Share

Bab 6 - Bertanggung Jawab

“Sore ini kalian akan mengepas pakaian, jadi kamu jangan datang terlambat. Lokasi butiknya dekat dengan kantor. Aku akan menjemput Celeste agar kita langsung bertemu di sana saja,” ucap Bunda.

“Baik, Bunda,” jawab Jason menurut. Suasana sarapan pada pagi ini sangat berbeda dengan suasana sebelumnya. Aku mulai merasa ada yang tidak beres. Apakah keputusanku untuk menyelamatkan Jason adalah keputusan yang tepat?

Yang membuatku curiga adalah sikap diam Jovita. Dia bukan wanita yang mudah menyerah. Aku tidak akan tenang sebelum pernikahannya dengan Yosef dilangsungkan. Tetapi wanita itu tidak pernah memiliki perasaan apa pun kepada sepupuku, apa mungkin dalam kehidupan kali ini dia akan berubah sikap kepadanya?

Sial. Ciuman yang tidak sengaja terjadi semalam membuatku bimbang dengan keputusanku sendiri. Aku tidak boleh begini. Meskipun apa yang akan terjadi ke depan masih tanda tanya, aku tidak boleh meragukan pilihan yang aku buat sendiri.

“Jonah, apa kamu baik-baik saja?” tanya Bunda. Ayah dan Jason ikut melihat ke arahku. “Semalam kamu lama sekali berada di kamar mandi.”

“Aku baik-baik saja, Bunda. Jangan khawatir,” jawabku singkat.

“Kata Bunda, kamu yang mengantar tunanganku pulang pada hari Jumat malam. Terima kasih sudah menjaganya dengan baik. Aku harap kamu tidak berpikir untuk merebutnya dariku,” ucap Jason bercanda. Tetapi aku bisa menangkap sinyal serius pada nada suaranya.

“Mengapa kamu berpikir bahwa Jonah akan merebut Celeste darimu?” tanya Bunda bingung.

“Bunda, dia adalah gadis yang sangat cantik. Walaupun Jonah selalu berlagak dingin, dia tetaplah laki-laki normal. Bisa saja dia jatuh cinta kepada tunanganku setelah banyak menghabiskan waktu bersamanya,” kata Jason.

“Aku yang menarik paksa Jonah untuk makan malam bersama kami dan aku juga yang memaksanya untuk mengantar Celeste pulang. Jonah tidak akan merebut dia darimu. Berhenti berpikiran yang negatif mengenai adikmu sendiri. Sampai kapan kalian mau berkompetisi terus seperti ini?” ucap Bunda kepada Jason.

“Bunda yang memintanya mengantar tunanganku pulang?” tanya Jason tidak percaya.

“Iya. Karena aku harus menjemput ayahmu. Jalannya berbeda arah, maka akan lebih praktis bila Jonah yang mengantarnya dan aku yang menjemput suamiku,” jawab Bunda.

“Aku sudah selesai. Aku pamit lebih dahulu,” kataku sambil berdiri dari tempat dudukku. Aku tidak tertarik mendengar percakapan mereka lebih lama lagi. Pintu ruang makan terbuka saat aku hampir menyentuh kenopnya. Pak Raihan meminta maaf, lalu bergerak ke pinggir untuk memberiku jalan.

“Maaf, Tuan Besar. Ada tamu yang datang. Pak Gunawan dan keluarganya,” ucap kepala pelayan rumah kami itu dengan sopan. Langkahku automatis terhenti.

Ayah dan Bunda saling bertukar pandang, tidak mengerti untuk alasan apa mereka datang ke rumah kami. Tetapi aku tahu. Mereka tidak datang pada hari pertunangan, lalu mengapa mereka memilih datang pada hari ini? Apa yang terjadi kepada Yosef?

Aku membiarkan Ayah dan Bunda keluar dari ruangan lebih dahulu sebelum aku menyusul mereka. Pak Raihan telah mengantar tamu kami menunggu di ruang depan. Keluarga itu berdiri saat kami memasuki ruangan. Apakah tujuan kedatangan mereka seperti apa yang ada dalam pikiranku?

“Gunawan? Ada kehormatan apa kalian datang ke rumah kami?” tanya Ayah dengan sopan.

“Sebaiknya kamu tanyakan sendiri kepada putra sulungmu.” Mereka melihat ke arah belakangku. Kami menoleh dan melihat Jason sedang mengerutkan keningnya.

“Apa ini Jovita? Mengapa kamu datang ke sini bersama orang tuamu?” tanya Jason heran.

“Aku mengandung anakmu.” Jovita meletakkan tangannya di perutnya.

“Kamu bohong. Itu tidak mungkin.” Jason benar. Yang ada dalam kandungan perempuan itu bukanlah anaknya.

“Kertas ini tidak akan berbohong.” Jovita mengeluarkan sebuah amplop dari tasnya. Jason mendekat dan mengambilnya dengan enggan. Dia mengerutkan keningnya membaca isi kertas tersebut. “Aku sedang hamil dan usianya delapan minggu.”

“Tetapi kita sudah lama tidak melakukannya. Ini tidak mungkin.” Jason melihat ke arah Ayah dan Bunda. Mereka hanya bisa menatapnya tak percaya.

“Jangan lari dari tanggung jawab. Mana pernah ada laki-laki yang langsung mau mengakui anak yang dikandung wanita yang pernah ditidurinya,” ucap Om Gunawan dengan sengit.

“Jason, kamu pernah bersama wanita ini?” tanya Ayah. Jason menelan ludah dengan berat. Aku tidak tahu apa yang telah terjadi, jadi aku juga tidak tahu bagaimana menolong keluargaku. Keluarga Jovita memang licik, mereka lebih cerdik dariku.

“Iya, Ayah. Hubungan kami berakhir beberapa hari yang lalu. Tetapi kami sudah lama tidak tidur bersama,” ucap Jason membela diri.

“Jason tidak mengakui anak itu sebagai anaknya. Tapi kami juga tidak percaya sepenuhnya kepada putra kami.” Ayah melihat ke arah Bunda. Lalu dia kembali menatap Om Gunawan. “Kami akan bertanggung jawab atas bayi itu ketika dia lahir nanti.”

“Apa maksudmu, Jarvis?! Kamu sedang menghina putriku? Kamu sedang menganggap reputasi keluargaku bukan apa-apa?! Putramu telah menghamili putriku. Dia harus bertanggung jawab atas dirinya juga!” hardik Om Gunawan marah.

“Gunawan, kalau kamu tidak mau bicara dengan kepala dingin, aku tidak akan mau membahas ini sama sekali denganmu,” ucap Ayah dengan tegas. Om Gunawan ingin mengatakan sesuatu tetapi Ayah mengangkat tangan memintanya untuk tidak memotong.

“Putrimu memberi dirinya dengan sukarela dan putraku tidak memaksakan kehendak kepadanya. Dia juga harus bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Anak yang ada dalam kandungannya akan menjadi tanggung jawab Jason juga. Tetapi jangan bermimpi untuk menggunakan kehamilan itu agar putrimu bisa menikahi putraku,” kata Ayah dengan tegas.

“A-apa maksudmu, Jarvis? Aku tidak pernah mendengar ….” Om Gunawan terduduk seolah-olah ucapan Ayah itu telah memukulnya dengan telak.

“Zaman sudah berubah, Gunawan. Anak-anak zaman sekarang suka tidur bersama walaupun mereka belum menikah. Kamu tidak bisa lagi memaksa keduanya untuk menikah hanya karena sang wanita hamil. Putrimu tahu betul apa akibat dari tidur bersama laki-laki yang bukan suaminya. Maaf, tetapi aku hanya bisa menawarkan tanggung jawab kami sepenuhnya atas anak itu, tidak dengan putrimu.”

Aku tidak pernah menyangka Ayah akan mengatakan hal itu. Aku pikir dia akan menyerah pada keinginan mereka dan membiarkan Jovita menikah dengan Jason. Ternyata aku telah meremehkan kemampuan ayahku sendiri. Hanya ada kami di ruangan ini, tentu saja tidak akan ada gunanya bila Om Gunawan mencoba untuk mendesak kami menikahkan Jason dengan putrinya.

“Reputasi adalah segala-galanya, Om.” Jovita membuka mulutnya. “Pada detik aku memberitahu wartawan mengenai kehamilanku dan perlakuan keluarga Om kepadaku, pada saat itu juga nama baik keluarga Om akan hancur.”

“Silakan saja jika kamu mau mencobanya, Nak. Pikirkan juga nama baik keluargamu sebelum kamu melakukan semua itu.” Ayah melihat ke arah Om Gunawan.

Jovita terlihat semakin marah. “Aku tidak akan membiarkan anakku lahir tanpa seorang ayah. Kalian lihat saja nanti. Aku dan Jason pasti akan menikah.”

Meina H.

Hai, GoodReaders! Akhirnya, aku bisa menulis lanjutan cerita ini. Terima kasih banyak sudah bersabar menunggu, ya. O(≧▽≦)O Selamat membaca kisah Jonah dan Celeste. Jangan segan untuk memberi komentar jika ada. Yuk, kita mulai petualangan kita! ♥ Salam sayang, Meina H.

| 2
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Meina H.
Sama-sama, Kak Za. (´ε` )♡
goodnovel comment avatar
Zahara Letto
makasih kak
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status