"Mas, kamu gak lagi bercanda 'kan? Menikah lagi? Maksudnya apa menikah lagi dengan siapa?" tanya Nasuha dengan suara bergetar.Devan tersenyum tipis mendengar bagaimana Nasuha yang terdengar tidak terima dengan apa yang dikatakannya. Ia seharusnya sudah bisa menebak jika istrinya itu akan beraksi seperti sekarang ini."Itu hanya pertanyaan, Suha. Apa kamu kaget?" tanyanya."Gimana gak kaget, Mas. Kamu tiba-tiba bilang mau nikah lagi. Tentu aja kaget dan gak akan terima gitu aja, ya walaupun kamu juga gak bisa melakukan hubungan badan sama perempuan itu 'kan. Karena anumu itu yang gak bangun-bangun. Tapi, tetap aja aku gak mau dimadu," ungkap Nasuha dengan tegas. Ia tidak mau posisinya tersingkirkan oleh wanita manapun.Sedangkan Devan malah mengepalkan tangannya mendengar Nasuha yang terdengar kembali merendahkan dirinya yang alat vitalnya tidak mampu berdiri alias impoten. "Tapi, bagaimana kalau ada perempuan lain yang bisa buat aku kembali normal. Kamu harus mau dimadu dengan aku a
"Pak Devan, hentikan! Anda sudah keterlaluan!," sentak Mazaya dengan menyorot tajam kepada atasannya tersebut, usai membantu Malvin kembali berdiri.Sementara Devan malah mendelikkan matanya menatap dengan penuh kebencian kepada Malvin dan menghiraukan apa yang dikatakan Mazaya kepadanya."Oh jadi ini yang kamu bilang menemani Vivian, Malvin? Tapi, sejak kapan Vivian berubah menjadi Mazaya."Devan dengan sarkas berbicara kepada Malvin. Terlebih lagi sebelumnya pria tersebut mengatakan di telpon sedang mengurusi sang tunangan."Aku memang di tempat Vivian sebelumnya dan baru sampai," sergah Malvin.Devan berdecih dan tidak percaya dengan kebohongan yang dikatakan oleh pamannya tersebut."Kamu pikir aku anak kecil yang bisa dibodohi?! Sebaiknya kamu keluar dari--""Cukup Pak Devan!" Mazaya langsung memotong ucapan Devan dengan menaikkan volume suara. Tapi, di saat yang sama ia khawatir Askara mendengar keributan yang terjadi saat ini.Devan terdengar menghela nafas panjang karena Mazay
Satu tamparan keras mendarat di pipi Devan saat ini oleh Mazaya, ketika ia dengan cepat melepaskan diri dari pelukan Devan."Lancang! Apa seperti ini sikap kakak ipar pada adik iparnya sendiri!" sentak Mazaya dengan nafasnya yang naik turun, amarah dan rasa kecewa di dadanya yang kian menumpuk itu seakan meledak saat itu juga.Sementara Devan hanya mengusap sesaat pipinya yang terasa perih. Belum dua puluh empat jam, ia harus mendapatkan tamparan dari Mazaya. Tapi, anehnya ia sama sekali tidak bisa menunjukkan rasa marah kepada wanita yang ada di hadapannya itu saat ini. Seakan ia harus menerima semua perlakuan tersebut dari Mazaya."Tangan kamu itu kecil siapa yang mengira bisa menampar dengan keras seperti tadi," ucapnya yang masih bersikap santai di depan Mazaya saat ini.Berbanding terbalik dengan sikap Mazaya saat ini yang tampak meradang. "Sebaiknya anda pulang sekarang," tegasnya."Aku memang mau pulang karena Aska sudah tidur dan aku bahkan sudah memindahkannya ke kamar," bala
"Kenapa tiba-tiba Mas Devan sebut-sebut Mazaya? Ada apa ini?"Nasuha tidak bisa tidur dengan tenang karena mengingat Devan memanggil nama adik angkatnya. Apa ada sesuatu di antara mereka yang tidak diketahuinya?Ingatan Nasuha pun kembali ke empat tahun yang lalu atau lebih tepatnya tentang keputusan sang ayah untuk melakukan perjodohan karena persahabatan di antara dua keluarga. Awalnya gadis yang hendak dijodohkan dengan Devan bukanlah dirinya. Melainkan Mazaya.Sang ayah hendak menjodohkan Mazaya dengan Devan dikarenakan Nasuha yang selalu sakit-sakitan. Tapi, Nasuha yang mengetahui pertama kali keputusan ayahnya itu langsung melayangkan protes."Pokoknya ayah harus jodohkan aku sama Mas Devan," tegas Nasuha kala itu. "Lagian kan Mazaya belum tahu ini dan Ayah juga belum kabari orangtuanya Mas Devan, jadi daripada terlambat sebaiknya ayah cepat putuskan aku untuk dijodohkan sama Mas Devan," desaknya yang selalu ingin mendapatkan apapun keinginannya.Karena tekanan sang putri yang t
"Kamu pikir aku akan percaya hanya karena noda darah ini. Hentikan kebohongan kamu itu Aku sudah muak!" sentak Devan dengan menatap tajam kepada Nasuha. Ia ingin menyangkal semua hal yang dikatakan oleh Nasuha kepadanya itu.Namun, Nasuha sama sekali tidak terpengaruh dengan ucapan Devan tersebut."Terserah Mas mau percaya atau enggak. Tapi, kalau aku sampai hamil Mas Devan tetap harus tanggung jawab loh," tegasnya seraya turun dari atas ranjang, lalu bergerak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Diam-diam ia tersenyum tipis di belakang Devan karena perangkap yang dibuatnya sudah berhasil.Sementara Devan mengusap kasar wajahnya karena merasa frustasi dengan apa yang terjadi malam tadi. Tapi, detik selanjutnya rasa frustasi itu berubah perlahan dan menjadi senyum seringai.Devan melirik ke arah sudut langit-langit kamarnya. Ia hampir saja melupakan hal penting, itu karena di kamar tersebut sudah dipasangnya CCTV satu bulan yang lalu dan tanpa sepengetahuan Nasuha. Bahkan ada beber
"Apa kabar, Yaya? Udah lama ya kita gak ketemu. Udah empat tahun kalau gak salah. Kamu tambah cantik aja sekarang, terawat dan punya rumah yang bagus. Satu lagi punya anak yang ganteng pula ...."Mazaya tersenyum getir mendengar apa yang dikatakan wanita di depannya saat ini. Wanita yang dulunya pernah menjadi sahabatnya, tapi menusuknya dari belakang dengan merebut kekasihnya, hingga persahabatan mereka pun berakhir.Siapa lagi kalau bukan Nadia. Sebuah takdir yang mempertemukan mereka kembali, tapi dalam keadaan yang berbeda bagaikan langit dan bumi. Dulunya Nadia yang selalu tampil modis, kini berpenampilan sederhana dan terbilang tidak terawat."Kamu terlalu berlebihan, Nad. Apa yang kamu lihat bagus dari luar belum tentu baik di dalamnya," ucap Mazaya merendah. Bagaimanapun apa yang dicapainya saat ini adalah buah kesabaran dan penderitaannya selama empat tahun terakhir."Tapi, tetap aja, Yaya. Aku gak nyangka kita ketemu lagi. Waktu Bu Erina tawarin aku kerjaan ini aku sedikit r
"Gak perlu! Saya gak butuh bantuan anda dan bisa telpon tukang derek untuk mengurus ini semua."Dengan tegas Mazaya pada akhirnya menolak tawaran Devan yang ingin membantunya itu. Ia segera mengambil tas miliknya yang ada di mobil, hendak mengeluarkan ponselnya.Sedangkan Devan tampaknya tidak mau menyerah begitu saja dengan keputusan Mazaya yang menolaknya."Kamu baru pindah di lingkungan ini dan apa mungkin sudah punya nomor tukang derek atau seorang montir? Aku pikir belum ada bukan?" tanyanya seakan memberikan tamparan kenyataan kepada Mazaya saat ini.Mazaya sejenak terdiam. Apa yang dikatakan oleh Devan memanglah benar. Ia hanyalah membual tentang mengatakan akan menelpon petugas derek mobil.Melihat Mazaya yang terdiam, Devan tersenyum tipis. "Aku akan panggilkan tukang derek ke tempat ini. Tapi, sebaiknya kamu naik ke mobilku, sebentar lagi mau hujan dan tukang derek mungkin akan lama datangnya," terangnya. Ia sungguh tidak menyangka akan bertemu dengan Mazaya di tempat itu.M
"Apa yang anda lakukan?" pekik Mazaya yang semakin melebarkan matanya saat ini."Aku hanya ingin minta tolong, Yaya." Devan masih dengan santainya membuka celana yang dipakainya itu, hingga menyisakan celana pendek ketat yang membungkus miliknya kian membesar. Siapa sangka hanya berduaan dengan Mazaya miliknya itu langsung terbangun begitu saja. Mazaya berjalan mundur ke belakang, seiring Devan yang semakin mendekatinya."Apa maksud anda meminta tolong?! Jangan main-main, cepat keluarkan aku dari sini," pekiknya yang tatapannya mengarah ke pintu. Ia harus segera ke sana dan keluar dari tempat tidur itu secepatnya.Devan tersenyum getir karena sepertinya harus mengakui kenyataan tentang impotennya di depan Mazaya. Mau tidak mau ia akan mengatakannya agar tujuannya hari ini tercapai."Kamu tahu, Yaya. Sejak kejadian di hotel waktu itu di bawah sini sama sekali tidak pernah bangun, hampir empat tahun. Mungkin itu karma atau mungkin juga kutukan atas apa yang aku lakukan padamu waktu i