Kalau ada typo atau kalimat rancu, author minta maaf ya, kadang udah diperiksa, masih ada yang ketinggalan hurufnya
Kornelius mengangkat kepala."Iya Nona, saya tidak sengaja menyemburkannya di dalam, saya benar-benar minta maaf karena sudah lancang menyentuh Nona Diana," ucapnya lalu menundukkan pandangan lagi.Cordelia berdecak sebal sesaat. "Ck! Aku tidak peduli, kau menyentuh tubuhnya atau tidak, tidak ada urusannya denganku dan berhenti memanggil Diana dengan sebutan Nona! Diana bukan majikan kau lagi!"Kornelius mengangguk pelan.Cordelia mendengus lalu bersuara lagi. "Tapi aneh ya, mengapa wajah mereka mirip sekali dengan Martin?""Kau ini bodoh sekali, Cordelia! Bisa saja terjadi percampuran. Seharusnya Martin periksa dulu, untuk membuktikan apa itu anak-anaknya atau bukan!" sembur Lauren seketika sambil memutar mata malas."Martin sedang menunggu hasil tes DNA keluar kok, dan minggu depan hasilnya akan keluar, Ma." Cordelia baru saja teringat akan perkataan Martin tadi. "Hm, baguslah, semoga saja bukan. Mama yakin seratus persen kalau Angelo dan Angela bukanlah anak Martin." Lauren melirik
Pria itu menghirup lentingan nikotin lagi lalu melirik ke center mirror dan memberi perintah pada sang supir. "Ayo, kita pulang, aku ingin bertemu Mamaku!""Baik Mister." Di kursi depan, sang supir mengangguk lantas melajukan kendaraan pelan-pelan."Ahk!"Tak sampai dua meter, dari arah berlawanan, ban mobil melindas ujung kaki jempol seorang wanita berambut blonde yang sedang berjalan di tepi jalan raya. Sang supir berniat tak berhenti, malah semakin melajukan kendaraan."Shftt .... hei!" Diana meringis sesaat sambil melihat kendaraan berwarna hitam itu melesat kencang, meninggalkan dirinya. Diana mengumpat kesal lalu menoleh ke kap belakang mobil. "Sialan! Semoga mobil kau menabrak pohon!" serunya lalu membungkukkan badan, hendak menajamkan penglihatan, melihat sekilas ujung kuku kakinya ternyata patah dan mengeluarkan darah sedikit. "Astaga, nasibku hari ini sangatlah tak bagus," desisnya pelan sambil menahan perih di bawah sana. Sekarang, Diana tengah jauh dari pusat kota. Se
"Daddy!" pekik Angela semakin takut kala sosok semakin mendekat.Sosok itu memakai pakaian seperti gembel. Kaos tanpa lengan berwarna hitam dan celana panjang jeans besar memiliki sobekan di beberapa tempat, dan terdapat anting-anting hitam di telinga sebelah kiri serta wajahnya terlihat hitam semua. Tak hanya itu, aroma amis darah menguar dari tubuhnya. Dengan tergesa-gesa Martin mengangkat tubuh Angela dan menoleh ke depan. Angela langsung membenamkan wajahnya di sela-sela leher Martin. "B, apa itu kau?" Sambil mengamati sosok di depan Lopez membuka suara tiba-tiba, melihat pria bertubuh agak gemuk berdiri tegap, dalam keadaan wajah hitam seperti terkena arang. B, anak buah Martin tersenyum lebar hingga menampakkan gigi-gigi putihnya terlihat. Ia malah menyengir kuda sekarang. "Hehe, iya, ini aku.""Mengapa wajahmu hitam semua?" Dengan kening berkerut kuat, Lopez melirik Martin sekilas. Martin pun membuang napas kasar setelahnya karena terkejut juga, melihat B berdiri tepat di h
"Angela, Nak?" Di ujung sana, Diana mulai cemas kala mendengar seseorang berteriak barusan. Angela menelan ludah berkali-kali, rasa takut mulai merasuk hatinya. Dia memandang ke depan dengan tangan masih memegang gagang telepon. Sedang melihat Lauren melotot tajam ke arah mereka sekarang. Sementara Angelo mengepalkan kedua tangan, menahan amarah dan kesal. "Mommy tol—ahk!"Angela tersentak ketika telepon direbut paksa Lauren tiba-tiba. Dengan sigap Angelo menarik tangan Angela dan mundur beberapa langkah, bersikap waspada terhadap wanita di hadapannya sekarang. "Dasar anak nakal!" Lauren melempar kuat telepon ke lantai seketika hingga kabel pun terputus dan puing-puing telepon berhamburan ke mana-mana. Lalu dia melangkah ke depan perlahan-lahan. Beberapa menit sebelumnya, Lauren dan Cordelia baru saja sampai di mansion. Cordelia sudah terlebih dahulu naik ke lantai empat menggunakan lift. Sementara ia yang kebetulan kamarnya di lantai dua, tak sengaja melihat Angelo dan Angela di
"Apa maksudmu, Cordelia?" tanya Lauren dengan raut wajah heran.Bukannya langsung menanggapi, Cordelia malah memeluk tubuh Martin, dengan wajah berbunga-bunga. "Baby, aku hamil, kau akan memiliki anak dariku!" Cordelia memberikan test pack pada Martin. Martin menyambar cepat test pack tersebut dari tangan Cordelia lalu membaca hasil dengan seksama, yang menunjukkan dua garis merah. Tanpa sadar Martin mengulas senyum. "Hamil?"Cordelia mengangguk cepat dengan senyum lebar menggembang di wajah sejak tadi. Sementara Lauren terkejut sekaligus senang kala baru saja mengerti akan perkataan Cordelia barusan, yang menyatakan dia akan menjadi seorang nenek sebentar lagi. "Kau benar-benar hamil?" Lauren bertanya seakan tak percaya. Tanpa menurunkan tangan yang melingkar di perut Martin, Cordelia mengalihkan pandangan kepada Lauren."Iya, Ma. Bukankah sudah aku katakan kemarin kalau aku memiliki feeling akan hamil sebentar lagi."Lauren tersenyum lebar lalu memandang ke atas tiba-tiba, mengu
"Kalau begitu, aku ke bawah dulu ya, mau mengambil makanan untuk Cordelia." Di luar pintu, Ursula tiba-tiba membuka suara. Sedari tadi Ursula menebar senyum kepada Angelo dan Angela. Meski sebenarnya dia dilanda ketakutan jikalau Cordelia atau pun Lauren mengetahui rencana si kembar. Namun, dia tak dapat menolak permintaan keduanya. Mengingat perlakuan kedua majikannya itu, yang sangat bertolak belakang dengan Diana. Belum juga seminggu Diana menetap. Menurut Ursula Diana memiliki hati yang baik. Diana bersikap ramah padanya dan memperlakukannya seperti seorang adik. "Iya Aunty, telima kasih ya! Bye!" Angela langsung melambaikan tangan pada Ursula.Angelo membalas dengan mengulas senyum tipis, sangat tipis, hingga Ursula tak dapat melihat senyuman itu. Sebuah senyuman yang tak pernah ia perlihatkan kepada siapa pun.Ursula lantas memutar tumit dan bergegas turun ke lantai dasar menuju dapur, hendak mengambilkan Cordelia makanan, sebelum sang majikan terbangun."Kita halus beljaga-jag
Diana dan Martin terkejut saat melihat kepala Angela membentur lantai barusan. Begitu pula dengan Cordelia. Dengan keadaan wajah nampak syok, ia melepaskan cengkeraman dan mundur beberapa langkah. "Angela!" Dalam keadaan rambut dan pakaian sobek di bagian pundak, Diana mendekati Angela, yang saat ini terbaring di lantai dengan mata terpejam.Martin pun bergegas menghampiri putrinya. Angelo yang berdiri di luar, berlari sangat kencang."Angela, bangun, Nak!" Diana menepuk-nepuk pipi Angela, berharap anaknya dapat segera membuka mata. Dia melempar pandangan kepada Martin dan Angelo nampak cemas dan gelisah juga. Martin meraba-raba tangan mungil Angela, memeriksa nadi, apakah masih berdenyut atau tidak, dan masih terasa. "Angela, bangun!" pekik Angelo sambil mengoyang kaki Angela kala tak kunjung membuka mata. Diana semakin gusar, merasa bersalah karena telah membuat putrinya terluka. Sedari tadi Diana tak berhenti menepuk pipi Angela sambil memanggil-manggil namanya. Namun, tak ada
Setelah dilakukan pemeriksaan dan Dokter mengatakan Angela dalam keadaan baik-baik saja. Martin pun memutuskan bergegas pulang ke mansion bersama keluarganya. Di dalam mobil, Diana sangat bersyukur Angela tak mendapatkan luka serius. Berkali-kali ia mengecup pipi bulat Angela dan memeluknya dengan erat. Angelo hanya dapat tersenyum kecut kala mengetahui sebenarnya. Dia pun tak habis pikir, akan kepiawaian adiknya berakting tadi. Sampai-sampai dia yang selalu peka, tak dapat mengetahui sandiwara Angela.Martin pun menarik napas lega karena putrinya baik-baik saja. Sedangkan Cordelia, tanpa disadari oleh Martin, menyungging senyum licik seketika. Keesokan pagi, tepat di hari minggu, Martin tak berkerja. Dia memilih beristirahat di rumah dan mengistirahatkan diri. "Abang, apa Aunty Ulsula sudah dibelitahu?"Di lantai dasar, tepatnya di meja makan, Angela dan Angelo masih di ruang makan, menyantap kue yang dimasak oleh mommy mereka tadi pagi. Sedangkan Diana tengah membagikan kue buata