Mengandung Anak Majikan 19 Mbok Jum dan Shafira terlonjak kaget, begitu mereka mendengar ada benda jatuh yang menimpa atap rumah mereka. Mereka pun saling pandang."Ah, itu paling buah belimbing yang matang di pohon lalu jatuh menimpa atap, Mbok." Shafira sudah tak kaget lagi.Ada sebuah pohon belimbing setinggi empat meter di halaman rumah mereka yang sempit. Pohon itu sedang banyak buahnya. Mungkin beberapa cabang yang ada buahnya menjulur hingga ke atap rumah, sehingga mereka jatuh jika tertiup angin atau pun karena sudah matang di pohon."Kalau dibiarin berjatuhan di atap, lama-lama bisa berlubang itu atapnya, Nduk.""Iya. Habisnya, mau gimana lagi, Mbok."Shafira duduk termangu di atas ranjangnya. Begitu pun sang ibu."Mbok, sebelum warga sini mengusir kita, lebih baik kalau kita secepatnya pindah!""Nggak, Nduk. Kita harus bertahan dulu." Mbok Jum lagi-lagi menolak rencana Shafira."Warga mulai keras terhadap kita, Mbok. Apa lagi yang kita tunggu?" "Sabar aja, Shafira!""Mau s
Mengandung Anak Majikan 20Wajah Tuan Danureja tampak memerah karena menahan amarah yang berkecamuk di dalam dadanya. Ia menyayangkan tindakan Shafira perihal nama Samudra yang dibawa-bawanya. Bahkan, hingga tetangganya pun bisa sampai menemui dirinya di kantor.Tentu saja Bu Merry memperhatikan perubahan mimik wajah Tuan Danureja sedemikian rupa. Dalam hatinya, Bu Merry sudah bersorak karena dianggapnya dirinya menang banyak."Apakah kamu percaya begitu saja dengan omongan mantan pembantu saya itu?" Meskipun dalam dadanya ingin meledak, tetapi Tuan Danureja berusaha untuk bisa meredam amarahnya dan bersikap sewajar mungkin di hadapan tamunya itu."Sebenarnya sih, saya nggak percaya sama omongan Shafira, Pak Presdir. Makanya saya langsung datang menemui Bapak untuk menanyakan tentang kebenarannya itu.""Bagus kalau kamu tidak mempercayainya. Karena apa yang keluar dari mulutnya itu, sudah dipastikan adalah hoax semata. Itu lah mengapa ia dan ibunya kami pecat, karena mereka telah mela
Mengandung Anak Majikan 21"Iya, betul. Hari ini juga kita harus ngusir mereka. Makin lama makin eneg saya lihat mereka itu. Udah lah miskin, songong lagi!" sungut Bu Atun yang rumahnya pas mepet tembok demgan rumah Shafira."Bisa-bisanya memfitnah anak Pak Presdir yang telah menghamilinya. Kurang ajar kan itu namanya? Huh, ntar kualat baru tahu rasa dia." Bu Merry merasa semakin membenci Shafira setelah ia menemui Tuan Danureja kemarin."Iih, kalau aku jadi Pak Presdir itu, sih, pasti udah kujeblosin ke penjara tu Shafira, dengan jerat pasal pencemaran nama baik. Iya nggak sih, ibu-ibu?" Bu Ida semakin memercikkan rasa benci kepada Shafira."Nah, iya betul. Berani-beraninya memfitnah orang penting segala."Ibu-ibu itu pun merencanakan pengusiran Shafira, yang akan dilaksanakan nanti sore.*Shafira memperlihatkan surat yang ia terima dari Tuan Danureja kepada ibunya. Tak ketinggalan cek dengan nominal yang banyak itu."Tunggu apa lagi Mbok? Kita harus secepatnya pindah dari sini, Mbo
Mengandung Anak Majikan 22"Uugh ... sakit." Shafira meringis kesakitan tatkala ia jatuh terduduk di lantai. Tangannya memegang perutnya yang terlihat membuncit di usia kehamilan yang memasuki bulan keenam itu."Astaghfirullaoh, Shafiraaa!" jerit Mbok Jum.Mbok Jum berjongkok di depan Shafira, "Gimana, Nduk?" tanya perempuan tua itu khawatir."Sakit dikit, Mbok.""Ayo, Mbok bantu berdiri." Mbok Jum membantu Shafira untuk berdiri. Sementara itu, rombongan warga berhenti sejenak ketika mereka melihat Shafira jatuh. Ketika Shafira sudah berdiri dan dirasa tak mengalami cedera apa pun, warga pun merangsek untuk masuk lagi ke dalam rumah kecil itu.Melihat gelagat dan kondisi yang sangat menjepit, akhirnya Mbok Jum berteriak dengan lantang, "Berhenti semuanya, berhenti!"Teriakan nyaring yang keluar dari mulut Mbok Jum mampu menghentikan sejenak aksi warga tersebut."Baik lah, demi keselamatan nyawa kami, kami akan meninggalkan rumah ini sekarang juga!' Bergetar hebat, saat Mbok Jum berka
Mengandung Anak Majikan 23"Astaghfirulloh. Ada darah segar di celana dalamku." Shaira terkejut bercampur takut melihat hal itu.Ingin rasanya Shafira memberi tahu ibunya perkara tersebut, akan tetapi diurungkannya. Ia tak mau sang ibu khawatir dengan dirinya. Oleh karena itu, setelah membersihkan diri dan mengganti celananya, ia pun memutuskan untuk tidur saja. Siapa tahu nanti pendarahan itu berhenti dengan sendirinya. Begitu pikirnya.Sementara itu, Mbok Jum masih disibukkan dengan bersih-bersih rumah. Tak banyak sampah atau pun kotoran yang berserak di rumah itu, mungkin karena selalu dirawat dan dibersihkan secara berkala oleh sang pemilik rumah.Tak butuh waktu yang lama, Mbok Jum pun telah menyelesaikan pekerjaan beberes rumah itu. Ia mencari keberadaan anaknya, karena tak terlihat sedari tadi."Oh, rupanya sedang tidur dia," gumam Mbok Jum saat dilihatnya Shafira sedang tidur di atas dipan kayu, tanpa kasur.Mbok Jum mendekati Shafira. Dipandanginya wajah sang anak, "Ah, nasib
Mengandung Anak Majikan 24Samudra menoleh ke belakang mobil begitu Warso menyebut bahwa ia melihat Mbok Jum dan Shafira terlihat di halte. Samudra celingukan mencari sosok mereka dari balik kaca mobil."Mana, So, kamu bilang tadi melihat mereka?" tanya Samudra yang duduk di belakang Warso."Tadi ada, Den. Dekat halte," jawab Warso."Menepi dulu, aku mau menemui mereka!" perintah Samudra kepada sopirnya itu.Warso mencari ruang kosong di pinggir jalan untuk menghentikan mobilnya.Samudra bergegas keluar dari mobil, lantas berjalan menuju halte yang telah terlewati beberapa meter di belakangnya.Di saat yang bersamaan, sebuah bis kota datang dari arah berlawanan dan berhenti di halte. Shafira dan Mbok Jum segera naik ke dalam bis kota itu. Beberapa penumpang lain pun tampak memasuki bis berbadan besar itu. Pintu bis kota tertutup kemudian melaju meninggalkan halte.Samudra berlari-lari kecil mengejar bis kota itu, akan tetapi sayangnya bis itu telah melaju pergi sebelum Samudra sampai
Mengandung Anak Majikan 25Warso tertunduk diam. Mau jawab salah, nggak jawab pun pasti salah. Begitu menurutnya."Jawab, So!" ujar Samudra seperti tak sabar."Anu, Den, ehm ....""Ngomong yang jelas, So. Jangan bikin aku penasaran!" desak Samudra."Sebenarnya, saya ... saya udah diwanti-wanti sama Tuan Danureja untuk tidak menghubunginya lagi, Den." Warso akhirnya berkata jujur."Apa alasannya?" Samudra mengerutkan dahinya."Saya nggak tahu, Den. Tuan Danureja hanya bilang begitu ke saya. Kalau Den Samudra mau tahu alasannya, sebaiknya tanya langsung sama beliau." Warso menunduk lagi.Samudra urung pergi ke rumah Shafira. Pasti ada alasan kuat dibalik perintah larangan oleh ayahnya itu. Maka ia pun segera menuju ruang kerja sang ayah.Tiba di ruangan sang ayah, Samudra langsung mendudukkan pantatnya di kursi empuk tepat di depan Tuan Danureja."Sam? Bukan kah ada meeting dengan client sebentar lagi? Kenapa malah ke sini?" tanya Tuan Danureja menatap Samudra.Samudra memgembuskan nafa
Mengandung Anak Majikan 26"Astaghfirulloh, Shafira ... ada apa, Nduk?" Mbok Jum berlari menghampiri Shafira yang panik. Kue yang sedang disusun tak sengaja ia lempar begitu saja karena gugup.Mbok Jum mendapati Shafira yang sedang merintih kesakitan sambil duduk di kursi dapur. Sementara itu, rok bawahan Shafira terlihat basah."Mbok, perut Shafira sakit sekali," rintihnya dengan wajah tegang."Ya Allah, ini sepertinya udah pecah ketubannya. Kamu mau melahirkan Nduk. Padahal kan baru tujuh bulan. Aduh ... gimana ini?" Mbok Jum semakin panik. Sejenak, ia tak tahu harus berbuat apa karena sedang dikuasai oleh kepanikan."Aduh ...." Shafira meringis lagi, sehingga menyadarkan Mbok Jum bahwa ia harus cepat bergerak untuk menolong anaknya itu."Nduk, kamu nyimpan nomor telpon Pak Karman yang punya penyewaan mobil itu kan?" tanya Mbok Jum."Iya, Mbok, ada.""Cepat telpon Pak Karman, Nduk. Suruh cepat dia ke sini buat ngantar kita ke Bidan.""HP-nya ada di kamar, tolong ambilkan, Mbok." Sha