Waktu yang dinantipun tiba, Lena dan Dany memutuskan untuk duduk di bangku yang sudah dipersiapkan di depan panggung aula, setelah membeli minuman dingin dari bazar yang diadakan di sekolah.
Pembawa acara menaiki panggung. "Ya sekarang kita memasuki pertengahan acara, berikutnya yang akan tampil adalah band favorite sekolah Tunas Harapan. Mari kita sambut Circle Jerk." riuh suara penonton menyambut band sekolah mereka yang digawangi Argi sebagai vokalisnya. Argi menuju panggung diikuti ketiga temannya. Argi mengambil gitarnya dan duduk di kursi yang sudah disediakan di atas panggung, sementara temannya yang lain memposisikan ke bagian alat musik masing-masing, dan Bayu salah satunya yang sudah menyiapkan diri di belakang drum. "Halo semua." sapa Argi ke penonton diikuti teriakan gadis-gadis yang mengidolakannya. "Lagu ini khusus aku persembahkan untuk seorang gadis yang sudah mencuri hati seorang Argi." sorak riuh para gadis semakin ramai, karena kebanyakan dari mereka merasa lagu itu untuk mereka. Lagu cinta mengalun menyentuh hati setiap gadis yang duduk menjadi penonton, semua gadis kecuali Magdalena. Bahkan Dany termasuk di dalam gadis yang tersentuh hatinya. Dari awal melihat Argi, Dany merasa Argi adalah tipe cowok favoritnya, wajah ganteng dengan senyum yang selalu menghiasi wajahnya, gigi putih rapi yang menjadi daya tariknya setiap kali dia tersenyum. Ketika lagu berlalupun, Lena hanya sesekali melihat ke arah panggung. Lena adalah tipe gadis yang sulit jatuh cinta. Argi cowok tampan yang populer di kaum hawa pun tidak bisa menggetarkan hati Lena. Namun usaha Argi tidak berhenti begitu saja, plan A tidak berhasil masih ada plan B. Ketika acara pensi ditutup oleh pembuat acara, Argi bersiap untuk ke parkiran, dia ambil mobil dan bergegas ke depan pintu gerbang. Mobil dia parkir di dekat pintu gerbang sekolah, lalu dia turun dan menunggu gadis pujaannya. Tak lama Lena berjalan beriringan dengan Dany sahabatnya. Kala itu Dany yang antusias ketika dilihatnya vokalis band yang diam-diam dia taksir sudah ada di depan gerbang sekolah entah siapa yang ditunggu, itu pikirnya. "Hai, dari SMA Harapan jaya? Boleh kenalan?" tanya Argi seraya membawa tangannya ke depan gadis pujaannya, berharap disambut oleh gadis pujaannya, tapi yang menerima uluran tangannya malahan sahabat gadis itu. "Ya, boleh. Aku Dany, Dany Juwita dari SMA Harapan jaya." ucapnya seraya menyambut uluran tangan Argi. Walaupun kecewa Argi tetap tersenyum, menunjukan senyum terindahnya di depan gadis pujaannya. "Aku Argi, kalau kamu? Boleh kenalan?" tanya Argi mengalihkan pandangan dan tangannya ke arah Lena. "Magdalena." cukup singkat jawaban itu, namun suara Lena yang teduh semakin membuat Argi penasaran, seorang playboy yang biasanya dikejar-kejar banyak wanita, kini dia yang merasa penasaran terhadap satu gadis yang dari tadi mengganggu pikirannya. "Mau pulang? Mau aku anter?" tanya pemuda itu, pandangannya tak lepas dari wajah gadis pujaannya. "Mau mau.." antusias Dany menjawab tawaran pemuda tampan itu. "Dan, lu kan bawa motor, mau dikemanakan motornya." Lena bingung dengan tingkah sahabatnya itu, karena mereka tadi datang berboncengan, terus kalau mengiyakan tawaran cowok itu, lalu motornya? "Duh.. oh iya lupa,sorry Argi, kita tadi bawa motor kesini, lain kali bolehlah, hehehe." ucap Dany masih menawarkan diri. "Kalau gitu aku boleh minta nomor telefon kamu?" Argi tak patah semangat demi mendapatkan perhatian gadis pujaannya. "Boleh boleh." Dany dengan antusias mengambil telefon genggam Argi yang sodorkan ke arah mereka, dan mulai menulis nomornya di ponsel itu. "Nanti miscall ya biar gue simpen." sambung Dany. Berbeda sama Lena yang hanya diam tak menanggapi. "Lalu temenmu ada nomor yang bisa aku hubungi?" Argi merasa dia salah sasaran. Maunya Lena eh malah dapat Dany, namun dia tetap tidak patah semangat. "Aku? Hmm, aku gak hafal nomorku, sorry." Lena menolak secara halus, kadang dia merasa risih pada cowok seperti Argi. "Kalau gitu catat nomorku di ponselmu, gimana?" Argi memang tipe cowok pantang menyerah. "Sorry handphone lowbat, mati." "Argi nanti gue send contact Lena ke kamu, handphone Lena mati." Dany kini mengerti kalau Argi seperti ingin mendekati sahabatnya. Dia berlapang dada karena cinta tidak bisa dipaksakan. "Thank you Dany." ucap Argi memamerkan deretan gigi putihnya dan senyum menawan yang mampu menghipnotis kaum hawa termasuk Dany. "Ayo.. aku anter ke parkiran? Dimana motor kalian?" lanjut Argi sembari mengantar kedua sahabat itu menuju parkiran. Sepanjang perjalanan hanya Dany dan Argi yang berbicara, Lena lebih banyak diam dan menjawab seperlunya kalau sedang ditanya. Sampai di parkiran Dany menunjukan motor maticnya dibarisan motor siswa-siswi yang lain. "Itu motor kita, makasih ya Argi, lo dah anterin kita." ucap Dany sembari tersenyum tulus. "Yok.. sama sama..hati-hati ya, see you." Argi berbalik arah dan melambaikan tangannya menjauhi parkiran. Lena hanya tersenyum tipis, namun hal itu sudah membuat jantung Argi serasa melompat keluar saking senangnya 'Gilaa senyumnya manis banget, gue harus dapetin dia' batin Argi, kemudian berlalu menuju ke mobilnya. ***Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m