemetar saat akhirnya menemukan ponselnya dan segera menjawab panggilan itu. “Halo, Sayang?!” Suara dari seberang terdengar agak terburu-buru. ["Ibu, aku sama Mbak Kinan ada di depan gang. Kita mau nyebrang, tapi ... mobil di sini pada kencang-kencang banget"] Dada Riri terasa sesak. Firasat buruk yang sejak tadi mengusiknya kini semakin kuat. "Tunggu Ibu di sana. Jangan kemana-mana, jangan nyebrang, diam di situ!" seru Riri ["Iya, Bu."] Riri segera menutup telponnya, dan langsung menarik lengan Setya, menyeretnya keluar dari apotek. "Mau kemana?" tanya Setya. "Depan. Kinan ada di sebrang," jawab Riri cepat tanpa menoleh. Mendengar ucapan itu, tubuh Setya langsung menegang. Ia langsung berlari kecil bersama Riri hingga keduanya tib

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status