"Kau sangat berisik, apa perlu aku membungkammu dengan cara yang berbeda? Hum?" kata Ethan sambil menatap tajam wanita yang kini menginjaknya seakan ia adalah orang yang sangat tak ada harganya.
"Oh, ya? Kau berani?" tantang Crystal tak gentar. Ethan kini menatap liar Crystal dari telapak kaki hingg ke satu titik di tubuh Crystal tanpa berkedip. Jangan lupakan tangannya yang kini telah berhasil menggenggam betis indah wanita itu. Crystal terkesiap dan berusaha melepas kakinya dari genggaman Ethan. "Lepaskan!!" perintah Crystal dengan marah. "Kau sudah menggodaku sampai seperti ini, bagaimana mungkin aku bisa melepaskanmu dengan mudah, Nyonya Trovatelli?" "Aku tidak menggodamu, Bodoh! Lepaskan kakiku!" Ethan kini dengan usilnya malah mengusap-usap kaki Crystal hingga lutut hingga membuat Crystal berusaha untuk menarik-narik kakinya dari genggaman tangan Ethan. Bukan salah Ethan jika Crystal yang memancingnya. Ethan kini malah memiringkan tubuhnya. Dengan setengah duduk ia malah memeluk kaki Crystal yang satunya dan menci umnya dengan sengaja, sementara tangan yang satu masih memegang kaki Crystal yang lainnya. "Bajingan!!" maki Crystal. Wanita itu berontak dan berhasil melepaskan sebelah kakinya dari genggaman tangan Ethan. Lalu dengan kaki itu pula Ethan ditendang oleh Crystal tepat di dada hingga membuat Ethan yang tak siap sampai terjungkal jatuh dari ranjang. "Brengsek!! Aku sudah memperingatkanmu, jangan berani-berani mencoba untuk menyentuhku, bahkan meski itu hanya memikirkannya!" umpat Crystal dengan kesal. Ethan terkekeh kecil melihat sikap Crystal yang seperti anak-anak. Dengan lantangnya wanita itu memakinya bahkan menantangnya tadi, tetapi saat Ethan menerima tantangannya, wanita itu malah berkata jangan berani-berani untuk menyentuhnya. Sungguh wanita yang sangat tidak konsisten! "Apa yang kau tertawakan, hmm? Kau menganggap ini lucu? Hah?" Ethan geleng-geleng kepala sambil mencoba untuk bangkit dari lantai. Namun Crystal kembali menyerang dan melemparinya dengan beberapa bantal. "Keluar dari kamarku, Ethan!!" teriaknya. "Oke, baiklah, baiklah! Tak perlu menjerit-jerit seperti itu. Suaramu membuatku tuli. Dan sikapmu yang seperti ini akan membuat orang lain berpikir kalau aku tidak bisa membuatmu puas di malam pertama. Ck! Sangat memusingkan!" balas Ethan sambil berdiri. Usai mengatakan itu Ethan pun berdiri dan beranjak meninggalkan Crystal di kamarnya. "Hei, Ethan! Tidurlah di kamar sebelah! Kamar itu kosong!" Ethan masih mendengar seruan Crystal dengan suaranya yang sangat berpotensi membuat gendang telinga pecah itu. Namun rasa lelah membuat Ethan untuk mengabaikannya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 10 pagi kala terdengar suara seorang wanita memanggil-manggil nama Clarice. "Clarice!" Ceklek! Terdengar suara suara kenop pintu diputar. "Clar ..." Sesosok wajah terlihat muncul dari balik pintu. Wajah khas baru bangun tidur dengan wajah kusut dan rambut acak-acakan. "Selamat pagi, Crys!" sapa Ethan. Terlihat Crystal mengucek-ngucek matanya seakan tak percaya pada apa yang dilihatnya. "Clarissa, ucapkan selamat pagi pada Mama," suruh Ethan pada bocah kecil yang berada di depannya. "Hai, Mama. Selamat pagi," sapa Clarissa, gadis manis dengan sikap pemalunya itu. Crystal mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali seolah tak percaya pada apa yang dilihatnya. "Kau! Apa yang kau lakukan?" tanya Crystal. Crystal kini masuk mendekati Ethan yang sedang menguncir rambut Clarissa. Antara takjub dan kagum melihat Ethan begitu mahir menguncir rambut Clarissa. "Memangnya apa?" tanya Ethan balik dengan raut wajah tak merasa berdosa. Setelah sekian detik wanita itu sempat kagum pada Ethan yang sangat pintar menguncir rambut Clarissa, kini Crystal geleng-geleng kepala seakan sedang mengutuk tindakannya ya g sepertinya mengagumi Ethan. "Apa yang kau lakukan pada putriku?" "Aku sedang menguncir rambutnya dan mendandaninya. Apa kau sebelumnya belum pernah melihat seorang ayah melakukan ini pada putrinya?" cibir Ethan. Wanita itu mengernyitkan kening dan kini tampak keberatan mendengar jawaban Ethan. "Kamu bukan ayahnya! Stop melakukan itu. Dia sudah punya pengasuh sendiri. Pengasuhnya lebih tahu mendandani dia daripada kamu!" "Oh, ya! Mungkin saja. Tapi dengan sering-sering melakukan hal seperti ini antara anak dan orang tua, akan tercipta ikatan batin yang lebih kuat. Kalau boleh kutebak, kamu pasti tak pernah melakukan hal ini padanya, kan?" kekeh Ethan. Kali ini Ethan telah selesai menguncir dua rambut ikal berwanrna kecoklatan milik Clarissa dengan ikat rambut berbentuk strawberry hingga wajah gadis kecil berusia dua setengah tahun itu terlihat semakin lucu dan menggemaskan. "Selesai!" seru Ethan. Clarissa ingin menarik-narik rambutnya yang baru saja dikuncir oleh Ethan. "No, no, no! Jangan dilepas, Sayang! Kau terlihat cantik dengan kunciran seperti itu!" larang Ethan ketika gadis kecil itu ingin melepas ikatan rambut yang sudah susah payah ia pelajari dari internet. Crystal buru-buru mendekat dan menghampiri Clarissa yang duduk di meja riasnya. "Clarice, kau sudah sarapan belum?" tanya Crystal pada putrinya itu, sekalian ia mengerling pada baby sitter anaknya menunggu jawaban dari wanita itu. "Clarissa belum sarapan, Nona," jawab Ana, sang baby sitter. "Kalau begitu bawa Clarice sarapan sekarang. Sudah jam berapa ini?" katanya, lagi-lagi mengerling ke dinding, sehingga baby sitter itu pun paham dan ikut mengerling ke arah sana. "Baiklah, Nona," jawab wanita itu, segera membawa Clarice ke luar dari kamar itu. Sekarang tinggallah Ethan dan Crystal di ruangan ini. "Kau tidak perlu mengambil hati Clarice seperti itu. Jangan report-repot!" kecam Crystal tak suka. "Aku tidak repot. Dan aku merasa itu perlu. Lagi pula kemarin saat resepsi, Papa Ben (Sebutan untuk Benigno) menyuruhku untuk tidak melakukan apa pun dan di rumah saja menjaga Clarissa. Jadi dimana salahku kalau aku sekarang ikut merawat putriku?" balas Ethan. "Dia bukan putrimu!" "Secara hukum dia putriku, walaupun yah ... secara biologis kau bisa membantah itu," tandas Ethan. Wanita itu terlihat kesal mendengar jawaban dari Ethan. Sementara Ethan kini melipat tangannya di depan dada dan menunggu jawaban Crystal seakan menantangnya. "Lupakan soal mengasuh anak. Sebaiknya sekarang kau pergi bekerja. Lakukan apa pun yang kau suka dengan mobil-mobil rusakmu itu atau apa pun itu. Jangan bertingkah konyol dengan menjadi baby sitter pengganti untuk putriku!" tandas Crystal. "Ok, yesss!!! Baiklah, Nyonya! Kalau kau sudah mengijinkan, aku akan kembali pada pekerjaanku!" seru Ethan girang sambil beryes-yes ria. Sementara itu Crystal hanya memandang dengan raut wajah malas tingkahnya yang sudah seperti seseorang yang telah memenangkan lotre itu. "Oh, ya Crys, boleh aku tahu kenapa kau memanggil Clarissa dengan sebutan Clarice?" tanya Ethan. "Tidak apa-apa. Aku hanya kurang suka pada nama yang diberikan oleh Alessandro itu. Nama itu dia ambil dari nama kekasihnya yang berasal dari Asia. Sungguh konyol memberi nama mantan kekasihnya pada anak sendiri!" gerutu Crystal. "Sepertinya kamu salah paham. Sebelum menikah denganmu, Alessandro tak pernah punya kekasih," kata Ethan membela kakaknya. "Kau jangan sok tahu! Aku mengenal Alessandro dari sejak kami masih sekolah. Dan aku mengenal Clarissa kekasihnya dengan alibi hanya teman itu. Itu sebab aku memanggil putriku dengan panggilan Clarice. Artinya pun sama saja dengan Clarissa, kan? Lagi pula aku sudah berniat mengganti namanya dengan Clarice ke pengadilan negeri, mumpung Clarice masih kecil. Jadi jangan tanyakan itu lagi!" kata Crystal dengan kesal. Ethan manggut-manggut mendengarkan. "Aku rasa kau hanya cemburu pada wanita bernama Clarissa, temannya Alessandro itu, Crys," ejek Ethan. "Aku cemburu? Cih! Pada si culun itu?" balas Crystal remeh. "Ya. Memang kenapa? Apa ada yang salah kalau seorang istri mencemburui wanita yang pernah dekat dengan suaminya? Itu tandanya cinta." Dengan kesal Crystal menendang kaki Ethan. "Awww!! Kau kenapa, Crys?!" pekik Ethan. Sungguh wanita yang kasar. "Biar aku perjelas padamu. Aku tidak mencintai Alessandro! Aku tidak cemburu padanya!" "Baiklah, aku percaya," cibir Ethan dalam artian sebaliknya. Selama ini Ethan mungkin tidak terlalu tahu bagaimana kehidupan rumah tangga kakaknya karena jarak yang memisahkan keduanya. Ia berpikir hanya Benigno yang tidak menyukai Alesandro. Nyatanya Crystal pun sama. Alessandro Besson bukanlah pria yang disukai oleh Crystal ataupun Benigno. Hanya karena satu malam yang membuat Crystal dan Alessandro mabuk di sebuah pesta dan berakhir dengan Crystal yang mengandung Clarissa di usianya yang masih sangat muda, Alessandro harus menikahi Crystal. Setidaknya itulah yang Ethan dengar. Alessandro sendiri tewas di tangan gangster lain, musuh dari mertuanya sendiri. Yang Ethan tahu sebelum menikahi Crystal Alessandro memang hanya polisi dengan pangkat rendah dan gaji tak seberapa, dan sudah pasti tak masuk hitungan dalam kualifikasi menantu idaman seorang mertua seperti Benigno Mensina. "Aku serius, aku benar-benar tidak mencintai kakakmu itu!" Crystal masih ngeyel dengan statemennya "Ya, ya, ya! Teruslah menyangkal. Kalau bukan karena cinta apa mungkin kau dan kakakku memiliki Clarissa?" cibir Ethan. "Terserah kau percaya atau tidak!" Crystal tak menghiraukan cibiran Ethan. Wanita itu kini melengos pergi dari hadapan Ethan. Setelah mendapat ijin dari Crystal, maka Ethan pun segera kembali ke kamarnya dan mandi. Tak lama ia keluar, ia pun telah mengenakan baju kaos tanpa lengan dan celana jeans robek-robek di lutut, siap untuk berangkat. Namun di depan ia bertemu dengan Benigno. "Kau mau kemana?" tanya Benigno dengan nada penuh curiga pada menantunya itu. "Aku ingin ke bengkel, Papa Ben," jawabnya. "Bengkel? Apa mobil di rumah ini ada yang rusak?" tanyanya bingung. Ia lupa kalau Ethan adalah mekanik. "Kalau ada yang rusak, beri tahu aku. Aku akan memperbaikinya!" jawab Ethan dengan entengnya. "Lalu kalau begitu kau mau kemana?" tanya Benigno. "Ke bengkel milikku sendiri." "Punyamu?" "Ya, sebelum aku menikahi Crystal dan kembali ke kota ini, aku sudah memiliki tabungan dan langsung mengurus segalanya. Menyewa tempat strategis di pinggir jalan, membeli semua peralatan siap pakai. Aku pikir aku perlu pekerjaan atau usaha untuk menghidupi anak istriku," jawab Ethan dengan raut berbinar. Tetapi ternyata oleh Benigno malah ditanggapi sebaliknya. "Tidak bisa! Jangan lakukan pekerjaan tak berguna itu lagi! Kau jangan bodoh seperti kakakmu Alessandro. Kau kira hanya dengan bekerja sebagai mekanik mobil bisa mencukupi kebutuhan Crystal dan Clarissa? Bahkan harga sepatu Clarice saja, cukup untuk biaya hidupmu selama setengah tahun!" hina Benigno. ****"Marlon?!" pekik Crystal terkejut.Orang yang diserukan namanya oleh Crystal itu, lagi-lagi hanya melempar senyum menyeringai."Ya, ini aku. Kenapa kau terkejut melihatku? Apa itu karena kau merindukanku?" tanya pria itu dengan nada menyebalkan.Crystal menyipitkan matanya dan memasang ekspresi wajah jijik."Apa kau selalu seperti ini? Tidak tahu malu?" balas Crystal dengan sengit.Itu membuat Marlon menjadi tertawa."Tidak tahu malu? Tidak tahu malu seperti apa maksudmu, hmm? Bukannya kau yang tidak tahu malu? Aku sudah menolongmu dari pria yang menciba ingin menabrakmu itu, dan tadi kau dengan lantangnya mengucapkan terima kasih padaku dan ingin memberikan hadiah padaku sebagai imbalan atas pertolongan yang kuberikan karena telah menyelamatkan nyawa kamu. Tetapi lihat sekarang? Setelah kau tahu siapa dewa penolongmu, kau bukannya jadi memberikan hadiah padaku, tapi kini malah memakiku tidak tahu malu? Ckckck! Crystal Mensina memang luar biasa! Entah apa jadinya kalau aku benar-ben
Crystal masih terpaku melihat kedua orang yang tidak ia kenal siapa itu sedang berkelahi di hadapannya. Berbeda dengan Bertha yang segera cepat tanggap terhadap situasi tak menguntungkan itu. Ia segera buru-buru mendudukkan Clarissa di kursi, tepat di sebelah Crystal. Lalu iya pun mendorong kursi roda itu menjauh dari area itu."Ayo, Nyonya! Kita pergi saja dari sini. Di sini sangat berbahaya!" kata Bertha mencoba memperingatkan wanita yang dia lihat sembuh kembangnya dari sejak kecil itu."Si-siapa mereka, Bertha?" tanya Crystal dengan menggumam."Emm ... entahlah, aku tidak tahu, Nyonya Crystal. Kalau aku berpendapat sebaiknya kita pergi saja dari sini. Di sini terlalu berbahaya," kata Bertha.Wanita itu tanpa berpikir panjang lagi segera memutar balik kursi roda Crystal yang diduduki oleh sepasang ibu dan anak itu menuju ke arah rumah mereka yang berjarak sekitar 50 meter dari tempat itu."Tapi Bertha ... bagaimana dengan mereka?" tunjuk Crystal ke arah kedua orang asing yang sedan
"Mamaaaa!!!" seru Clarissa dari sisi jalan yang berseberangan dengan di mana Crystal sedang berada di kursi rodanya seperti saat ini.Crystal melambaikan tangannya untuk membalas seruan Clarissa dari samping mobil penjual es krim ituSebenarnya jalanan komplek itu tidak terlalu lebar. Seperti halnya jalanan komplek di perumahan-perumahan lain. Hanya saja Crystal memang lebih memilih untuk tidak ikut menyeberang dengan Bertha dan Clarissa yang sedang ingin membeli es krim di penjual es krim dengan mobil khusus itu. Crystal untuk menunggu di seberang jalan sambil tetap sibuk dengan ponselnya untuk mencari tahu apakah Ethan sudah aktif atau tidak.Beberapa kali Crystal menempelkan ponsel itu di telinganya dan beberapa kali pula dia harus memasang raut kecewa karena hingga saat itu pun, Ethan tetaplah tidak bisa dihubungi. Sangat menyebalkan![Nomor yang anda tuju sed ....]Crystal melepas ponsel yang menempel di telinganya dan merengut kesal."Ah, Ethan sialaaaaan! Sebenarnya apa maumu s
Brrrruuuuum!!!! Crystal yang sudah berada di tengah jalan tersentak dan spontan berhenti menekan tuas pada kursi rodanya. Hanya berkisar beberapa meter saja sebuah motor sport dengan cc besar saat ini sedang melaju kencang ke arahnya. Dalam hitungan detik saja, Crystal tersadar kalau dia sedang berada dalam bahaya. Refleks tangannya meraih tuas kursi roda itu agar bergerak maju, namun sepertinya meski kursi roda itu berhasil bergerak pun namun kalau dilihat dari kecepatan motor sport yang sedang melaju ke arahnya itu, rasanya tetap saja akan sulit baginya untuk lolos dari kecelakaan jika motor besar itu menabraknya. Mungkin Crystal memang tak sempat untuk berpikir panjang tentang sebuah alasan mengapa pengendara motor itu bisa tiba-tiba saja berada di jalanan komplek perumahan yang sepi dengan mengendarai sepeda motor yang melaju kencang. Entah dari mana datangnya sepeda motor itu? Crystal bener-bener tak mengerti. Tetapi satu yang pasti, pengendara sepeda motor itu pastilah senga
Crystal merasa bosan saat ini. Sejak kemarin Ethan tak lagi bisa dihubungi setelah mereka saling bertelepon dan melakukan panggilan video. Crystal setelah berulang-ulang mencoba menghubungi nomor pria itu. Namun sangat disayangkan karena hingga detik ini nomor ponsel begitu belum aktif juga.[Il numero che hai composto è inattivo e fuori portata. Si prega di lasciare un messaggio dopo il seguente tono... ]BIP!!![Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Mohon tinggalkan pesan setelah nada berikut ...]BIP!!Crystal menjauhkan ponselnya dari telinga sambil menggerutu. Sungguh saat ini dia merasa kesal setengah mati. "Ethan!! Sebenarnya ada apa denganmu? Kenapa kau tidak mengaktifkan ponselmu!" maki Crystal sambil mengomel pada ponsel yang ada di genggaman nya satunya.Clarissa yang sedang memakan serealnya disuap oleh Bertha hanya bisa melihat sang mama dengan wajah tertarik ingin mengetahui kemana papa Ethan-nya. Tetapi untuk menanyakannya langsung rasa
"Justru itulah alasan aku mengundang kalian datang ke sini. Kita harus berdiskusi untuk mencari tahu bagaimana cara agar bisa membebaskan mereka dari sana," kata Ethan.Mereka para member Aquila Nera yang ada di sana pun mengangguk-anggukkan kepala tanda sepakat dengan kata-kata dari Ethan itu, meski pun dalam hati dan pikiran mereka masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang ingin mereka lontarkan. Tapi mereka sadar diri kalau ini bukanlah saat yang tepat untuk terlalu banyak bertanya."Kalau begitu kita bisa mulai sekarang berdiskusi tentang apa yang harus kita lakukan untuk bisa mengeluarkan sekitar empat puluhan orang dari Ventra Della Terra?" tanya Ethan meminta pendapat para anak buahnya.Para anak buah Aquila Nera itu pun mengangguk."Lalu kalau begitu, apakah kira-kira kalian memiliki ide?" tanya Ethan pada mereka.Ethan menatap satu persatu orang-orang yang mengelilingi meja bundar meeting room Hotel Savona Catania itu."Baiklah, sebelum kalian mengeluarkan pendapat kalian masi