Cium aja Suri! Gassss wkwkwk
“Jangan begitu!” sergah Suri. “Aku sudah cemas saat Leland hampir mengenalimu kemarin.”Jelas tidak akan mengizinkan Connor menantang bahaya sejauh itu—berbahaya juga untuknya.Dan Suri tahu ia juga tidak boleh terlalu lama bertemu Connor saat ini. Ia segera mengambil dompet dan menyerahkan kartu kreditnya pada Connor.“Oke.” Connor dengan santai mengeluarkan mesin pembaca kartu kredit dari dalam tasnya lalu menggesekkan kartu itu pada mesin. Ia mengetikkan jumlah uang yang harus dibayar Suri, dan memprosesnya.“Kenapa banyak sekali? Berapa jumlah nolnya?” Sarah panik saat melihat berapa kali Connor menekan angka nol. Ia bahkan belum selesai menghitung jumlah nol dalam nominal itu saat layar mesin itu kembali berganti.“Apa yang kau lakukan, Suri?” Sarah menatap Suri, langsung mencium ketidakberesan lagi.“Tidak ada, Sarah.” Suri menenangkan“Tidak ada bagaimana? Kau melakukan apa dengannya?” Sarah meremas tangan Suri, sangat cemas.“Yang pasti Suri tidak membayar jumlah itu untuk tubu
“Anda ingin memesan apa?” Mae mengetuk meja kasir sambil tersenyum, menarik perhatian Leland yang sejak tadi hanya berdiri di depan etalase, tanpa benar-benar memilih.“Kopi.” Itu saja yang terlintas dalam benak Leland.“Ah! Kebetulan sekali” Mae tampak girang. “Kami baru seminggu ini menjual kopi, dan belum banyak peminatnya. Kami juga menyediakan banyak kue baru dengan rasa kopi. Ini… dan ini juga. Semuanya menu baru.” Mae dengan bersemangat menunjuk kue-kue terbaru buatannya.“Kau baru seminggu menjual kopi di cafe?” Leland tidak jadi memilih karena terlalu heran. Tentu saja aneh mendengar ada cafe yang tidak menyediakan kopi. Teh dan kopi seperti menu wajib yang harus ada di cafe.“Saya tidak menyukai aroma kopi, tapi sekarang sudah mulai terbiasa. Jadi mulai menjualnya.” Mae menjelaskan dengan senyu, simpul.“Tidak menyukai aroma kopi?” Leland nyaris merasa terhina saat mendengarnya. Kopi termasuk aroma yang menurutnya paling eksotik—bersanding sama dengan melati.“Ya, preferensi
“Temanmu di sini? Dia bisa menyewa tanah di toko di area ini?” Leland kaget saat Silas menghentikan toko di area yang strategis.“Pasti dia sangat percaya diri dengan kemampuannya membuat kue, sampai berani sekali menyewa di area premium seperti ini,” kata Leland.“Bu–bukan. Te–temanku hanya bekerja di sini. Dia bu–bukan pemiliknya.” Suri belum sempat menjelaskan tadi.“Oo, oke. Aku mengerti.” Leland salah mengira saat Suri menyebut tujuannya adalah bakery, ia langsung menebak kalau teman Suri pemiliknya.“Bagaimana kau bisa berteman dengannya?” Leland bertanya saat mereka berjalan ke toko itu, penasaran.“Kau bertemu dengannya di mana? Apa sebelum kau masuk ke dalam keluarga Quinn?”Suri menggeleng. “D–dia bekerja untuk keluarga Quinn, ta–tapi dipecat ka–karena menolongku.”“Saat aku merasa mereka tidak bisa lagi jatuh ke titik yang terendah, ternyata bisa. Mereka memang menjijikkan.” Leland bergidik sambil membuka pintu bakery itu untuk Suri. Bermodel klasik yang langsung berdenting b
Suri tertawa keras. “A–pa uangmu sebanyak itu sa–sampai bisa membayar o–orang untuk pergi ke bulan?”“Ya.” Leland mengangguk juga tanpa ragu. “Saat ini paling tidak.” Leland tidak bisa menjanjikan masa depan yang berlebihan, khawatir keadaan akan berubah. Ia belum bisa memastikan pikiran kakeknya.“I–ni enak.” Suri sudah mencicipi kopinya—kopi susu yang manis. Lebih cocok untuknya. “Ko–pi saja. Ti–dak perlu bulan.”Suri tidak merasa memerlukan bulan saat ini.“Mudah kalau begitu, tapi bukan hanya kopi.” Leland tertawa geli sambil bangkit setelah mencicipi kopinya, mengambil amplop yang kemarin diserahkan Silas untuknya.“Ini semua milikmu. Sudah baru. Namamu sudah berganti, juga uang. Kau perlu uang. Aku sadar kau tidak punya uang saat Taylor menyebut kau hanya punya satu tabungan. Keluargamu brengsek.” Leland menyerahkan dokumen identitas baru milik Suri. Ia baru tahu dari Taylor kalau Suri hanya memiliki satu tabungan yang isinya beberapa ratus pound. Quinn sangat mampu, tapi sengaj
“Rain.”Suri membuka mata dengan sangat cepat, mengedip saat mendapati wajah Leland ada tepat di depan matanya—juga telunjuk Leland mengelus pipinya.“Aku pikir kau tidak akan bangun.” Leland tersenyum lalu berbaring di samping Suri sampai kepala mereka menempel.Suri masih menerjemahkan keadaan, karena terakhir kali ia mengingat mereka masih ada di dalam pesawat. tapi sekarang mereka sudah ada di kamar yang sama sekali asing.“Kita… di ru–rumah?” Suri mengenali tirai yang kurang lebih mirip seperti tirai kamar di House of York.“Ya. Kau pikir aku akan membawamu ke mana?” Leland terkekeh melihat wajah Suri kebingungan.“Ba–bagaimana?” Suri tahu ia tertidur tapi seharusnya bangun kalau mereka berpindah dari pesawat sampai ke rumah.“Aku mengangkatmu tentu.Silas tidak akan menyentuhmu.” Leland tidak melihat masalahnya.“Bukan! Aku—aku t-tidak bangun?” Suri menggertakkan rahang dengan gemas.“Oh… kau minum obat dan tertidur sangat nyenyak. Aku tidak bisa membangunkanmu.” Leland berusaha m
“Le–Leland… ini terlalu ber—berlebihan.” Suri akhirnya bersuara.“Apanya? Kalau semua kejutan itu—aku merasa itu perlu dilakukan.” Leland yang membantu Suri melepaskan sabuk pengaman mengangkat bahu.Mereka sudah kembali di dalam pesawat, dalam perjalanan pulang.“Pe–perlu untuk…”“Kau butuh hiburan.” Leland menyela sambil menarik Suri ke arah ranjang. Suri langsung berbaring—karena memang letih—miring, menatap Leland yang melepaskan sepatunya.“Kehilangan bukan hal kecil…” Leland kini berpindah, melepaskan sepatu Suri—sebelum Suri bisa mencegah. Leland melakukannya secara alamiah, seolah hal normal.Suri membiarkan, mengikuti saat Leland mendorong kakinya sampai naik ke ranjang, dan berbaring di sampingnya. Tidak punya lagi emosi tersisa untuk memproses setelah mendengar penjelasan Leland.Hatinya diambil alih oleh hangat dari haru yang campur aduk. Leland sekali lagi terbukti sangat serius saat mengatakan akan menghibur. Usaha maksimal yang kini membuat Suri tidak tahu apakah harus t