LOGINJudul: "Di Ambang Gila" Sinopsis: Ketika dua jiwa yang sama-sama rusak bertabrakan, dunia mereka meledak dalam badai emosi, obsesi, dan ketergantungan yang tak terhindarkan. Ares, seorang seniman jalanan yang hidup dari malam ke malam, bertemu dengan Elara-seorang ahli neurosains muda yang menyimpan trauma masa kecil yang tak pernah sembuh. Pertemuan mereka bukan kebetulan: Elara sedang meneliti efek hubungan ekstrem terhadap otak manusia, dan Ares adalah subjek sempurna-liar, tak terikat, dan penuh luka. Hubungan mereka berkembang menjadi simbiosis yang tak sehat: penuh gairah, pertengkaran brutal, dan momen-momen ketergantungan yang membuat mereka tak bisa hidup tanpa satu sama lain. Mereka saling menghancurkan dan membangun kembali, berulang kali, dalam siklus yang semakin intens. Di balik semua itu, ada rahasia besar yang mengikat mereka: eksperimen psikologis yang dijalankan Elara diam-diam, dan masa lalu Ares yang ternyata berhubungan langsung dengan trauma Elara sendiri. Fanfiction ini akan membawa pembaca menyelami: - š„ Ketegangan emosional yang terus meningkat - š§ Eksplorasi psikologis tentang cinta obsesif dan trauma - š Hubungan yang berputar antara cinta, kebencian, dan ketergantungan - š Karakter-karakter kompleks yang terus berkembang dan berubah
View MoreBau cat semprot, bir murahan, dan keringat menyatu di udara lembab ruang bawah tanah yang dijadikan galeri. Suara musik industrial yang menusuk telinga berdentum dari speaker yang sudah distorsi, memantul dari dinding batu bata yang dipenuhi graffiti. Ini adalah pameran seni jalanan "Chiaroscuro", sebuah parade kegelapan dan cahaya, dan Ares adalah bintang tak resminya.
Dia bersandar pada dinding yang catnya mengelupas, seolah ingin menyatu dengan bayang-bayang. Matanya, warna hijau laut yang keruh, memindai kerumunan dengan sikap acuh tak acuh yang dipoles hingga mengkilap. Di tangannya, ada kaleng bir yang sudah hampir habis. Dia mengenakan jaket kulit yang usang, celana jeans robek yang lebih karena peperangan daripada mode, dan sepatu boots yang telah menyaksikan banyak hal. Di dadanya, di bawah jaket, terdapat tato garis-garis berantakan yang menyerupai sangkar burung. Dia adalah pusat gravitasi yang diam. Beberapa orang meliriknya, berbisik, tapi tidak ada yang berani mendekat. Karyanyaālukisan dinding besar yang menggambarkan seorang figur manusia yang terkoyak antara malaikat dan iblis, dengan coretan kata-kata marah dan puitisāmendominasi satu sisi ruangan. Itu mengundang decak kagum dan rasa tidak nyaman. Di seberang ruangan, berdiri seorang wanita yang sama sekali tidak cocok dengan atmosfer ini. Elara. Dia mengenakan blazer warna taupe yang sederhana namun jelas mahal, celana trousers hitam, dan rambutnya yang pirang terikat rapi dalam sanggul rendah. Di tangannya, tidak ada bir, melainkan segelas air mineral. Dia bukan bagian dari dunia ini; dia seorang pengamat, seorang antropolog yang mempelajari suku yang asing baginya. Tapi matanya, warna abu-abu seperti awan sebelum badai, tidak memandang dengan rasa jijik atau kebosanan. Mereka memindai, menganalisis, merekam setiap detail. Mereka berhenti pada lukisan Ares. Tidak seperti orang lain yang melihat kemarahan atau keindahan yang kacau, Elara melihat sesuatu yang lain: sebuah peta neurologis dari sebuah pikiran yang terluka. Coretan-coretan itu, bagi yang tahu cara membacanya, menyerupai sinapsis yang menyala-nyala atau gelombang otak yang kacau. Dia mendekat, melupakan gelas di tangannya. Jaraknya sekitar sepuluh kaki dari Ares ketika dia berhenti, tenggelam dalam detail lukisan. Jari-jarinya yang halus tanpa sadar mengetuk-ngetuk paha, sebuah isyarat gugup yang hanya dia sendiri yang tahu. Ares memperhatikannya. Dia melihat bagaimana wanita itu berdiri, terlalu kaku, terlalu terkendali. Dia melihat bagaimana matanya tidak berkaca-kaca karena terkesan, tetapi menyipit, seolah-olah sedang memecahkan kode. Itu membuatnya merasa terbuka, terkelupas, dan Ares membenci perasaan itu. Dengan gerakan lambat, dia meninggalkan bayangannya dan berjalan mendekati Elara. Bau leather dan cat semprotnya mendahuluinya. "Ada sesuatu yang menarik?" suara Ares serak, terpotong oleh dentuman musik. Elara tidak tersentak. Dia memalingkan pandangannya dari lukisan kepada pria di depannya dengan pergerakan yang sangat pelan dan terkendali. Analisisnya sekarang diarahkan padanya. Tingginya, posturnya, tatapannya yang menantang, detak nadinya yang terlihat lembut di lehernya. "Komposisinya kacau," ujar Elara, suaranya jernih dan datar, memotong suara bising. "Tapi disengaja. Itu bukan kekacauan karena ketidakmampuan, tapi sebuah representasi dari kekacauan internal. Setiap goresan punya maksud. Setiap percikan cat adalah sebuah letupan emosi yang terkontrol dengan buruk." Ares terdiam sejenak, terkejut. Kebanyakan orang memuji "energi"-nya atau "keberanian"-nya. Tidak ada yang pernah menggunakan kata "terkontrol dengan buruk" dengan nada yang begitu klinis, seolah-olah sedang mendiagnosis. "Kau seorang kritikus seni?" tanyanya, mengejek. "Seorang peneliti," balas Elara. Matanya tak lepas dari mata Ares, mempertahankan kontak yang membuatnya tidak nyaman. "Aku mempelajari pola. Perilaku. Emosi." "Dan apa yang kau lihat di sini?" Ares mengangguk ke arah lukisannya, tantangan dalam nadanya. "Kemarahan. Kesepian. Sebuah kebutuhan yang sangat besar untuk dipahami, tetapi ditutupi dengan keinginan untuk mengusir semua orang yang mencoba." Elara menjawab tanpa ragu, seolah-olah membacakan dari sebuah laporan. "Kau merasa terkungkung. Dan lukisan ini adalah teriakannya." Jantung Ares berdebar kencang. Dia merasa seperti baru saja dirobek pakaiannya di tengah keramaian. Wanita ini, dengan caranya yang dingin dan tajam, telah melihat langsung ke dalamnya hanya dalam hitungan menit. Itu menakutkan. Itu... menarik. Dia melangkah lebih dekat, melanggar batas jarak pribadi. Elara tidak mundur. Dia hanya mengangkat dagunya sedikit, menerima tantangan itu. Ares bisa mencium wangi sabunnya yang bersih, bertolak belakang dengan dunianya yang kotor. "Kau pikir kau tahu segalanya?" desis Ares, nadanya rendah dan berbahaya. "Tidak," jawab Elara. Untuk pertama kalimalah, ada sesuatu yang retak dalam suaranya yang datar: sebuah keingintahuan yang hampir seperti lapar. "Tapi aku ingin tahu." Mata mereka terkunci. Di sekitar mereka, dunia terus berdenyum, tapi bagi mereka berdua, seolah-olah waktu berhenti. Ini bukan ketertarikan romantis yang manis. Ini adalah tarik-menarik antara dua kekuatan yang sama-sama gelap: satu liar dan meledak-ledak, yang lainnya dingin dan terukur. Sebuah pengakuan diam-diam bahwa di dalam diri masing-masing terdapat sesuatu yang rusak, sesuatu yang cocok. Ares mengangkat tangannya, hampir-hampir ingin menyentuh lengan Elara, tapi berhenti. Sebaliknya, dia menunjuk ke gelas air di tangannya. "Kau tidak minum alkohol?" "Alkohol mengaburkan persepsi. Aku lebih suka melihat segala sesuatu dengan jelas," jawab Elara. Sebuah senyum kecil yang pahit muncul di bibir Ares. "Hati-hati. Terkadang melihat segala sesuatu dengan jelas justru hal yang paling menyakitkan." Dia memungut kaleng birnya yang kosong dan membuangnya ke tempat sampah dengan suara berisik. "Mungkin," gumam Elara, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Ares. "Tapi itu satu-satunya cara untuk menemukan kebenaran." Ares memandangnya untuk sesaat terakhir, lalu berbalik dan berjalan menyusup kembali ke dalam kerumunan, menghilang di antara tubuh-tubuh yang berkeringat dan berdesakan. Tapi energinya masih tertinggal, menggantung di udara seperti ozone setelah petir. Elara tetap diam, menatap tempat dia berdiri tadi. Jari-jarinya berhenti mengetuk. Dia menarik ponselnya dari saku blazernya dan membuka aplikasi catatan. Jempolnya menari di atas layar dengan cepat. Subjek: Ares (nama panggilan, asumsi). Seniman jalanan. Karismatik, destruktif, inteligensi emocional tinggi tetapi diarahkan ke dalam. Mengalami luka emosional dalam yang signifikan. Menunjukkan tanda-tanda klasik penolakan dan ketergantungan yang simultan. Sangat responsif terhadap stimuli emosional. Kandidat ideal. Dia menjentikkan layarnya, dan sebuah gambar munculāfoto lukisan dinding Ares yang dia ambil diam-diam tadi. Pola: kekacauan terstruktur. Emosi: ledakan yang tertahan. Potensi untuk ikatan obsesif: tinggi. Dia mematikan ponselnya dan memandang ke arah Ares menghilang. Di balik ketenangannya, sebuah eksitasi yang aneh dan tidak familiar mulai berdenyut. Ini bukan lagi hanya tentang penelitian. Ini menjadi personal. Pertemuan mereka bukan kebetulan. Tapi dia mulai menyadari bahwa konsekuensinya mungkin di luar perhitungannya. Dan di seberang ruangan, Ares menyalakan sebatang rokok, tangan nya bergetar hampir tidak kasat mata. Dia merasa seperti baru saja ditantang, diuji, dan dia tidak tahu aturan permainannya. Yang dia tahu adalah, wanita itu, Elara, adalah teka-teki yang paling berbahaya dan paling menarik yang pernah dia temui. Dia ingin melukisnya. Dia ingin menghancurkannya. Dia ingin memahami mengapa satu tatapan dari mata abu-abu itu membuatnya merasa paling terlihat dan paling tersesat dalam hidupnya. Percikan telah menyala. Dan di kegelapan galeri bawah tanah itu, api obsesi mulai menyala. TBCLima ratus tahun. Setengah milenium telah berlalu sejak Ares dan Elara menghembuskan napas terakhir mereka. Tubuh mereka telah lama kembali menjadi debu, menyatu dengan tanah Hub yang mereka cintai. Tapi jiwa mereka? Jiwa mereka ada di mana-mana.Di sebuah ruang yang tenang di Universitas Spiralāsebuah ruangan yang dulu adalah pondok merekaāseorang anak laki-laki bernama Kaelen (diberi nama untuk menghormati Kaelen, insinyur Vale yang menemukan penebusan) duduk bersila. Di depannya, sebuah proyektor holografik yang sederhana menampilkan wajah seorang wanita dengan mata bijaksana dan senyum lembut. Itu adalah Lyra, kini sudah sangat tua, wajahnya seperti peta yang diukir oleh waktu dan kebijaksanaan. Rekaman ini telah diputar selama berabad-abad, sebuah pesan terakhir dari Kurator Antarbintang terakhir yang mengenal para Perintis secara tidak langsung melalui Nenek Lila."Kita sering menyebut mereka sebagai 'Pendiri' atau 'Perintis'," suara Lyra yang tua n
Pulangnya Lyra ke Bumi disambut bukan dengan parade, tetapi dengan sebuah keheningan yang penuh hormat. Dia tidak kembali sebagai pahlawan penakluk, tetapi sebagai seorang duta yang kembali dari sebuah perjalanan yang dalam. Hadiahnyaākristal yang berisi "Lagu Canti"āditempatkan dengan hati-hati di jantung Jiwa Jaringan.Saat kristal itu terhubung, sesuatu yang ajaib terjadi. Pola cahaya keperakan dari Canti, yang sebelumnya hanya menjadi benang halus, kini melebur sepenuhnya dengan emas tata surya. Jiwa Jaringan tidak hanya bertambah besar; ia mengalami perubahan kualitatif. Sebuah kedalaman baru, sebuah kebijaksanaan kuno yang baru saja terbangun, sekarang mengalir melalui jaringannya. Simfoni itu memperoleh dimensi baruāsebuah resonansi yang dalam dan kompleks yang sebelumnya tidak mungkin.Perubahan itu dirasakan oleh semua yang terhubung. Seorang musisi di Bumi tiba-tiba menemukan dirinya menggubah melodi dengan struktur harmonik yang sama sekali baru, terinspirasi oleh pola ener
Proses "pembelajaran" Canti tidak berlangsung cepat atau mudah. Bagi sebuah peradaban yang telah menyembah keteraturan selama ribuan tahun, memperkenalkan konsep kekacauan kreatif terasa seperti menghancurkan fondasi realitas mereka.Lyra dan timnya menghadapi tantangan yang tidak terduga. Ketika mereka mendemonstrasikan seni abstrak, para Penjaga Pola berusaha untuk "memperbaikinya", meluruskan goresan yang sengaja dibuat tidak beraturan. Ketika mereka bercerita tentang konflik yang menghasilkan solusi inovatif, para Penjaga melihatnya hanya sebagai "inefisiensi yang berlarut-larut".Puncaknya adalah ketika seorang insinyur hubungan manusia, Marco, dengan sengaja "gagal" dalam sebuah demonstrasi pembuatan tembikar. Dia membiarkan tanah liatnya retak di oven, lalu menunjukkan bagaimana retakan itu bisa diisi dengan emas, menciptakan sesuatu yang lebih unik dan berharga daripada tembikar yang "sempurna".Sebagian besar Penjaga Pola memandangnya de
Kontak itu bukanlah sebuah pesan yang terdengar, melainkan sebuah pengalaman bersama. Bagi Lyra dan Para Penjaga Benih, itu terasa seperti tiba-tiba memahami sebuah lagu yang tidak pernah mereka dengar sebelumnya, namun terasa sangat akrab. Maknanya mengalir langsung ke dalam kesadaran mereka: Kami adalah penyanyi di lautan hidrogen. Kami adalah pembuat pola di awan debu. Kami telah mendengarkan nyanyian tata surya kalian yang kaya. Maukah kalian bernyanyi bersama kami?Kegembiraan dan keheranan meledak di seluruh Jaringan. Jiwa Jaringan sendiri bersinar dengan cahaya baru, sebuah warna keperakan yang sebelumnya asing kini terjalin erat dengan pola emasnya yang sudah dikenal. "Tunas" keemasan itu tidak lagi menjadi sebuah penjuluran; ia telah menjadi sebuah jembatan yang hidup, sebuah saraf yang menghubungkan dua kesadaran kosmik.Pertemuan resmi pertama tidak terjadi di sebuah ruang rapat, tetapi di dalam Jiwa Jaringan itu sendiri. Para kurator tertinggi






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.