Sebenarnya, anggota Keluarga Basagita juga bergegas kembali setelah mendengar Grup Agung Makmur menerima dana investasi sebesar lebih dari empat triliun.Sebelumnya, melihat Grup Agung Makmur sudah berada di ambang kehancuran, mereka buru-buru memutuskan hubungan dengan perusahaan dan segera menunjuk Luna sebagai manajer umum dan membiarkannya memikul semua beban seorang diri.Namun, setelah mendengar kabar Grup Agung Makmur berhasil melewati krisis dan memperoleh dana investasi besar, anggota Keluarga Basagita menyesali keputusan mereka.Terutama Yanto sekeluarga, mereka takut posisi Luna sebagai manajer umum di perusahaan tak tergoyahkan.Karena itulah, mereka segera memanggil Tuan Besar Basagita dan bergegas ke sini.Saat ini, setelah mendengar kata-kata provokatif dari Karlos, mereka langsung kesal sekaligus panik."Tuan Besar, cepat hentikan Luna. Dia ingin mengendalikan kita dan menguasai Grup Agung Makmur sepenuhnya!"Semua orang langsung mengalihkan pandangan mereka ke arah Tua
Begitu mendengar teriakan penuh amarah karyawan-karyawan itu, ekspresi Tuan Besar Basagita langsung berubah menjadi sangat masam.Kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke arah anggota Keluarga Basagita lainnya.Kalau mereka tidak bersedia menerima Yanto, maka dia akan memilih orang untuk menggantikan putranya.Namun, sebelum dia sempat berbicara, Ardika langsung membantu pria tua itu menanyakan kandidat selanjutnya. "Kalau kalian nggak bersedia menerima Yanto sebagai manajer umum kalian, bagaimana kalau Wisnu?""Kami nggak terima!" teriak para karyawan dengan serempak.Ardika bertanya lagi, "Bagaimana kalau Wulan?""Kami nggak terima!""Bagaimana kalau Tito?"Tito adalah suami bibinya Luna."Kami nggak terima!""Kami nggak terima!""Kami nggak terima!"Ardika sudah menyebut nama semua anggota Keluarga Basagita satu per satu.Jawaban yang diperolehnya adalah "tidak terima"!Setiap kali para karyawan itu berteriak dengan keras, teriakan mereka seperti tamparan keras di wajah masing-masi
Karlos dan beberapa orang lainnya langsung terjatuh lemas ke lantai.Sama seperti Aripin dan dua orang lainnya yang bekerja di lokasi konstruksi sebelumnya, dulu mereka semua adalah orang kepercayaan Yanto.Karena Yanto kurang berkemampuan dalam mengelola perusahaan dan tidak bisa mengawasi gerak-gerik mereka, maka mereka saling bekerja sama untuk menggelapkan uang perusahaan."Bu Luna, kami bersalah, tolong jangan tangkap kami. Bagaimanapun juga, kami adalah karyawan lama Grup Agung Makmur. Kami semua pernah memberi kontribusi pada perusahaan ini!"Karlos dan beberapa orang lainnya memeluk kaki anggota kepolisian dengan kuat, lalu mengalihkan pandangan ke arah Luna dan memohon belas kasihan wanita itu."Hah, kalian baru menyadari kesalahan kalian sekarang? Semuanya sudah terlambat."Begitu Ardika melambaikan tangannya, beberapa orang itu langsung dibawa pergi.Karena beberapa pemimpin mereka sudah ditangkap, karyawan-karyawan biasa yang ikut datang bersama mereka untuk membuat keribut
"Ardika, kamu mau memelukku seperti ini sampai kapan?"Beberapa saat kemudian, Luna memutar matanya kepada Ardika dengan wajah dan telinga memerah.Tidak hanya memeluknya dengan erat, tangan Ardika juga mulai bergerak dengan liar."Walau memelukmu seumur hidupku, tetap nggak cukup bagiku, hehe ...."Akhirnya, Ardika melepaskan pelukannya. Dia menghirup aroma rambut istrinya, seolah enggan melepaskannya.Namun, dia juga tahu dia tidak boleh bertindak keterlaluan.Paling tidak hari ini dia dan Luna sudah melakukan kontak intim seperti ini untuk pertama kalinya. Ini adalah awal yang baik.Kemudian, Luna duduk di tempat duduknya dan mulai fokus mengerjakan pekerjaannya. Dari waktu ke waktu, dia memanggil para petinggi perusahaan yang baru dia promosikan untuk mendiskusikan tentang pekerjaan.Sekarang, dia sudah menduduki posisi manajer umum di Perusahaan Agung Makmur. Dia bertanggung jawab penuh atas semua urusan perusahaan. Karena itulah, dia menjadi jauh lebih sibuk dan lelah dibandingka
Tentu saja Ardika tidak akan mematuhi perintah itu.Kilatan dingin melintas di matanya, dia ingin sekali turun tangan untuk memberi pelajaran pada pria di hadapannya ini.Namun, begitu pemikiran itu melintas dalam benaknya, detik berikutnya dia mengerutkan keningnya.Saat mengucapkan kata-kata itu Viktor begitu percaya diri, jelas-jelas ada yang tidak beres.Dia mengurungkan niatnya untuk memberi pelajaran pada pria itu dan bertanya dengan suara rendah, "Apa maksudmu?"Apa mungkin Luna sekeluarga berutang nyawa pada Keluarga Lasman?Viktor mendengus dingin dan berkata, "Hei, berhenti berpura-pura bodoh di hadapanku. Kalau kamu nggak berani memenggal lehermu, jangan berlagak hebat di hadapanku dan biarkan aku menjadi 'parasit' sesuka hatiku!"Selesai berbicara, dia mengeluarkan satu batang rokok lagi dan menyelipkannya ke mulutnya, lalu berbalik dan melenggang masuk ke dalam vila."Desi, buatkan aku teh, aku haus!"Suara lantang terdengar dari dalam vila, seolah-olah Vila Cakrawala adal
"Kak Susi bisa saja. Kita sudah berhubungan baik selama bertahun-tahun, bagaimana mungkin kami nggak memberi tahu kalian?"Desi berkata sambil tersenyum, "Kami baru saja pindah ke sini selama beberapa hari, jadi masih belum selesai beres-beres. Aku berencana memberi tahu kalian dalam dua hari ini."Sebenarnya, saat pindah ke Vila Cakrawala, dia berencana untuk menyembunyikan hal ini dari mereka sekeluarga sebaik mungkin.Siapa sangka mereka sudah datang sendiri.Selain itu, mereka sengaja menunggu di depan kompleks vila mewah ini. Saat pulang dari pasar, kebetulan mereka bertemu dengannya.Susi Sudibya mendengus dengan kesal dan berkata, "Desi, kamu mau membohongi siapa? Sebelumnya, saat aku meneleponmu dan menanyakan apakah kamu sudah pindah rumah, kamu seolah-olah nggak berniat memberitahuku.""Kamu jangan pikir aku nggak tahu apa yang kamu pikirkan. Kamu nggak ingin kami tahu kamu sudah membeli vila mewah ini dan datang untuk meminta uang padamu, 'kan?""Mungkin kamu bisa bersembuny
"Ardika, ya? Cepat keluar dari sini!" kata Viktor sambil menunjuk ke arah pintu.Dia memasang ekspresi arogan dan percaya diri, seolah-olah Vila Cakrawala adalah miliknya.Sorot mata Ardika langsung berubah menjadi dingin. "Vila ini adalah milikku! Kamu yang harus keluar dari sini!"Melihat Viktor dan orang tuanya mengotori dan membuat keadaan di dalam vila menjadi kacau balau, dari tadi kekesalan sudah menyelimuti hati Ardika.Sebelumnya, dia berpikir karena Luna sekeluarga berutang nyawa pada Keluarga Lasman, dia tidak terburu-buru mengusir mereka keluar.Namun, sekarang dia yang merupakan pemilik vila ini malah diusir keluar.Sungguh konyol!Viktor tertawa dingin dan berkata, "Hei, lelucon konyol apa yang kamu bicarakan? Kamu bilang vila ini milikmu? Kamu hanya seorang menantu yang mengandalkan istrimu, kamu nggak lebih hanya seorang pecundang!"Saat berbicara, sorot matanya berubah menjadi ganas. Sambil menggulung lengan bajunya ke atas, dia berjalan menghampiri Ardika."Masih ngga
"Apa benar di dalam kartu bank ini ada dua miliar? Kamu nggak membohongi kami, 'kan?"Begitu mendengar ada uang sebesar dua miliar di dalam kartu bank itu, mata Viktor langsung berbinar.Dia langsung mengulurkan tangannya dan merampas kartu bank itu, lalu memasukkannya ke dalam sakunya. Setelah menyimpan kartu bank itu, dia langsung menanyakan kata sandi dengan terburu-buru.Luna yang membuat kartu bank itu, jadi kata sandinya adalah ulang tahunnya.Selain menyerahkan kartu bank itu, Desi juga memberi tahu Viktor kata sandinya.Setelah menerima kartu bank dan mengetahui kata sandinya, orang-orang Keluarga Lasman baru berdiri dan menepuk-nepuk debu serta kulit-kulit kuaci di pakaian mereka dan bersiap untuk pergi.Begitu melihat mereka sudah hendak pergi, Luna sekeluarga menghela napas lega.Tepat pada saat ini, Susi berkata, "Eh, salah satu dari kalian antar kami pulang. Kompleks ini sangat luas. Kalau jalan kaki, harus berjalan sangat jauh.""Ardika, antar Viktor dan orang tuanya pula
"Plak ...."Saat melewati anak buah Timnu itu, pria kurus tersebut langsung mengangkat lengannya dan melayangkan tamparan ke wajahnya.Anak buah itu mengeluarkan suara teriakan menyedihkan, terpental membentur dinding dengan darah menyembur keluar dari mulutnya, lalu terjatuh ke lantai dan tidak bergerak lagi.Hanya dengan pergerakan sederhana seperti mengangkat lengan saja, satu orang sudah terbunuh.Apalagi orang tersebut adalah anak buah Timnu!Menyaksikan pemandangan itu, dua orang ahli bela diri lainnya yang sedang membuka pintu baja Hainiken langsung ketakutan setengah mati.Namun, mereka sudah membuka pintu besi lainnya, menyesal juga sudah terlambat sekarang."Bam ...."Seorang pria kerdil menerjang keluar lagi. Dengan kepalanya yang botak, dia langsung menabrak ahli bela diri Hainiken yang menghalangi jalannya itu hingga tubuh orang tersebut terpental dan mengalami patah tulang."Timnu, kamu sedang menghadapi masalah? Berani-beraninya kamu membiarkan kami keluar!""Kamu nggak
Timnu menarik napas dalam-dalam, berusaha keras menahan aliran darah yang bergejolak dalam tubuhnya, agar tidak terjadi kejadian memalukan dirinya memuntahkan darah.Lengannya yang tadi berbenturan dengan lengan Ardika, juga sedikit bergetar.Dia mendongak menatap Ardika, ekspresi terkejut menghiasi wajahnya.Tadi saat tinjunya membentur tinju Ardika, dia merasakan kekuatan luar biasa besar yang belum pernah dirasakannya sebelumnya menjalar memasuki tubuhnya. Gelombang kekuatan dahsyat itu nyaris membuat dirinya terpental.Kalau bukan karena dirinya segera mengurangi kekuatan tersebut melalui gesekan dengan permukaan lantai, tubuhnya pasti akan mengalami cedera serius.Walaupun demikian, saat ini wajahnya juga berubah menjadi memerah, sekujur tubuhnya juga terasa tidak enak dan diliputi kekesalan."Bagaimana mungkin?"Dia menatap Ardika dengan tatapan sedikit tidak percaya. Mungkin karena aliran darah yang bergejolak dalam dirinya, saat ini dirinya diliputi gelombang keterkejutan.Seja
Timnu mengalihkan pandangannya dari jasad Lisman, lalu menarik napas dalam-dalam dan berkata, "Yah, mungkin saja. Kamu memang sangat kuat.""Sayang sekali. Kalau kamu nggak memprovokasiku, mungkin kamu masih bisa menyembunyikan dan mengasah kemampuanmu tanpa menonjolkan diri selama beberapa tahun lagi . Setelah kamu benar-benar berkembang, mungkin aku juga bukan tandinganmu.""Sayang sekali, kamu nggak paham orang yang terlebih dulu menonjolkan diri, akan menghadapi serangan.""Jadi, Ardika, hari ini kamu pasti akan mati di Hainiken ...."Timnu menatap Ardika dengan sorot mata acuh tak acuh, seperti sedang menatap mayat yang sudah tak bernyawa.Di umur dua puluh tahun, Timnu sudah berkecimpung di dunia preman ibu kota provinsi.Dengan mengandalkan kekuatannya sendiri, dia berhasil mendapatkan posisinya sendiri.Dia bisa mencapai posisinya hari ini dengan menginjak-injak mayat musuh yang sudah tak terhitung jumlahnya.Bahkan di Organisasi Snakei pun, dengan mengandalkan kemampuannya sen
Delapan orang ahli bela diri yang memiliki postur tubuh tinggi dan tegap itu juga berpencar ke segala sisi, memblokade jalan keluar Ardika.Mereka seolah-olah sudah bisa membayangkan pemandangan Ardika ditebas oleh Lisman menjadi dua bagian."Oh? Hanya begini?"Namun, tepat pada saat ini, terdengar suara acuh tak acuh Ardika.Tanpa mendongak, dia meraih sebuah bangku dengan ujung kakinya, lalu melemparkan bangku tersebut dengan kakinya."Bam ...."Bangku tersebut tampak seperti meteor. Dalam sekejap mata, bangku itu sudah bertabrakan dengan pedang dalam genggaman Lisman. Bangku itu langsung hancur berkeping-keping, pecahannya terbang ke segala arah."Pfffttt ...."Kecepatan pergerakan pecahan itu luar biasa cepat, beberapa orang ahli bela diri tersebut sama sekali tidak sempat menghindar.Ada yang kulitnya tergores hingga terkelupas dan kehilangan daya tempur.Ada pula yang tenggorokannya dan dahinya tertancap pecahan tersebut, hingga langsung tewas di tempat.Di antara delapan orang a
"Eh, Ardika, lihatlah adik iparmu itu! Jelas-jelas dia sudah ketakutan setengah mati, tapi dia tetap menyuruhmu untuk lari. Hubungan antara kalian cukup erat, ya.""Tapi kalau ingin lari sekarang juga sudah terlambat. Hari ini kamu nggak akan bisa keluar dari Hainiken lagi!"Melihat Futari sampai sudah menangis sejadi-jadinya saking ketakutannya, Werdi, Raina dan yang lainnya tertawa dengan liar.Ardika sudah membuat mereka merasakan penghinaan yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya, bahkan memotong jari mereka dan membuat mereka menjadi target Organisasi Snakei, yang hanya bisa bersembunyi di dalam Hainiken dengan gelisah. Ardika benar-benar sudah membuat hidup mereka sangat menderita.Tentu saja mereka jauh lebih senang dibandingkan siapa pun saat melihat Ardika tertimpa masalah.Mengingat Ardika tidak mungkin bisa lolos lagi, Werdi menjadi makin bangga dan arogan.Dia melangkah maju dengan langkah kaki cepat, lalu berkata dengan ekspresi arogan, "Eh, Ardika, berlutut sekarang j
"Kamu nggak menyangka aku mengikuti alur permainan kalian, menyebabkan Sofian mati di tangan Werdi.""Saat kalian tahu aku bisa menghancurkan berlian dengan tangan kosong, ditambah lagi dengan hari ini Wilgo menarikku ke pihaknya.""Itulah sebabnya, kamu mulai panik.""Kamu takut aku benar-benar terlibat dalam persaingan Organisasi Snakei cabang Provinsi Denpapan, lalu menyebabkan rencana besar majikanmu itu untuk mengendalikan cabang Provinsi Denpapan menjadi gagal.""Begitu aku di luar kendali, sebagai orang yang bertanggung jawab menjalankan instruksi dari majikan, kamu harus bertanggung jawab besar.""Karena itulah, kamu sudah nggak bisa menahan diri lagi dan mengirim orang untuk menculik Futari, memaksaku datang ke Hainiken. Kamu ingin menyingkirkan aku, yang merupakan faktor di luar kendali ini selamanya.""Tapi, kamu lupa satu hal. Bagaimana kalau serangkaian kejadian ini adalah apa yang kuinginkan?"Ardika menatap Timnu sambil tersenyum tipis.Saat ini, dia terkesan seperti sos
"Tujuanku bukan ingin keluar dari sini hidup-hidup."Ardika menggelengkan kepalanya, lalu menatap Timnu dengan tatapan sangat serius dan berkata dengan acuh tak acuh, "Melainkan membawa mayatmu dan mayat Werdi keluar dari sini.""Bukankah Organisasi Snakei meminta kalian untuk menyerahkan pelaku pembunuhan Sofian sebelum siang ini?""Aku akan mengabulkan keinginan kalian."Melihat ekspresi penuh percaya diri Ardika, Timnu mengerutkan keningnya.Dia menoleh dan melirik Lisman sekilas.Lisman segera melangkah maju dan berkata dengan suara rendah, "Kak Timnu, orang-orang kita sudah mengawasinya, nggak ada orang-orang yang mencurigakan."Di seluruh Hainiken adalah orang-orang mereka. Ardika memang hanya masuk seorang diri."Kak Timnu, bocah ini berani bersikap begitu arogan, itu artinya dia nggak menganggap serius kamu!"Lisman memelototi Ardika dengan tajam.Malam dua hari yang lalu, dia kalah telak dari Ardika. Setelah berlutut di hadapan Ardika tepat di depan banyak orang, dia baru berh
"Uh ... uh ...."Ketiga orang pembunuh itu menutupi tenggorokan mereka dengan tidak percaya. Dengan diliputi perasaan tidak terima, tubuh mereka terkulai tak berdaya di lantai.Sementara itu, Ardika sama sekali tidak terluka, juga tidak ternodai oleh noda darah.Dia langsung menendang ketiga mayat itu, lalu menggunakan tisu untuk menyeka tangannya. Kemudian, dia turun ke lantai satu dengan santai."Bam!"Ardika menendang pintu baja di lantai satu hingga terbuka.Aula yang besar dan luas dengan pencahayaan redup terlihat di depan mata Ardika.Di antaranya, ada banyak pintu baja lainnya yang menuju ke arah yang berbeda.Dalam sekejap, Ardika bisa merasakan aura jahat menyelimuti seluruh tempat itu.Seakan-akan di balik pintu-pintu baja tersebut adalah kandang-kandang.Setiap kandang itu mengurung seekor binatang buas Kota Jewo! Selama kandang itu dibuka, maka binatang buas tersebut akan memilih dan melahap targetnya!"Plok ... plok ... plok ...."Terdengar suara tepukan tangan yang tidak
Ardika tidak menyadari keberadaan para nona dan tuan muda yang datang untuk menyaksikan pertunjukan itu.Biarpun dia menyadari keberadaan mereka, dia juga tidak akan memedulikan serangga-serangga yang hanya bisa bersembunyi dalam kegelapan itu.Dengan langkah mantap, dia berjalan memasuki pintu utama Hainiken yang terbuka lebar itu. Seorang pelayan yang membawa sebuah nampan berjalan menghampirinya."Tuan, untuk sementara waktu ini Hainiken berhenti beroperasi. Tuan datang kemari ada keperluan apa, ya?""Aku datang mencari Timnu."Ardika melirik pelayan yang rambutnya diikat satu dan kulitnya putih mulus itu sekilas, lalu mengambil segelas minuman yang telah dilengkapi dengan sedotan kertas di nampan pelayan tersebut."Ternyata Tuan Ardika, ya."Pelayan itu membungkukkan badannya, lalu mengulurkan lengan panjangnya dan berkata, "Pak Timnu berada di lantai tiga bawah tanah. Silakan lewat sini, aku akan membawa Tuan ke bawah."Ardika mengangguk, lalu berjalan menuju ke arah lift dengan l