"Sorry my princess." masih dengan senyumnya yang menawan, bukannya merasa marah atau kecewa namun Argi semakin gemas melihat sikap santun kekasihnya.
"Baiklah, ayo kita pulang sayang, aku antar kamu." pinta Argi pada kekasihnya, memandang wajah Lena yang tidak pernah bosan untuk dipandang. "Hhuuuhh seperti dunia milih berdua yang lain ngontrak." Dany mengejek pasangan yang berdiri di depannya, kadang dia merasa iri dengan sahabatnya ini. Mempunyai pacar yg romantis tak kenal situasi. "Dan, gue pulang ya udah sore nih." Lena menoleh ke arah sahabatnya. "Okey, princess." ucap Dany menirukan panggilan Argi ke Lena. Dany mengangkat jempol tangannya kearah sahabatnya, kemudian mengantar mereka keluar rumah. Lena dan Argi berpamitan, kemudian mulai menaiki mobil, seperti biasa Argi membukakan pintu mobil untuk kekasihnya, memastikan wanita itu duduk dengan nyaman, lalu dia memutari mobil dan duduk dibalik kemudi, sementara Septian dan Bayu duduk di kursi belakang. Di dalam mobil Argi masih menunjukan perhatiannya kepada kekasihnya, terkadang digenggamnya tangan Lena selama perjalanan itu. Sementara Septian yg hanya diam di belakang, diam diam mengamati gadis yg duduk di depannya. Entah apa yang ada dalam pikirannya tentang gadis itu. Sedangkan Bayu mulai memainkan gawainya untuk memulai obrolan dengan Dany, gadis yang baru dia kenal beberapa menit lalu. Sepertinya dia tertarik pada gadis periang itu. Tanpa terasa mereka tiba di depan gang rumah Lena. Argi berniat untuk mengantarkan kekasihnya sampai di rumah namun Lena menolak, dengan alasan takut ayahnya marah. Dengan berat hati Argi menyetujuinya, walaupun hatinya menginginkan untuk berkunjung ke rumah gadis itu. Dia berpikir mungkin belum waktunya untuk bisa mengenal dan dekat dengan keluarga kekasihnya. Lena yang sudah berada di luar, melambaikan tangannya ke arah pemuda di balik kemudi dan mengeluarkan senyum yang jarang terlihat. Argi nampak bahagia melihatnya, tanpa disadari ada sepasang mata yang ikut melihat ke arah luar jendela. Pemuda yang diam-diam tertarik dengan kekasih sahabatnya. Secara fisik dan sikap Lena memiliki kelebihan yang membuat lawan jenisnya tertarik, bahkan ada teman satu sekolah Lena yang sering mengutarakan niatnya untuk menjadikan Lena pacar, namun dia tolak dengan sopan dan tak menyakiti hati. Bahkan hubungan nya dengan Argi, dia tak mengerti dia hanya membalas kebaikan dari pemuda itu, sepertinya cupid cinta belum bisa menembus hati gadis itu. *** Suatu hari Argi mendapat kabar kalau neneknya yang berada di luar kota, sedang sakit. Argi dan orangtuanya berniat untuk mengunjungi neneknya selama tiga hari, dan selama itu pula mereka menginap di rumah nenek Ami untuk merawatnya sampai sembuh. [Sayang, sorry baru ngabarin hari ini aku gak bisa jemput kamu, mendadak tadi pagi papa ngajak pulang rumah oma, oma lagi sakit. Kamu gak kenapa pulang sama Dany?] tulis pesan Argi yang dikirim lewat aplikasi hijau. Lena tidak langsung menjawab, karena pelajaran sekolah belum usai. Argi bolak balik mengecek ponsel, barangkali kekasihnya membalas pesan yang dia kirim. Ingin hati menelfon untuk bisa mendengar suara gadis yang dirindukannya,namun urung dilakukan, karena dia tahu ini belum jam pulang sekolah. Setelah jam pelajaran usai, guru mata pelajaran meninggalkan area kelas, siswa siswinya bersiap siap untuk pulang, begitupun Dany dan Lena. Kedua sahabat itu merapikan buku dan peralatan tulis untuk dimasukan ke tas masing-masing. "Na, lu pulang sama Argi kan?" tanya Dany setelah berkemas. "Iya Dan, kayak biasanya, eh gmn? Udah ada cemistry belum sama temennya Argi? Ada yang nyantol gak di hati lu?" Lena menatap wajah sahabatnya dengan penasaran. "Gue sebenarnya tertarik sama salah satu temen Argi, Na. Dia tipe gue banget, ganteng cool." jawab Dany sambil membayangkan wajah pemuda yang telah mencuri hatinya. "Siapa? Udah buruan gebet, Dan. Kata lu udah bosen ngejomblo." "Tapi kayanya gue salah sasaran, Na. Ikan salmon yang ingin gue pancing gak mau nangkap umpan gue. Eh malah dapet ikan tongkol." "Hah? Maksud lu? Ga ngerti gue, Dan." Lena tampak mengernyitkan alis tanda tak paham. "Gue dari awal tertarik sama Septian, tapi kok kayaknya susah banget dideketin ya, kayak yang cuek gitu, Na. Beda banget sama si Bayu, tiap hari hubungin gue terus." Lena tampak berpikir, karena dia belum begitu menghapal wajah teman-teman Argi. "Hmm, gue lupa muka mereka, Dan. Intinya kalau lu udah ada tertarik, deketin aja. Oke?" Lena menepuk pundak Dany menyemangati sahabatnya. Dia mulai merapikan bukunya dan peralatannya yang lain. "Ya udah Na, gue pulang dulu ya, lu hati-hati pulang, salam buat cowok lu ya, bye." Dany mulai bangkit dan melambaikan tangannya berjalan meninggalkan kelas. Setelah memasukan buku ke tasnya, kini Lena mengeluarkan ponsel di tasnya, dan mulai mengecek pesan yang masuk. Satu pesan dari Argi, dia membacanya dan mulai membalasnya [Iya Gi, aku pulang sama Dany. Salam ya buat mama papa, dan oma.' [Salam diterima. Sayang kangen..] balas Argi sambil mengirimkan foto selfinya yang menampilkan senyumnya yang memikat. Lena membuka pesan itu dan tersenyum melihatnya. Tapi dia abaikan pesan pemuda itu karena dia harus memesan ojol untuk pulang. Dany mungkin sudah meninggalkan sekolah, tidak cukup waktu kalau Lena harus menyusul sahabatnya ke parkiran sekolah. Dia menutup aplikasi chatnya dan mulai memesan ojol. ***Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m