Mengandung Anak Majikan 9Badan Shafira yang semakin hari semakin kurus itu, perlahan jatuh melorot ke lantai di depan kamar mandi. Tak ada yang menolongnya, karena sang ibu baru saja pergi meninggalkannya ke warung makan padang Salero Kito sebagai tukang cuci piring di sana.Tak lebih dari 30 menit, kesadaran Shafira kembali lagi. Ia mengerjapkan kedua matanya yang tertimpa sinar mentari pagi yang menerobos masuk melalui celah dinding dapur. Pelan, ia bangkit dari lantai dan duduk."Astaghfirulloh," gumamnya pelan meminta ampunan dari Tuhan. Tangannya memegangi kepalanya yang terasa berat. Ia mencoba mengingat-ingat, mengapa sampai ia berada di depan kamar mandi dalam keadaan terkapar."Oh, iya, aku tadi pingsan setelah muntah-muntah." Shafira menjawab sendiri pertanyaan batinnya.Ting ... ting ... ting"Sabu ... sabu ... sarapan bubur. Bubur ayamnya ibu-ibu, tante-tante. Ayo dibeli."Terdengar suara nyaring seorang penjual bubur ayam di luar rumah yang biasa berkeliling. Seketika, t
Mengandung Anak Majikan 10Hoek.Terdengar suara orang yang sedang mual dari dalam sebuah rumah. Dan rumah itu adalah rumah Shafira."Eh, Bu Atun ... Bu Atun, tuh, denger nggak?" Bu Merry menajamkan cuping telinganya yang lebar itu."Iya, denger. Orang muntah, kan?" sahut Bu Atun melihat sekelilingnya."Sst, kayaknya, suaranya dari dalam rumah Shafira, deh." Bu Merry bergumam, kakinya melangkah memasuki halaman rumah Shafira.Baru saja Bu Merry hendak mengetuk pintu rumah Shafira, seorang anak laki-laki kecil umur 6 tahun meneriakinya, "Mami, lama amat sih beli buburnya. Babe udah marah-marah tuh, nungguin buburnya nggak dateng-dateng.""Elah, Tong, gagalin investigasi Mami aja, Lu," omel Bu Merry sambil menjewer anak lelakinya itu."Hua ... sakit, Mami!" teriak anak itu sambil menangis dan berlari kabur dari hadapan ibunya.Mamang bubur terkekeh melihat pemandangan lucu di pagi hari itu. Begitu pun Bu Atun."Yee ... malah diketawain. Udah, ah, Bu Atun. Saya pulang dulu. Udah ditunggu
Mengandung Anak Majikan 11Semua orang menatap ke arah Shafira kini. Shafira pun dibuat gelagapan dengan pertanyaan dari Bu Atun yang tiba-tiba dan membuatnya kaget itu."Loh, Bu Atun ini ada-ada saja pertanyaannya," ujar Budhe Marni."Ada-ada gimana Budhe? Kan Shafira beli rujak, wajar dong saya tanya dia lagi ngidam atau nggak?" sahut Bu Atun membela diri."Masak iya tiap orang yang beli rujak itu syaratnya harus ngidam dulu? Kan enggak harus begitu toh, Bu Atun?" tanya Budhe Marni sambil tertawa.Bu Atun yang seolah kena skak mat dari Budhe Marni, lantas tertawa meringis sambil garuk-garuk kepalanya, "He ... he ... bener juga, sih, yang diomongin Budhe Marni ini.""Nah, itu tahu. Contohnya Bu Atun nih yang pesan tiga bungkus rujak, apa sekarang juga lagi hamil muda?" Dengan santai, Budhe Marni membalik pertanyaan Bu Atun.Wajah Bu Atun memerah, ia malu tampaknya. Dengan cengiran di sudut bibir, ia pun menjawab, "Ya nggak, Budhe. Anak saya yang bontot kan baru berumur dua tahun kura
Mengandung Anak Majikan 12Shafira menghentikan makannya. Begitu pun dengan Mbok Jum."Biar Shafira yang membukakan pintunya, Mbok. Bentar, Shafira cuci tangan dan pakai kerudung dulu."Shafira cepat bergegas ke dapur dan cuci tangan. Lantas menyambar kerudung yang tergantung di balik pintu kamarnya."Assalamualaikum." Terdengar suara dari balik pintu depan."Waalaikumsalam ...." Begitu Shafira menjawab salam dan membuka pintu, maka kaget lah ia dibuatnya.Pak Warso--sopir Tuan Danureja--telah berdiri di ambang pintu. Namun, bukan Pak Warso yang membuat Shafira kaget. Akan tetapi, sesosok tinggi nan gagah dari seorang pria yang berdiri di samping kanan Pak Warso lah yang membuat Shafira kaget dan mendadak jantungnya berdebar tak menentu."Neng, Bapak ke sini cuma ngantar si Aden aja." Tanpa dimintai penjelasan, Warso langsung memberi tahu alasannya berkunjung ke rumah Shafira."Hai. Aku datang ke sini cuma mau ngantar ini, benda milikmu yang tertinggal di kamarku," ucap pria yang mema
Mengandung Anak Majikan 13Si TOA Masjid.Ya, itu lah sebutan Bu Merry, perempuan bertubuh gemuk dengan dandanan yang selalu berlebihan. Bukan Mbok Jum atau Shafira yang memberinya julukan si TOA Masjid, akan tetapi warga di kampung itu lah yang menyematkan sebutan itu untuk Bu Merry. Karena berita sekecil dan paling nggak penting sekalipun, akan cepat tersebar luas ke seluruh penjuru kampung melebihi kecepatan internet."Malam-malam gini makan bakso, pada kelaparan ya, Mbok?" tanya Bu Merry dengan senyum lebarnya."Iya, Bu Merry. Lah, Bu Merry juga mau beli bakso, lagi kelaparan juga, ya?" tanya Mbok Jum balik."Wah iya, dong, Mbok. Perut saya ini suka protes kalau kerasa lapar dikit aja. Jadi, saya nggak boleh lengah untuk menjaganya dari rasa lapar," jawab Bu Merry sambil merobek plastik kemasan krupuk yang ada di tangannya.Kriuk ... kres.Suara renyah khas yang dihasilkan ketika kerupuk digigit terdengar dari mulut Bu Merry. Baru dua krupuk yang dikunyahnya, tangannya sudah berpi
Mengandung Anak Majikan 14Mbok Jum keluar membuntuti Shafira di belakang warung bakso. Sementara itu, Bu Merry pun tak mau tinggal diam di tempatnya melihat kejadian itu.Mbok Jum mengurut tengkuk Shafira pelan, "Gimana, Nduk?" Ia bertanya karena rupanya tak ada yang dikeluarkan oleh Shafira."Kayaknya cuma mual aja, Mbok," jawab Shafira sambil membersihkan ujung bibirnya.Bu Merry dengan kerling mata yang berkilat, memegang pundak Shafira, "Shafira lagi hamil?" tanyanya tanpa basa-basi.Shafira tak menjawab, ia mengibaskan tangan Bu Merry yang memegangi pundaknya. Lantas masuk kembali ke dalam warung bakso itu."Eh, Mbok Jum, tuh si Shafira kenapa, sih?" "Mungkin sedang masuk angin, Bu Mer," jawab Mbok Jum, lalu melangkah ke dalam mengikuti Shafira.Bu Merry yang ditinggal sendirian itu, bergegas masuk warung juga lalu duduk kembali di depan Shafira."Tadi siang Shafira beli rujak, sekarang mual, itu mah tanda-tanda orang hamil muda. Semua orang juga tahu itu." Dengan gayanya yang
Mengandung Anak Majikan 15Ya. Andai waktu bisa diulang kembali, bahkan sesuka hati dan kehendak manusia itu sendiri. Akan tetapi, nyatanya tak ada satu makhluk pun di bumi ini yang berkuasa atas waktu melainkan Sang Pencipta."Samudra, buka pintunya." Di saat Samudra sedang berdiskusi dengan hatinya sendiri, suara ayahnya memanggil namanya di balik pintu kamar.Bergegas Samudra bangkit untuk membuka pintu itu, "Masuk, Yah."Dengan langkah pelan, Tuan Danureja masuk kamar. Ia mengedarkan pandangan di sekelilingnya. Lelaki tua yang berpakaian rapi dan perlente itu berdiri di dekat pigura yang di dalamnya terdapat sebuah foto masa kecil Samudra. Setelah beberapa saat, tubuhnya berbalik dan memandang Samudra."Beberapa hari belakangan ini, Ayah mengamati gerak-gerikmu yang cenderung menjadi pendiam dan murung. Ada apa, Samudra?" tanya Tuan Danureja, satu tangannya di masukkan ke dalam saku celananya."Nggak ada apa-apa, Yah. I'm fine." Samudra melipat kedua tangan di perut, punggungnya
Mengandung Anak Majikan 16"Ayo, akhiri saja hidupmu. Apa gunanya hidup, tetapi selalu menderita dan menanggung malu!" Bisikan yang dihembuskan oleh setan memasuki telinga kiri Shafira."Kuatkan imanmu, Shafira. Masih ada ibu yang menyayangimu dan Allah yang selalu mendengar keluh kesah dan doa-doa hambanya yang meminta pertolongannya." Bisikan lembut yang menenangkan dan menentramkan jiwa memasuki telinga kanan Shafira."Ada sebilah pisau ta*jam di dapur, cepat ambil dan putuskan urat nadimu, agar penderitaanmu berakhir sekarang, gadis manis!" Setan terus berusaha membuat manusia terjerumus ke dalam neraka untuk mengikutinya."Sebut nama Tuhan-mu dan terus istighfar, Shafira!" Suara-suara yang seolah didengar Shafira itu semakin lama semakin memenuhi kepalanya. Ia mecoba memejamkan mata dan berteriak menghalau suara-suara itu. Akan tetapi, mereka tak mau pergi. Shafira mendengkus. Matanya membulat menatap liar pada sebuah cermin yang tergantung di dinding kamarnya. Ia melihat pantu