"Tentu saja aku memperlakukannya dengan baik, bukankah begitu Austin?" Julie masuk ke dalam rumah, ia langsung menjawab pertanyaan Tuan Thomson sebelum Austin membuka suara. Ia takut Austin mengatakan apa yang ia perbuat pagi tadi. Julie tidak mau membuat orangtuanya marah dan menarik kembali harta yang sudah diberikan. "Benarkah begitu, Nak?" tanya Nyonya Thomson tak percaya pada perkataan putrinya, ia sangat paham bagaimana watak Julie selama ini. Julie duduk di samping Austin, ia menatap Austin dengan tatapan tajam, tapi tatapan itu tersamarkan dengan senyum yang ia berikan. Julie mendekati tubuh menantunya, lalu mencubit pinggang Austin untuk memperingatinya. "T-tentu Nek, Momy sangat baik dan perhatian padaku," balas Austin sambil menggeser tubuhnya menjauh dari Julie. "Bagus jika memang seperti itu, aku harap kau memperlakukan menantumu dengan baik, jangan sampai kau menyesali perbuatanmu nanti," ucap Nyonya Thomson memperingati putrinya, "Tentu saja Mom," balas Julie samb
"Buka saja," balas Tuan Thomson sambil tersnyum. Austin membuka kotak hitam kecil pemberian Tuan Thomson. Rasa penasaran Julie membuatnya memajukan wajah melihat isi kotak hitam itu. Seketika matanya membola saat melihat kunci mobil yang sangat ia ketahui. Tapi tidak dengan Austin, ia tak paham kunci apa yang ada di dalam kotak itu. "Kunci, kunci apa ini, Kek?" tanya Austin. "Ya itu kunci, ayo kita ke garasi. Kamu bisa lihat kunci apa itu," ajak Tuan Thomson. Mereka mengikuti langkah Tuan Thomson, tapi Julie tak tahan jalan berlama-lama dengan ayahnya hingga ia jalan terlebih dalu meninggalkan mereka di belakang. Julie sudah tak sabar melihat hadiah yang ada di garasi. Tuan dan Nyonya Thomson menggelengkan kepala melihat langkah Julie yang memburu. "Lihatlah anakmu, Austin yang mendapat hadiah, tapi dia yang sangat penasaran," ucap Nyonya Thomson pada suaminya. "Biarkan saja, bukankah sudah biasa melihatnya seperti itu?" "Benar juga, aku heran mengapa Julie memiliki sikap seper
"Bagaimana ini?" Austin panik. Kakinya sontak menginjak pedal rem karena kehadiran anak berusia lima tahun mengejutkannya. Mobil terhenti tepat di hadapan anak kecil itu, orangtuanya berlari lalu memeluk sang anak dengan perasaan cemas. Rasa khawatir membuat diri menghampiri anak dan Ibu yang ada di hadapannya. Austin berusaha meminta maaf, meski kesalahan tak sepenuhnya ia lakukan. "Maaf Nyonya," ucap Austin pada wanita di hadapannya. "Tidak Tuan, anakku yang salah berlari begitu saja. Aku yang berterima kasih karena Tuan bisa menghentikan laju mobil sebelum mengenai anakku," balas wanita itu. Austin memandang lekat gadis kecil di pelukan ibunya, terlihat ketakutan di wajah gadis itu. Gadis kecil dengan mata berwarna biru serta bibir merah. Austin memberikan senyuman pada gadis kecil itu. 'Gadis kecil yang cantik, semoga nanti Tuhan memberkatiku gadis mungil sepertinya.' batin Austin. "Apakah kau baik-baik saja Cantik?" tanya Austin sambil berjongkok di hadapan anak menggemask
"Aku mau bercerai, tapi sayang, Kenny pasti akan memarahiku." Bekali-kali Julie melayangkan permintaan cerai, tapi hanyaa kemarahan Kenyy dan juga kedua orangtuanya yang ia terima. "Kau pikir aku mau hidup bersama wanita penggila harta sepertimu? Jika bukan karena kebaikan Tuan Thomson pada keluargaku, aku juga tak mau hidup bersama dengan wanita sepertimu," balas Edward dengan segala kekesalannya. "Itu semua karena kau bodoh! Andai saja dulu kau terima tawaran Daddy untuk mengelola perusahaan, pasti aku bersikap lembut padamu. Dan sekarang aku bertambah kesal saat Kenny menikahi sampah sepertinya," ucap julie dengan menuding wajah Austin. Austin terdiam di tempat memandang pertengkaran mertua, ia tak kuasa melawan amarah Julie. Edward pergi dari hadapan Julie tanpa memperpanjang masalah. Hinaan dan bentakkan sudah biasa ia terima. "Untuk apa kau masih di sini?! Pergi kau, buatku muak saja," ucap Julie mengusir Austin. Austin pergi meninggalkan Julie dengan segala kekesalannya. I
"Apa yang kau lihat?" tanya Julie sambil melihat apa yang dilihat Austin. Julie menyunggingkan senyum hina pada Austin. "Cemburu melihat putriku tertawa seperti itu? Jangan bermimpi bisa mendapatkan tawa itu." Austin terdiam, wajahnya tertunduk. Ia merasa tak pantas memiliki rasa cemburu, pernikahan tak berdasarkan cinta, mana mungkin ia bisa mengharapkan tawa itu hadir untuknya. "Mau apa kau keluar di jam segini? Pasti kau mau mencuri di rumah ini, iya 'kan?" tuduh Julie. "Tidak Nyonya, aku hanya ingin mengambil air minum, tidak ada niat untuk mencuri," balas Austi cepat. "Bohong! Aku tahu kau tak memiliki uang, pasti kau berusaha mencari barang berharga di rumah ini lalu menjualnya," tuduh Julie lagi. Austin menggelengkan kepala mendengar tuduhan yang dilayangkan Julie terhadapnya. Tidak ada sedikit pun niat untuk mencuri di rumah istrinya. "Tidak Nyonya, sungguh. Meski tak memiliki uang, aku tak akan bersikap rendahan seperti itu. Aku akan mencari uang dengan kerja kerasku s
"Bukan Tuan, mungkin hanya mirip saja, aku permisi dulu Tuan, ada hal mendesak," balas Austin cepat. Ia berlari meninggalkan Wilson tanpa mendengar jawaban, langkahnya memburu tanpa menoleh ke belakang. Ia bergegas menuju motor bututnya lalu pergi meninggalkan gedung tadi. "Semoga ia tidak curiga," gumamnya. Ia terus melajukan motor dengan kecepatan penuh, ia terus menarik gas tanpa tahu arah jalan, menghilang jauh dari pandangan Wilson. Tiba-tiba motor hilang keseimbangan lalu terhenti begitu saja, Austin merasa bingung harus berbuat apa. Ia membuka tengki motor dan ternyata bensin sudah habis. "Bagaimana ini? Aku tak memiliki uang untuk mengisi bensin," gumamnya bingung, "Kenapa kau anak muda? Sepertinya sedang kesulitan," ucap pria paruh baya sambil menepuk pundaknya. Austin terkejut, ia menolehkan wajah melihat pria yang menepuk pundaknya. Pria paruh baya dengan pakaian lusuh, kotor terkena semen, bahkan wajahnya penuh dengan keringat. "Motorku habis bensin Tuan, dan aku t
"Berhenti memukulnya." Austin mendorong pria yang memukuli Peter. Peter mendorong tubuh Austin saat para pekerja ingin memukulnya, hingga ia terkena hantam senjata yang ada di tangan mereka. Austin tak menyangka jika Peter akan memasang badan untuknya, sontak Austin mendorong tubuh mereka, hingga mereka terpental jauh ke belakang. 'Apa yang aku lakukan?' ucapnya dalam hati sambil memandang kedua tangannya. Kekuatannya membuat para pekerja terhempas ke belakang, dorongan angin keluar begitu saja. Austin menyembunyikan kedua tangan di belakang tubuh, ia tak mau mereka menyadari kekuatannya dan menganggapnya monster. Peter tercengang, ia menatap Austin tak percaya. "M-mereka, a-apa yang kau lakukan?" tanya Peter. "Tidak, aku tak sengaja melakukannya, aku tak sengaja," balas Austin. Peter tersenyum, justru ia tertawa melihat kecemasan di wajah Austin. Austin terdiam, terpaku dalam pandangannya. Austin merasa bingung, mengapa Peter tertawa? "Kenapa kau tertawa?' tanya Austin heran.
"Tahu mendapatkan menantu seperti dia mending kau nikahkan saja Kenny dengan putraku," ucap salah satu Tamu. Austin terdiam, ia memandang lekat wajah para tamu yang baru pertama kali dilihat. Hinaan demi hinaan terlontar begitu saja, tapi ia mencoba bersikap biasa dengan penghinaan itu. "Dari mana saja kau? Pakaian kotor dan tampang lusuh, membuatku malu saja!" bentak Julie. "Aku habis bekerja," balas Austin. "Kau memang pantas mendapatkan pekerjaan rendahan seperti itu. Cepat masuk dan bersihkan rumah," perintah Julie di hadapan teman-temannya. Kumpulan sosialita tertawa mendengar hinaan itu, tak ada rasa kasihan dalam hati mereka. Austin tertunduk menahan malu dan sedih, kaki melangkah maju. Salah satu tamu memainkan kakinya dengan sengaja, menghalangi langkah Austin. Sontak Austin terjatuh dan menjadi bahan tawa bagi mereka. "Maaf... aku sengaja...." salah satu tamu meminta maaf dengan nada mengejek. Austin bangkit, melanjutkan langkah yang tertunda. Ia tak membalas perkataa