Pagi telah tiba tanpa terasa. Beranjak menjauhi hari lalu yang cukup menguras tenaga. Datang hari baru dengan kejutan tak terduga. Yang harus dilalui dengan lapang dada. Di dalam kamar mandi, Adnan memperhatikan wajahnya di cermin. Senyum tipis mulai terukir di sana. Senyum yang ia berikan untuk dirinya sendiri karena bertingkah aneh akhir-akhir ini. Adnan masih tidak habis pikir kenapa dia bisa bertingkah seperti ini. Menjadi orang yang berbeda dari sebelumnya terdengar cukup konyol. Bahkan Adnan sadar jika dia sudah jauh melampaui zona nyamannya. Adnan keluar dari kamar mandi sambil menggosok rambutnya yang basah. Tatapannya langsung tertuju pada tempat tidur yang masih ditempati oleh putri tidur yang tidak terlihat anggun sama sekali. Bahkan selimut yang terjatuh menggantung ke lantai tidak membuat putri pingsan itu terbangun. Jam sudah menunjukkan pukul lima pagi, sudah waktunya Fasya untuk bangun jika tidak mau terlambat bekerja. Meskipun ini minggu terakhirnya, bukan berarti d
Fasya tidak siap untuk melewati hari ini. Kesialan yang ia dapatkan selalu datang terus-menerus. Fasya pikir menjelang masa magangnya berakhir, dia akan bebas dan mulai bisa bernapas dengan tenang. Namun lihat sekarang, semakin lama selalu ada hal yang membuatnya gila. Adnan, menempati posisi pertama pria yang ikut andil dalam kegilaannya. Pagi hari yang menghebohkan dan berakhir dengan kaki yang terkilir tidak membuat Adnan jera. Pria itu kembali membuat kehebohan, kali ini bukan di rumah melainkan di kantor. Fasya terpaksa harus menunduk selama berjalan karena takut melihat ekspresi karyawan yang berpapasan dengan mereka. Adnan tidak lagi menurunkannya di gedung sebelah. Kali ini ia juga tidak berusaha untuk menutupi apapun. Jika bukan karena kakinya yang terkilir, Fasya akan berlari sejauh mungkin dari Adnan. Sayangnya harapan hanya tinggal harapan. Pria itu masih setia berjalan di belakangnya. Mengekorinya seperti anak ayam yang menempel pada induknya. Sesekali Fasya mel
Kabar tersebar begitu cepat. Hanya karena kejadian beberapa menit tetapi efek yang ditimbulkan benar-benar luar biasa. Meskipun tidak terlihat jelas, tetapi Fasya bisa merasakannya. Setelah apa yang dilakukan Adnan tadi pagi tak lama telinganya mulai terasa panas. Fasya yakin jika banyak orang yang tengah membicarakannya saat ini. "Lo nggak apa-apa?" bisik Dinar khawatir. Fasya menggeleng sambil tetap fokus mengetik, "Gue mau muntah rasanya." Sejak Adnan pergi, konsisi ruangan mereka benar-benar riuh dan heboh. Namun itu tidak berselang lama saat Kinan tiba-tiba berteriak dan meminta semuanya untuk diam. Mau tidak mau semua orang kembali duduk ke meja masing-masing sebelum Kinan kembali marah. Fasya tahu apa yang wanita itu rasakan. Lagi-lagi dia tidak punya nyali untuk membahas masalah mereka lebih dulu. "Saran gue mending lo pulang," bisik Dinar lagi. "Gue takut izin Bu Kinan." Dinar menghela napas kasar. Benar juga, biar bagaimana pun posisi Fasya dan Kinan sedang tid
Di salah satu ruangan, terlihat seorang pria tengah fokus menatap layar komputernya. Wajahnya yang datar menambah kesan serius dan misterius. Saat ini ia tengah mencoba untuk berkonsentrasi penuh, berusaha mengabaikan percakapan memuakkan dari belakang punggungnya. "Gila, sih. Gue nggak nyangka kalau Pak Adnan udah nikah." "Bener, sama anak magang lagi." "Mana nikahnya diem-diem juga, kan?" "Sumpah, gue masih nggak percaya." Saka, pria itu masih mendengar percakapan yang seolah tak memiliki akhir itu. Sejak kembali dari Bali, dia memang sudah mendengar banyak gosip tentang Fasya dan Adnan. Hanya saja kali ini dia tidak menyangka jika Adnan secara terang-terangan mengakui Fasya. Dia tidak terkejut dengan kabar pernikahan mereka karena dia sudah mengetahuinya dari lama. Namun yang sulit membuatnya percaya adalah Adnan yang memilih untuk mengungkap semua. Setelah apa yang sudah terjadi, tentu Saka sakit hati. Dia sudah benar-benar jatuh hati pada Fasya. Namun kenyataan memb
Makan malam berlangsung dengan hening. Untung saja kakek masih tinggal di rumah Adnan, jika tidak maka makan malam bersama kali ini tidak akan berlangsung. Itu terjadi karena lagi-lagi sikap Fasya berubah. Selama dua hari ini mendadak gadis itu berubah menjadi diam. Adnan merasa jika kesabarannya sedang diuji saat ini. Jika dulu, mungkin dia akan bersikap santai dan senang saat Fasya mengabaikannya. Namun sekarang berbeda, gadis itu mendiamkannya dan membuatnya kembali gelisah seperti dulu. Adnan tidak mau hal itu kembali terjadi lagi. Sebenarnya Adnan tahu jika diamnya Fasya bukan tanpa alasan. Tentu gadis itu marah dengan apa yang ia lalukan di kantor dua hari yang lalu. Sebenarnya Adnan juga terkejut dengan apa yang ia lalukan karena pengakuan itu terjadi secara tiba-tiba dan mendadak. Namun satu hal yang pasti, Adnan tidak menyesal. Dia merasa lega karena pada akhirnya semua orang mengetahui semuanya. "Aku ke kamar dulu ya, Kek." Fasya menyudahi makannya dan berlalu pergi.
Helaan napas kasar lolos begitu saja dari mulut Fasya. Tangannya terangkat untuk merasakan rintik air yang mulai turun dari langit. Dia mulai menengadahkan wajahnya sehingga wajahnya mulai basah, berharap jika air itu juga akan menghapus ingatannya. Rasa pusing kembali menyerang Fasya. Dia masih tidak tahu harus berkata dan berbuat apa saat ini. Ingatannya terus berutar akan rekaman ucapan Adnan. Pria itu menyukainya? Tidak, pria itu berkata mencintainya. Fasya sudah cukup dibuat bingung dengan perubahan tingkah Adnan akhir-akhir ini. Ternyata perubahan pria itu memiliki maksud. Perasaan istimewa itu yang membuat semua sikapnya berubah. Setelah Adnan dan Saka pergi dari restoran, Fasya masih duduk di sana selama beberapa menit. Merenungi semuanya dan berusaha meyakinkan diri jika ucapan Adnan hanya sebuah alasan, alasan agar Saka mau menjauhinya. Namun setelah mengingat perubahan Adnan, tentu aksi itu mendukung ucapannya. Fasya mendadak gelisah. Dia sadar jika dia benar-
"Cheers!" Dentingan suara gelas yang beradu terdengar memenuhi ruangan VIP di sebuah restoran. Hari ini merupakan hari yang cukup penting. Setelah pulang kerja, satu departemen tempat Fasya magang secara kompak menyisihkan waktu mereka. Hari ini bukan hanya hari terakhir Fasya dan Dinar magang, melainkan hari terakhir Kinan menjadi manager mereka. Semua orang tahu jika perpisahan memanglah menyedihkan. Namun mereka semua kompak memutuskan untuk bersenang-senang hari ini. Tidak perlu ada kesedihan karena mereka masih bisa saling berhubungan. "Semoga Bu Kinan gagal move on dan balik lagi. Aamiinn." Semua orang tertawa mendengar doa Hanum. Meskipun Kinan dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan sulit mentolerir kesalahan, tetapi semua orang tahu jika kerja wanita itu sangatlah bagus. Entah sudah berapa banyak pujuan yang mereka dapatkan di bawah kepemimpinan Kinan. Saat di kantor, Kinan memang mengutamakan profesionalitas, tetapi ketika di luar kantor, ia juga bisa menjadi priba
Di ruang kerjanya, Adnan meremas ponselnya dengan kesal. Dia baru saja selesai mendapat telepon dari Om Adit. Pria itu membicarakan pernikahan Denis dan memintanya untuk ikut serta dalam pengukuran baju seragam. Terpaksa Om Adit yang memberitahunya langsung karena Adnan selalu menolak panggilan dari Om Bayu. Rasa kesalnya pada Denis karena mempengaruhi kakek belum hilang hingga saat ini. Lalu sekarang pria itu kembali berulah dengan rencana pernikahannya yang dipercepat. Mungkin semua orang berpikir jika ini adalah niat yang baik, tetapi sayangnya Adnan tidak sebodoh itu. Dia tahu jika Denis hanya mengejar harta kakek. Dengan menikah, maka kakek akan memberikan hadiah yang cukup besar. Bukan iri yang Adnan rasakan. Dia hanya tidak suka jika perjuangan keluarganya dinikmati oleh manusia-manusia licik seperti Denis dan ibunya. Andai saja wanita itu tidak berulah tentu perang antar keluarga ini tidak akan terjadi. Untuk sekarang, Adnan harus lebih berhati-hati dalam bertindak. Me