Pria yang diteriaki itu tersentak dari keterkejutannya mendengar teriakan Ethan. Spontan ia menoleh pada Ethan yang kini hanya berjarak beberapa meter darinya.
Tak ingin merasa malu karena salah satu anak buahnya tumbang oleh lemparan piring pria itu, Andrew Bosseli tertawa terkekeh dengan nada meremehkan. "Wah, pengantin pria sepertinya sangat marah sekali. Ingin menjadi hero di depan Crystal, heh?" kekehnya. "Baiklah, akan kukabulkan. Jadilah hero untuk istri tersayangmu itu!" Usai mengatakan itu, Andrew lagi-lagi memberi isyarat dengan dagunya agar sniper yang satunya menyerang Crystal. Sniper itu pun mengangkat senjatanya. Ethan yang melihat hal itu langsung berlari secepat angin ke arah sniper itu. Dan .... BUUGGHH!!!! Belum sempat pelatuk itu ditarik, sebuah tendangan dari Ethan mendarat di rahang sniper itu. Sniper itu tumbang dan masih sempat mencoba untuk bangkit, namun satu tendangan lagi dari Ethan di kepalanya cukup membuat pria itu kehilangan tenaga untuk bangkit. "Arggghhh!!" Pekik tertahan lagi-lagi terdengar dari para undangan yang ada di ruangan itu. Mereka terperangah melihat sniper itu kini bernasib sama dengan temannya. Melihat dua sniper yang dibawanya dikalahkan dengan begitu mudah oleh Ethan, Andrew kini menelan salivanya. Semua orang melihat padanya. Dan kini, lihat! Ethan sedang berjalan menuju ke arahnya. Dengan gerak cepat dan langkah kaki yang panjang, tak butuh waktu lama bagi Ethan untuk sampai di hadapan Andrew. Ethan langsung memukulnya. BUGGHH!! Dan lagi ... BUGGH!! Kini tak hanya memukul, dengan lututnya Ethan juga menumbuk perut pria itu berkali-kali. Andrew benar-benar tak diberi kesempatan oleh Ethan untuk melawan. Setelah puas memukuli Andrew, Ethan pun menarik kerah baju lawannya dengan kasar dan menyeret Andrew Bosseli ke luar aula. Dengan gerak kasar Ethan mendorong Andrew hingga pria itu jatuh terhempas di tangga aula. "Sampaikan salamku pada ayahmu, Diego Bosseli. Dan katakan padanya agar dia bisa mendidikmu dengan baik, Andrew! Atau kalau tidak ... dia tahu apa konsekuensinya! Dan sekarang kau pergilah dari sini!" usir Ethan. Pemandangan yang luar biasa aneh. Benigno bahkan sampai menganga. Semudah itu Ethan mengusir anak dari pimpinan Demond del Cielo itu, entah dengan cara apa. Sebenarnya apa yang dikatakan oleh pria itu? Dia mengenal Diego Bosseli? Siapa sebenarnya Ethan? Benarkah dia hanya seorang mekanik? ***** Pesta pernikahan itu usai ketika jarum jam menunjukkan hampir pukul 2.30 dini hari. Semua undangan telah membubarkan diri, begitupun dengan Benigno, Crystal dan Ethan yang telah kembali ke kediaman pimpinan mafia kelas kakap itu. Tak seperti pasangan pengantin baru pada umumnya, Crystal dan Ethan tidak menginap di hotel untuk melakukan ritual malam pertama. Mereka berdua ikut pulang bersama Benigno dan kekasihnya. "Baiklah, di mana kamarku?" tanya Ethan tanpa basa-basi, begitu mereka tiba di rumah mewah itu. Crystal tak langsung menjawab. Dia masih memandang pria dihadapannya ini dengan mata tak berkedip. Sungguh lelaki yang tidak bisa ditebak. Sebenarnya siapa dia? batin Crystal bertanya-tanya. Sebenarnya meski Crystal menikah dengan Alessandro, namun dia tidak begitu mengenal keluarga dari mendiang suaminya itu. Pernikahannya dengan Alessandro pun tak ada beda dengan pernikahannya yang kedua ini. Menikah karena sebuah alasan yang bukan cinta. Ia terpaksa menikahi Alessandro karena satu malam yang sial di tiga tahun yang lalu yang menyebabkan dia mengandung Clarissa. Dia bukan wanita yang baik, tetapi Crystal juga bukanlah seorang ibu yang buruk. Ia menikahi Alessandro hanya agar Clarissa memiliki pengakuan dari ayah kandungnya. Alessandro bagi Crystal hanya lelaki yang kebetulan datang dan singgah. Bukan orang penting yang harus ia tahu kehidupannya. Yang dia tahu Alessandro sudah tak memiliki orang tua lagi. Ia memiliki adik yang tinggal di kota lain namun hingga Alessandro wafat, Crystal belum pernah bertemu dengannya. Dan lihat? Sekarang adik iparnya itu kini jadi suaminya! Double sial! "Hallo?" Ethan mengibas-ngibaskan tangannya di hadapan wajah Crystal karena wanita itu terlihat melamun. Crystal tersentak dari lamunannya. "Hum?" "Aku bertanya, dimana kamarku? Apa pertanyaanku salah? Atau seharusnya kita tinggal dalam satu kamar?" tanya Ethan, terkesan tidak sabaran. Ethan sudah sangat lelah. Yang dia butuhkan untuk saat ini hanyalah istirahat. "Aku akan menunjukkan di mana kamarmu, kalau kau bicara jujur padaku siapa sebenarnya dirimu?" tanya Crystal sambil berlipat tangan di atas dada. "Kita sudah menikah, dan kau baru saja bertanya siapa aku? Uh, sudah sangat terlambat, Nona." "Jangan berbasa-basi denganku! Katakan, sebenarnya kau siapa? Apa kau mata-mata dari Demond del Cielo?" tanya Crystal berang. Ethan menatap wanita garang di depannya itu sambil membuka tuksedonya, melepas dasi kupu-kupu yang melekat di kancing paling atas kemejanya, serta tak lupa membuka kancing baju di bagian pergelangan tangannya. "Aku tidak tahu apa maksudmu, Crys. Sebaiknya kau tunjukkan di mana kamarku sekarang, atau aku akan tidur di kamar mana pun yang aku mau," kata pria itu. "Jangan mengelak dari pertanyaanku, Bajingan! Katakan padaku! Apa kau di suruh mereka untuk membunuhku dan Papa?" "Tuduhanmu padaku terlalu berlebihan, Crys," jawab Ethan acuh. Kini tanpa mempedulikan Crystal, ia menaiki tangga dan naik ke lantai dua rumah. "Ethan! Aku belum selesai bicara!" teriak Crystal. "Kita akan bicara besok, Honey," ucap Ethan tak peduli. Ia pun segera berjalan melewati kamar-kamar yang ada di lantai dua itu dengan diekori Crystal di belakangnya. Lalu ia menghentikan kakinya tepat di depan sebuah kamar. Ia menunjuknya sebentar lalu melirik Crystal, dan tanpa berpikir panjang ia pun segera masuk ke meraih handle pintu dan melenggang masuk ke dalam. "Siapa yang menyuruhmu masuk ke sini? Keluar!!!" perintah Crystal dengan galaknya. Senyum menyeringai terpampang di wajah Ethan. "Untuk apa aku keluar? Ini kamarmu. Kau istriku, berarti tempatku juga ada di sini, kan?" jawab Ethan lagi-lagi dengan acuh. Kini ia membuka kemejanya hingga tersisa hanya kaos dalam dan membaringkan tubuhnya di ranjang milik Crystal. "Kau keterlaluan, Ethan! Menyingkir dari tempat tidurku!" Ethan tidak peduli dengan segala hardikan dan makian Crystal. Dengan tangan berada di atas kepala sebagai bantal meskipun di bawahnya sudah ada bantal, Ethan pun memejamkan matanya. "Brengsek! Jangan mengabaikanku!" Crystal pun lalu menarik lengan bisep dan trisep Ethan itu dan berniat menjatuhkan pria itu dari ranjang. Namun jangankan menjatuhkannya, membuatnya bergeser dari tempatnya saja tidak. "Bajingan!! Kalau kau tidak mau pergi dari ranjangku aku akan meminta Jordy untuk melemparmu dari sini sekarang juga!!" jerit Crystal marah. Ethan membuka sebelah matanya dan melihat dengan aneh wanita yang sedang menjerit-jerit di sebelahnya ini. Sungguh wanita yang sangat berisik. "Ethaaann!!!" Ethan menutup telinganya yang hampir tuli karena jeritan wanita bar-bar itu. "Crys, bisakah kau tidak berisik? Aku butuh beristirahat. Aku lelah berdiri hampir seharian menyambut para tamu di gedung resepsi dan kau masih ingin aku meladeni ocehanmu itu sekarang? Please, lanjutkan omelanmu itu besok saja. Aku mau tidur." Mengatakan hal itu Ethan kembali menutup matanya. Kali ini lengan yang tadinya jadi bantal di bawah kepalanya kini berpindah menutupi matanya. Kesal karena diacuhkan oleh Ethan, kini Crystal naik ke atas ranjang dan berdiri tepat di samping pria itu. Lalu sebelah kakinya pun kini telah menginjak dada bidang pria itu. Merasa ada yang menekan dadanya, Ethan pun lagi-lagi menyingkirkan lengan yang menutupi matanya. Matanya menatap ke atas, ke arah Crystal yang berdiri sambil menginjakkan sebelah kaki di dadanya. Kaki mulus dan jenjang itu terekspose sempurna dari telapak kaki hingga ke paha bagian dalam melalui belahan gaun malam yang dipakainya di acara resepsi pernikahan tadi. "Pergi dari kamarku!" hardik Crystal dengan marah. Ethan melirik ke arah kaki yang bertengger di dadanya dan menyentuhnya. "Crys, apa begini caramu mengajak suamimu melakukan malam pertama?" Eh? "Kau sangat berisik. Apa perlu aku membungkammu dengan cara yang berbeda? Hmm?" Ethan menatap tajam wanita yang kini sedang menginjaknya seakan ia adalah orang yang tak punya harga diri. "Oh, ya? Kau berani?" tantang Crystal, tak gentar. ****"Ka-kalian?! Si-siapa?" Salah satu dari dua orang itu bertanya dengan terbata-bata."Menurutmu siapa, Dude?" Gustave yang menyahut anak buah The Monster itu.Belum mereka tersadar dari keterkejutannya, Ethan sudah bersalto sebanyak dua kali menjejak tanah dan yang ketiga kali, kakinya telah menendang keras kedua orang anak buah The Monster itu secara bergantian."Hup!! ... Huppp!! Hiyaaaa ...."BUGGH!!!Satu tendangan keras menghantam bagian wajah salah seorang anak buah The Monster tanpa orang itu sempat menghindar."Arghhh!!""Abramo!!" teriak temannya. Dia bersiap untuk menolong temennya, namun naas, ternyata tak hanya temen yang bernama Abramo itu yang mendapat tendangan dari Ethan, melainkan dirinya juga.BUGHH!"Huughh!!" Tendangan Ethan tempat mengenai leher pria itu. Rasanya sungguh menohok, hingga pria itu memuntahkan darah segar, sebelum akhirnya pria itu tumbang ke tanah yang beralaskan dedaunan kering."Si-siapa kau? Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya pria yang bern
Ethan dengan perlahan berenang menepi ke pinggir laut yang berbatasan langsung dengan tebing, diikuti oleh anak buahnya Fabiano dan Gustave. Sementara anak buahnya yang lain mengambil posisi di tiap sisi tebing yang berbeda-beda. "Capo, apa Capo benar-benar bisa melakukan ini?" tanya Gustave sekali lagi."Aku sudah pernah berlatih beberapa kali memanjat tebing. Jangan khawatir," jawab Ethan sambil tangannya menyentuh dinding tebing yang kasar dan dingin itu."Tapi Capo hanya berlatih sekedarnya saja, kan? Sementara saat ini kita harus melakukan soloing yang biasa dilakukan professional. Capo, maksudku ... bagaimana kalau Capo tidak usah naik ke atas? Biarkan kami saja yang melakukannya. Capo cukup menunggu di bawah saja," usul Fabiano.Ethan geleng-geleng kepala mendengar usul Fabiano."Oh, ayolah, kau mengatakan itu tidak bermaksud mengejek aku kan? Seolah aku tidak akan mampu memanjat tebing itu sendiri. Fabiano, kau jangan meremehkan aku," kata Ethan dengan memasang raut wajah ke
Julia bersungut-sungut saat menaiki tangga untuk kembali ke lantai dua Nido di Aquila Nera yang telah berubah menjadi Nido The Monsta itu. Dia tak punya pilihan lain selain menuruti perintah Sherman, salah seorang anak buah The Monster yang kini telah menguasai markas besar Aquila Nera itu."Sialan itu! Dia pikir dia siapa?" umpat Julia geram sambil menghentak-hentakkan kakinya menapaki anak tangga demi anak tangga dengan kesal.Masih ia ingat tadi ketika dia hendak mencoba untuk ke Ventra Della Terra yang berada di bawah Nido ini, beberapa orang dari anak buah The Monster sampai menghadangnya, bahkan ada yang berani-berani menyentuhnya untuk mencegah ia agar tidak turun ke penjara bawah tanah itu tanpa seijin mereka. Sungguh sialan!Seketika Julia merasa jijik dibuatnya. Dia bersumpah jika Alfonso datang ke sini, dia akan meminta agar pria itu menghukum anak buahnya yang kurang ajar kepadanya, minimal menegurnya sehingga anak-anak buah The Monster itu tidak berani mengganggunya l
"Kalian ini ... benar-benar sialan!" umpat Julia.Melihat reaksi Julia yang begitu marah, anak buah The Monster yang ada disana bukannya menghentikan ejekan mereka yang ada mereka semakin gencar mengganggunya."Hei, Ju! Apa maksudmu mengatakan kalau kami sialan? Apa kau tidak ingin mencoba keberuntungan bagaimana bersenang-senang dengan salah seorang dari kami? Ju, ayolah! Jangan jual mahal," kekeh seseorang dari mereka.Julia menggeram mendengar olok-olokan para pria itu pada dirinya, namun dia sangat sadar diri kalau dia tidak sedang dalam posisi bisa melawan mereka semua. Bukan hanya karena kekuatan fisik para pria itu yang ditakuti oleh Julia, namun termasuk di dalamnya adalah nafsu birahi mereka juga. Dia sebagai satu-satunya wanita yang berada dalam Nido ini sangat tahu persis apa resikonya jika dia terus menantang para pria ini juga terus berdebat dengannya. Maka satu-satunya pilihan yang bisa dilakukan oleh Julia untuk saat ini hanyalah diam.Pria yang tadi berdebat mulut deng
Julia terbangun dari tidurnya ketika mendengar ramai suara terbahak-bahak di lantai bawah Nido di Aquila Nera itu. Ah, salah! Sekarang tempat ini bukanlah Nido di Aquila Nera, melainkan Nido The Monsta. Mengingat hal itu, Julia pun tanpa dia sadari menghela napas berat. Entah apa yang dipikirkan saat ini. Ia merasa hampa di dalam hatinya. Lalu merasa tidak enak dengan pemikirannya itu, Julia pun kini bangun dari tidurnya dan duduk sejenak di ranjang dengan kaki yang berjuntai di lantai. Suara gelak tawa anak buah The Monster yang sedang berkumpul di lantai bawah masih saja mengusik pendengarannya."Oh, ya Tuhan! Apa mereka pikir tempat ini adalah kasino?" gerutu Julia setengah mengumpat.Dengan tak sabar, Julia pun segera berdiri dan berjalan ke arah tangga. Perlahan ia menuruni satu persatu anak tangga tersebut. Ketika ia telah sampai di anak tangga pertengahan, ia pun menatap ke bawah, menyapu seluruh ruangan dengan pandangan matanya. Dan Julia melihat tak hanya satu, dua, atau ti
"Jadi yang menculikmu adalah Diego Bosseli bukan Ethan?" tanya Sharon sambil membelai lakukan matanya mendengar keterangan dari saudara kembarnya itu.Marlon menjawab hanya dengan anggukkan saja."Diego menculikmu tapi anaknya ... siapa namanya tadi? emh, ... An ... drew Bosseli? Apa benar begitu?" Sharon yang masih tidak percaya lagi-lagi menanyakan hal itu pada Marlon."Ya, begitulah," kali ini Marlon menjawab lagi-lagi dengan anggukan.Sharon terhenyak sehingga dia terduduk dengan masih banyak pertanyaan di kepalanya."Tapi kenapa? Untuk apa Diego menculikmu? Lalu kenapa putranya yang menyelamatkanmu? Apa ada masalah di antara mereka? Lalu kenapa mereka melibatkanmu?" Sharon memberondong Marlon dengan banyak pertanyaan yang sekiranya bisa melampiaskan rasa ingin tahunya."Kau ingat pengakuan Diego di pesta pernikahan Benigno Mensina?" Marlon malah balik bertanya pada Sharon.Sharon berpikir sejenak sebelum akhirnya ia mengangguk."Tentang Ethan yang adalah putra kandungnya?" Sharo