"Ini buatmu," Jerico menyodorkan air putih di hadapan Greta."Terima kasih." Greta meminumnya. "Jadi, bagaimana ceritanya? Jangan bilang kau ingin menghindar dan tak ingin bercerita?" Dia mengalihkan perhatiannya dari isi pesan di ponsel Jerico tadi."Bukan begitu, kau tidak sabar sekali." Jerico mencubit pipi Greta karena gemas. "Sekarang aku akan bercerita. Jadi, waktu papa datang ke kantor dia ingin aku segera menikah.""Lalu kau menjawab apa?" Greta berpikir sejenak kemudian tak membiarkan Jerico menjawabnya lebih dulu. "Aku tahu pasti kau menjawabnya, maaf Pa aku belum memikirkan soal pernikahan. Aku ingin fokus dengan perusahaan dulu." Greta menirukan gaya seperti Jerico.Jerico tertawa lepas. "Kau benar sekali.""Setelah itu, papamu mengatakan apa lagi?" Greta bertanya lagi sambil mengunyah mie di mulutnya.Jerico menatap Greta lekat. Dia khawatir jika menceritakan perjodohannya hubungannya dengan Greta akan merenggang."Ko? Kenapa melamun?" Greta melayangkan sebelah tangannya
Tiba di lobi mansion milik kedua orang tuanya, Jerico bergegas masuk ke dalam. Dia tidak peduli dengan para pelayan yang menyambutnya. Yang dia inginkan segera menyelesaikan keperluannya dan pergi dari sana."Langsung saja, apa yang ingin Papa katakan?" tanya Jerico langsung. Saat itu kedua orang tuanya sedang sarapan di meja makan."Kau ini, datang-datang bukannya basa-basi tanya kabar Papa bagaimana tapi justru sebaliknya." Pak David meletakan rotinya di piring kala Jerico datang dengan sikap tidak sopan."Aku harus ke kantor. Tidak ada waktu untuk berbasa-basi," ujar Jerico dingin.Semenjak Papanya menginginkan perjodohan itu sikap Jerico langsung berubah drastis pada orang tuanya."Kau tidak sarapan dulu, Nak? Ayo, duduk dulu." Mama Helena adalah ibu sambung Jerico. Sementara ibu kandung Jerico telah tiada sejak melahirkannya."Tante tidak usah sok peduli denganku," ucap Jerico dengan ketus.Hubungan Jerico dengan Mama Helena memang tidak baik. Jerico berpikir papanya tidak akan p
Sudah dua hari ini, Jerico pulang terlambat dari kantor. Hal itu membuat Greta khawatir dengan kondisi lelaki itu, mengingat kemarin malam mengalami kecelakaan.Berkali-kali Greta menghubungi Jerico namun ponsel lelaki itu tidak aktif juga. Saat menghubungi Marko pun, dia juga tidak tahu keberadaan Jerico. Marko mengatakan jika Jerico sudah pulang dari kantor. Lantas kemana perginya lelaki itu?"Nona ingin dimasakin apa untuk makan malam?" tegur Flo hingga lamunan Greta buyar seketika."Malam ini kau tak perlu masak. Aku ada janji makan malam di luar bersama temanku," ujar Greta lalu beranjak dari duduknya. "Aku akan bersiap-siap sekarang.""Mau kubantu?" Flo mengajukan diri."Ah, tidak perlu. Aku bisa sendiri." Greta mengulas senyumnya kemudian menuju kamar.Sepulang dari kantor tadi, Mega berniat mengajak Greta makan malam bersama. Perempuan itu bilang, kali ini dialah yang traktir hitung-hitung untuk menghibur Greta. Greta pun menyetujuinya, kapan lagi ditraktir dan makan gratis da
Mobil yang dikendarai Marko akhirnya tiba di restauran mewah pilihan orang tua Jerico. Jerico turun dari mobil lebih dulu, sementara Marko mencari lahan parkir. Tentu saja dia tak membiarkan Marko terlantar begitu saja, maka dari itu lelaki itu memerintahkan sahabatnya masuk ke dalam restauran namun di meja yang berbeda."Maaf, aku terlambat," ucap Jerico mengambil tempat duduk yang masih kosong.Kedua orang tua Jerico sengaja memilih ruang VIP supaya lebih fokus membicarakan perjodohan tanpa adanya gangguan. Padahal bagi Jerico pertemuan makan malam tersebut tidak berarti apa-apa."Engga papa kok, Jer. Kami mengerti kalau kau sibuk sekarang," ucap seorang perempuan di sebelah Jerico."Putraku memang gila pekerjaan, sampai-sampai dia lupa kalau sudah waktunya mencari pendamping," ujar Papa David."Tidak masalah. Bukankah itu bagus? Itu artinya, dia pekerja keras dan bertanggung jawab," timpal Pak Steven, rekan bisnis Papa David."Sudah-sudah berhubung Jerico sudah datang, bagaimana ka
Greta kembali ke tempat duduknya usai dari toilet. Ya, dia izin pamit ke toilet saat makan malamnya bersama Mega telah selesai."Lama sekali ke toilet. Ada apa? Kau seperti melihat hantu." Mega heran karena Greta datang dengan berlari dan wajah pucat."Aku melihat Jerico berada di restauran ini," jawab Greta. "Dia di ruang VIP bersama para orang tua dan perempuan yang akan dijodohkannya. Aku pikir mereka sedang membicarakan pernikahan," lanjutnya panjang lebar."Aku yakin Pak Jerico tetap menolak perjodohan itu," kata Mega penuh keyakinan."Tapi, bagaimana kalau sebaliknya? Jerico terpaksa menerima perjodohan itu." Greta sudah pesimis lebih dulu. "Seharusnya aku tidak menerima Jerico waktu itu. Harusnya aku sadar aku dan Jerico berbeda. Dia kaya sedangkan aku, hanya perempuan biasa saja," lanjutnya."Kau tidak boleh bicara seperti itu. Kau dan Pak Jerico, bukankah kalian sudah ditakdirkan untuk bersama?""Entahlah. Aku pasrah saja pada waktu." Greta tidak ingin berekspetasi tinggi."A
"Maaf, hanya ada ini di lemari dapurku." Mega menyuguhkan dua mie cup untuk Greta dan dirinya. "Kau tahu, kan, aku tidak bisa memasak," sambungnya lalu terkekeh sejenak. "Tidak masalah, Meg. Justru aku yang tidak enak karena merepotkanmu." Greta mengintip mie cup tersebut apakah sudah matang apa belum. Mega menggeleng. "Aku malah senang kau menginap. Aku merasa tidak kesepian lagi." Mega tinggal sendirian karena merantau. Kedua orang tuanya berada di kota yang berbeda. "Oh, ya. Kau pergi ke kantor hari ini?" Greta mengangguk. "Ya, tapi aku pulang ke kosanku dulu. Tidak mungkin aku berpakaian seperti ini." "Hey, kau bisa memakai pakaianku terlebih dahulu. Kau bisa terlambat jika pulang ke kosan." Mega menawarkan diri. "Aku tidak ingin merepotkanmu." Greta menolaknya dengan halus. "Sudah kubilang, kau tidak merepotkan sama sekali. Justru aku sangat senang." Mega membuka tutup mie cup dan melahap mie tersebut dengan pelan karena masih panas. Kalau sudah begini, Greta tidak dapat me
"Oh, gitu." Greta mengangguk-angguk. "Mmm aku tidak sengaja melihatmu berada di sana juga. Terlihat seperti pertemuan keluarga. Apa benar itu kau?"Belum sempat mendengar jawaban dari Jerico, pintu ruangan lelaki itu terbuka. Menampakkan sosok berwibawa bertubuh tegap dengan setelan jas berwarna hitam. Mengetahui siapa yang datang, Jerico mempersilakan Greta meninggalkan ruangannya."Ada apa lagi Papa menemuiku?" tanya Jerico langsung."Kau memang tidak bisa basa-basi, ya, saat berbicara denganku." Papa David mengambil tempat duduk di sebelah Jerico."Untuk apa berbasa-basi? Lagi pula aku tahu, akhir-akhir ini Papa menemuiku untuk membahas perjodohan itu lagi, kan?" Jerico membuang napas dengan kasar. "Sudah kukatakan, aku menolaknya.""Beri Papa alasan yang jelas, kenapa kau bersikeras menolak perjodohan itu?" Papa David sangat penasaran. Sebab tidak mungkin alasan itu hanya karena sibuk dengan pekerjaan.Jerico sebenarnya tidak ingin memberitahukan perihal Greta sekarang ini. Akan t
Greta tertawa getir. "Benarkah? Meeting dengan klien atau pertemuan antar kedua keluarga? Kau tidak sedang membohongiku, kan?"Posisi Jerico terjepit sekarang. Greta sudah melihatnya di restauran. Itu artinya, perempuan itu melihatnya berkumpul dengan siapa."Baiklah, aku mengaku. Aku mengaku kalau semalam ada pertemuan makan malam bersama keluarga Shena." Akhirnya Jerico mengatakannya dan bisa bernapas lega. Sebab menyembunyikan dan berbohong pada Greta adalah hal yang berat dilakukannya."Jadi, nama perempuan itu Shena." Rose berucap dalam hati. Wajahnya berubah murung. "Lalu kau menerima perjodohan itu?" lanjutnya."Tentu saja aku menolaknya. Mana mungkin aku menikahi perempuan yang tidak kucintai." Jerico mengambil tempat duduk di samping Greta."Aku yakin meski kau menolaknya berkali-kali, orang tuamu pasti terus-menerus mendesakmu agar kau menerima perjodohan itu." Greta lagi-lagi pasrah dengan keadaannya saat ini. "Apa lagi siang tadi Papamu datang kembali ke kantor. Bukankah b