Setelah selesai koordinasi semuanya berbaur menjadi satu. Tidak ada perbedaan mana anak buah dan mana pimpinan, mereka tumpah menjadi satu dalam pesta tersebut. Bagaikan saudara yang selalu akur dan damai. Tapi hal tersebut tidak berlaku bagi Cokky, dia selalu menganggap jika Annan ada pesaingnya yang selalu menghalangi kesuksesannya.
Cokky yang merasa penasaran dengan tiga orang baru yang dibawa oleh guntur mencoba mencari tahu dengan mendatangi meja guntur.
“Pak Guntur, anak buahnya baru ya.” tanya Cokky
“Mereka bertiga? Mereka bukan anak buahku. Dua orang kembar ini Gaying dan Gayang Pradipta Pasha mereka putraku. Dan yang cewek itu Ganetta Tan Harsa cucuku. Kenapa?” tanya balik Guntur setelah menjawab pertanyaan Cokky.
“Anaknya Annan?” tanya Cokky lagi.
“Iya, aku anaknya Ganandra dan Gayatri. Kenapa kamu heran aku masih bernafas di sini?” sahut Aneet. Aneet mengetahui jika cokky adalah salah seora
“Semuanya jadi lima juta empat ratus dua puluh delapan ribu.” kata kasir sembari memasukkan sisa belanjaan di kantong plastik.“Ayah, minta tolong ya.” pinta Aneet dengan tersenyum lebar.Annan mendekati kasir sambil tersenyum dan menggeleng – gelengkan kepalanya.“Ngerjain orang tua.” ucap Annan sambil menghadiahkan bogem lembut ke kepala Aneet. “Pakai kartu bisa kan mbak?” lanjut Annan bertanya pada kasir sambil memberikan kartu debitnya.“Bisa Pak.” jawab kasir sambil mengambil kartu dari Annan dan menggesekkannya pada mesin edisi. “Ini ya Pak totalnya lima juta empat ratus dua puluh delapan ribu. Silakan pinnya pak.” Annan langsung menekan tombol angka pada mesin edc dan menyerahkan mesin kembali mesinnya kepada kasir. “Ini nota dan kartunya pak terima kasih.”Annan tersenyum lalu mengambil kartu dan notanya. Gaying, Gayang, Raka dan Ojan sudah pergi dahulu membawa belanjaan. Aneet yang membawa belanjaan terakhir terlihat melihat – lihat baku sambil menunggu
Di white house...Karena diguyur hujan deras yang tak kunjung berhenti dari tadi pagi buta, udara terasa jadi begitu dingin.Aneet terlihat keluar dari kamar dengan menggunakan sweter warna merah muda. Berjalan dari kamar menuju ke arah dapur, sesekali dia menggesek – gesekkan kedua telapak tangannya untuk mendapatkan sedikit kehangatan.“Pagi Aneet!” sapa Gaying“Pagi juga paman – paman Aneet.” sapa balik Aneet. Bergantian Aneet memberi ciuman selamat pagi pada kedua pamannya.“Mau kopi?” tanya Gayang sambil tolah – toleh mencari sesuatu hingga kepalanya melewati meja pantri dapur.“Ich Paman cari apa?” tanya Aneet dengan nada protes sambil memukul lengan Gayang. “Paman! Aneet mau susu. Udah donk cari apa sih paman?” lanjutnya“Heran aku! Kamu cari apa woy?” Gaying juga ikut – ikutan Protes dengan tingkah Gayang“Ayahmu mana?” tanya Gayang“Dia...? He he he! Masih tidurlah.” jawab Aneet. “Ayo paman katanya mau buatin Aneet susu.” Pinta A
Hingga siang tiba hujan tidak kunjung reda. Meskipun tidak sederas tadi pagi tapi cukup menunda aktivitas di luar ruangan. Sembari menunggu makan siang yang belum datang, mereka melakukan aktivitasnya masing – masing.Aneet bersama Gaying dan Gayang sedang duduk di teras belakang sambil memandangi rintikan air hujan yang turun. Mereka memang selalu kompak dan sangat akrab, Aneet terlihat duduk di depan Gayang dan sang paman memeluk erat keponakannya agar tidak kedinginan.Jarot yang melihat hal tersebut berjalan mendekati mereka, Jarot juga tidak nyaman dengan sikap dia Annan dan tatapan matanya yang tajam.“Hai! Boleh gabung?” tanya Jarot dengan nada lirih dan tersenyum.Mereka bertiga langsung kompak melihat ke arah sumber suara.“Wah boleh dong kak Jarot, ayo mari – mari duduk.” kata Gaying sambil mengambilkan alas untuk duduk.“Kalau ngelihat seperti ini pacarmu tidak cemburu Yang?” tanya jarot b
Pandangan mata semua anggota wilayah lima terus tertuju apa Annan. Mereka merasa bingung dan bertanya apa yang terjadi.“Ayah,” panggil Aneet sambil memegang tangannya yang menggenggam seakan – akan siap memukul seseorang.“Ayo sayang!” Annan yang kembali tersadar dari lamunannya langsung menarik tangan Aneet.Mereka lalu berlari menuju mobil yang disiapkan Gaying dan Gayang.“Aneet! Ada apa ini?” tanya Sarah yang kelihatan bingung.“Tiga bar milik ayah kebakaran.” jawab Aneet sambil berlari di belakang Annan.Sampai di depan mobil Gaying langsung memberikan mantel kepada Aneet dan Annan, di mantel itu sudah ada alat – alat yang dibutuhkan untuk melawan. Mereka berempat pergi tanpa menghiraukan white house. Gayang langsung menginjak pedal gasnya untuk menuju Bar pusat milik Annan.“Sebagian jaga di sini, terus sebagian ikut kita.” kata Willy mengarahkan.&l
Kring! Kring! Kring!“Hallo dic. Ada hal penting apa? Pagi – pagi buta telepon.” jawab Guntur yang sudah menggunakan piamanya karena hendak tidur. Perbedaan waktu 12 jam membuat waktu yang keterbalikan.“Maaf pak saya lupa kalau di sana sekarang baru jam tiga pagi.”“Gak apa – apa, ada berita penting apa?”“Kemarin malam tiga BAR mas Annan kebakaran pak, diwaktu yang bersamaan.”“Okey, terima kasih ya kabarnya. Biar nanti saya yang urus.”Guntur langsung menutup teleponnya, dia duduk di tepi tempat tidurnya. Melamun dan terdiam, berpikir seharusnya dia sekarang di sana agar kondisi lebih kondusif. Tapi kepentingan dia di sini jaug lebih penting dari itu.“Pah, sudah tidak usah dipikir. Percayalah Annan dibantu Aneet, Gaying dan Gayang pasti bisa mengatasi ini semua,” kata Anna yang bangun dari tidurnya.“Iya Mah, selama ini papah juga tidak pernah ikut ca
Brak!Vroom! Vroom! Vroom!Jarot langsung menjalankan mobilnya terus menjauh dari pemancingan Fung.Cokky dan teman – teman yang merasa sudah aman keluar dari persembunyiannya. Dengan sedikit sempoyongan mereka berjalan menuju halaman pemancingan Fung.“Ada perlu apa Jarot menemui Kak Fung? Dia pikir dirinya orang yang penting, cuih! Umpat Cokky sambil meludah dan membuang puntung rokoknya.“Bangsat! Dia mau mencuri awalan dari kita,” sahut Santoso.“Dia tidak akan mungkin menang dari kita, kak Fung kan bagian dari kita,” ucap Cokky sambil merangkul Santoso. “San, hubungi kak tom, yang lain ayo kita masuk,” perintah Cokky.Krek!“Ada apa lagi?” tanya Fung yang mengira Jarot kembali, lalu dia membalikkan badannya. “Oh, kalian. Tumben kemari, pancingan tutup, datang lagi saja besuk,” Lanjut Fung.“Ayolah kak Fung. Kita kesini bukan untuk memancing. Tapi untuk meng
Vroom! Vroom! Vroom!Suara bising knalpot mobil yang terdengar sebagai pertanda dimulainya hari ini bagi Ganeeta Tan Harsa. Berseragam sekolah lengkap dengan sepatu hitam dan tas punggungnya yang berwarna hitam.“Selamat Pagi Ayah,” sapa Aneet. “Semalam paman Ojan dan Fahmi tidak pulang?” tanya Aneet sembari makan roti isi yang sudah di siapkan oleh Annan.“Seperti yang kamu lihat, mereka tidak pulang,” jawab Annan sambil mencoba mengikat rambut anaknya. “Sudah sana berangkat nanti telat lagi,” suruh Annan.“Aneet berangkat dulu ya Yah,” pamitnya sambil mencium ayahnya lalu dia berjalan meninggalkan pantri.“Sayang! Jangan lupa ya salam dari ayah untuk ibu Linda,” teriak Annan“Ogah!” jawab Aneet dengan sewot lalu melambaikan tangannya ke arah Annan.***Saat ini tepat pukul 08.00 beberapa pegawai warung apung dan pemancingan kak Fung sudah tampak berdatangan.
Tin! Tin! Tin!“Aneet ya?” tanya Gaying yang lagi membaca sebuah buku di ruang kontrol kepada Gayang.“Iya,” jawaban singkat Gayang lalu dia lanjutkan dengan membuka pintu gerbang.Grrreeekkkk!!!!Vroom! Vroom! Vroom!Gaying dan Gayang bergegas naik menuju ruang tengah untuk bersama – sama Annan menunggu Aneet. Mengetahui dirinya sedang ditunggu, Aneet yang keluar dari mobil langsung bergegas masuk ke dalam.“Sorry,” ucapan dari bibir Aneet yang pertama kali keluar saat tiba di ruang tengah lalu dia duduk dan menyandarkan badannya yang tampak lelah ke kursi. Melihat hal tersebut Gaying ke dapur untuk mengambilkan air minum.“Dari mana saja?” tanya Annan. “Ayah hubung tidak ada respons, Ayah telepon sekolah katanya kamu kabur dari sekolah?” tanya Annan lagi.“Minum Net,” sela Gaying sembari meletakan sebuah air mineral dingin di meja. Aneet pun dengan segera menyikat