Kiara menyimpan luka yang tak seorang pun tahu. Dihamili Narendra, tapi Manggala yang harus bertanggungjawab. Sebab Narendra pergi menghilang tanpa kabar, juga tanpa tahu kalau perbuatannya membuat sang kekasih hamil. Manggala yang seharusnya mengejar mimpinya ke luar negeri, terpenjara dalam pernikahan yang dibangun dari pecahan dosa sang kakak. Namun akhirnya lelaki itu pun membangun luka baru di hati Kiara, demi memenuhi janjinya untuk menikahi sang kekasih. Kiara menerima. Atas permintaan sang suami menutupi cerita pernikahan kedua Manggala dari keluarga. Tersiksa? Sudah pasti. Walaupun Manggala izin dan mengajak bicara baik-baik Kiara. Dia tidak berkhianat, dia telah berbincang sebelumnya. Tidak semua pernikahan dibangun atas dasar cinta. Tidak semua kepergian berarti pengkhianatan. Tapi di balik pengorbanan ini, siapa yang sebenarnya paling terluka? Akankah Narendra juga kembali dan akhirnya tahu, kalau dia punya anak dengan Kiara? Lalu apa alasan pria itu pergi tanpa jejak. Terjebak di dua lelaki yang notabene bersaudara, pada siapa akhirnya Kiara bangkit dan memperjuangkan harga dirinya. Pada mereka yang menggores luka, atau memilih pergi untuk menemukan pelabuhan baru?
view moreAKU DI ANTARA KALIAN
- Aku Tidak Pulang Author's POV "Aku nggak pulang malam ini?" ucap Manggala tanpa menoleh pada perempuan yang sedang sibuk mencuci botol susu di kitchen sink. "Kiara ...." "Iya. Aku sudah dengar," jawab Kiara seraya meniriskan botol di wadah dekat rak piring. Ia pun tanpa menoleh pada sang suami. "Nanti kalau ibu datang bertanya, bilang aku ke Surabaya." Kiara mengangguk. Kemudian sibuk mengambil piring di rak lantas menatanya di atas meja makan. Sedangkan Manggala yang baru saja duduk, merogoh ponselnya di saku celana. Pria itu lantas bangkit menerima telepon di teras samping. Setiap menerima telepon dari wanita itu, Manggala selalu menjauh darinya. Entah demi menjaga perasaannya atau memang tidak ingin perbincangan dengan istrinya di sana, didengar Kiara. Istrinya? Ya. Manggala menikahi kekasih hatinya tiga bulan yang lalu. Kiara ini Perempuan yang ditinggalkan sang kakak dalam keadaan hamil dua bulan. Dan kedua orang tua Manggala memaksa sang putra untuk menikahi gadis malang yang telah ternoda. Kiara menarik napas dalam-dalam. Menghalau sesak yang meremas dada. Kemudian tergesa masuk kamar saat bayi lelakinya terbangun dan menangis. Digendongnya bocah umur enam belas bulan itu, lalu kembali ke belakang membuat susu. "Aku pergi kali ini agak lama." Manggala masuk dan kembali bicara. Kiara hanya menjawab dengan anggukan kepala. "Kalau ayah atau ibu datang bertanya, bilang aku sedang ngurusi pekerjaan di Surabaya." Kembali Kiara hanya mengangguk. Ingin rasanya dia bilang, cerai saja. Pernikahan ini menyakiti Manggala. Dia harus bertanggungjawab terhadap perbuatan kakaknya yang sekarang menghilang tanpa kabar berita. Tidak hanya Manggala, dirinya juga sakit. Berharap mendapatkan obat setelah ditinggal, nyatanya dia harus merasakan luka yang berbeda. Manggala sudah rela menutupi aibnya, sampai siapapun tidak ada yang tahu kalau anak yang dilahirkan Kiara sebenarnya anak Narendra. Sebagai balasan, Kiara menutupi pernikahan kedua Manggala dari keluarga mereka. Tiga bulan, ia selalu berbohong pada sang mertua yang menanyakan Manggala pergi ke mana. Kenapa sampai berhari-hari. Padahal pekerjaan pria itu ada di kota kecil mereka. Setelah kakaknya minggat, Manggala yang mengambil alih usaha keluarganya. Padahal sebenarnya dia mendapatkan tawaran pekerjaan yang menjanjikan dan beasiswa untuk melanjutkan S3 di luar negeri. Mimpi pria itu pupus. Manggala makan dengan cepat. Sedangkan Kiara masih sibuk memberikan susu pada Arsha sambil melayani perasaan yang amat menyesakkan. "Aku pergi dulu." Manggala berdiri sambil meraih ponselnya di atas meja. Mendengar suara ayahnya, Arsha langsung menoleh dan minta duduk. Bayi itu memandang Manggala. Kemudian merengek minta gendong sambil mengulurkan tangan. "Ayah buru-buru. Arsha, sama ibu saja." Kiara langsung menggendong anaknya ke belakang. Menghentikan langkah Manggala yang hendak mendekat. "Pergilah, Mas. Kalau ibu tanya, aku tahu harus menjawab apa," teriak Kiara dari belakang, disela tangisan Arsha yang merengek ingin ikut ayahnya. Yang Arsha tahu, Manggala adalah ayahnya. Tak terasa air mata merambat di pipi Kiara. Ia menyeka air mata anaknya, juga menyeka air matanya sendiri. Setelah mobil Manggala terdengar meninggalkan rumah, Kiara kembali ke dalam. Melepaskan gendongan, menaruh Arsha si lantai dan memberinya mainan. "Arsha nggak usah cengeng ya. Nggak boleh nakal juga. Nggak usah rewel. Ingat, Arsha hanya punya ibu. Dan ibu hanya punya Arsha." Kiara bicara seraya mengambil nasi untuk menyuapi anaknya. Mata wanita itu masih memerah. Sedangkan Arsha terus bermain, karena tidak mengerti dengan apa yang dikatakan ibunya. "Kapan ya kita punya uang yang banyak, Ar? Kita bisa pergi jauh." Sambil menyuapi anaknya, Kiara kembali bicara. Tangis yang terhenti tadi, kini tumpah kembali. Isaknya membuat Arsha kebingungan dan ikut menangis lagi. Bocah itu berdiri dan memeluk ibunya. Dia tidak paham ibunya bicara apa, tapi dia takut melihat Kiara yang terisak. Buru-buru Kiara mengusap air mata dan menenangkan sang anak. "Jangan nangis. Bukankah kita harus kuat. Kamu yang membuat ibu kuat, Arsha. Yuk, sarapan lagi. Setelah itu mandi dan kita jalan-jalan." Disela sesaknya dada, Kiara tersenyum memandang sang anak yang sudah terdiam. Namun pikirannya berlari pada kenangan tiga bulan yang lalu, ketika Manggala mengajaknya bicara serius tentang rencananya menikahi Nada. "Kita bisa bercerai secara baik-baik. Ayah dan ibu pasti mengerti." Kiara memberikan pilihan meski sebenarnya sangat berat. Bercerai sungguh tak mudah baginya. "Kalau cerai, siapa yang akan nanggung hidup kamu dan Arsha? Kamu akan pulang ke mana?" Hening. Ya, dia akan pulang ke mana. Kedua orang tuanya meninggal ketika pandemi melanda. Kakak perempuannya juga. Yang selamat hanya dirinya dan kakak ipar yang kini entah tinggal di mana. Mungkin sudah menikah lagi. Ayah Kiara seorang pegawai puskesmas, ibunya bidan, sang kakak juga perawat. Mereka sebenarnya keluarga yang cukup mampu. Namun setelah ketiga keluarganya tiada, Kiara bukan siapa-siapa. Dia melanjutkan kuliah dengan perjuangan sendiri. Lulus dengan pencapaian terbaik. Tapi sepintar dan secerdas apapun, kalau tidak bisa menjaga diri, hancurlah semuanya. Ijazah sudah tak bermakna. Tidak punya pilihan terpaksa ia menerima hidup dimadu. Namun belum pernah sekali saja Kiara bertemu wanita bernama Nada itu. Wajahnya seperti apa, ia pun belum pernah melihat fotonya. Ah, pasti cantik. Dia gadis kota. Kiara bangkit dari duduknya ketika mendengar suara deru mobil berhenti di depan. Digendongnya sang anak untuk melihat siapa yang datang. Ternyata Ibu mertuanya yang di antar sopir. Dibukanya pintu dan mencium tangan wanita itu. "Gala mana? Kenapa di telepon nggak bisa?" "Barusan keluar, Bu. Ke Surabaya untuk beberapa hari." "Kenapa nggak pamit ke rumah. Padahal besok Pak Syarifuddin mau datang untuk membicarakan kontrak kerjasama. Kamu telepon dia, Ki. Kasih tahu suruh pulang dulu." Kiara mengangguk. "Untuk apa sih dia ke Surabaya?" "Urusan pekerjaan, Bu." Kiara menjawab tanpa berani memandang sang mertua. Dahi wanita itu mengernyit tajam. Pekerjaan apa? Apa Manggala ada bisnis baru. Tapi kenapa tidak memberitahu. Bu Puri meraih Arsha dan menggendongnya. Bercanda sebentar dengan sang cucu, lalu pamit. "Ibu mau belanja. Nanti jangan lupa telepon Gala." "Iya, Bu." Setelah ibu mertuanya pergi, Kiara mengunci pintu. Apa dia harus menyampaikan amanah mertuanya? Sedangkan Manggala sudah mewanti-wanti, agar tidak menghubunginya selagi sang suami pergi ke tempat Nada. Padahal dirinya bisa saja memberitahu lewat media sosialnya sang suami. Ia tahu sepenting apa kerjasama ini. Kiara diam dalam dilema. Manggala sudah berjasa, sudah menutupi aib, dan memberikan kehidupan untuk dirinya dan Arsha. Apa dia tega kalau sampai kerjasama ini gagal? Tapi .... Next .... Selamat membaca 🫶🏻AKU DI ANTARA KALIAN - Mari Kita Bicara"Kenapa diajak ke sini? Arsha kan masih sakit?" Pria menjulang di depan pintu akhirnya masuk ke dalam. Arsha berlari memeluk ayahnya. Bocah itu tersenyum menampakkan gigi kecilnya yang berjajar rapi. Manggala langsung mengangkat dan menggendongnya. Lengan kecil Arsha melingkar di leher. Manggala mencium kening Arsha dam merasakan kalau suhu tubuh anak itu sudah normal."Arsha sudah sembuh. Mas, kok tahu kami di sini?" "Aku tadi mau pulang, lewat depan sana dan melihat motormu di bawah pohon mangga. Ayo, kita pulang. Biar Arsha naik mobil bersamaku." Manggala berbalik hendak melangkah, tapi Kiara mencegahnya. "Mas, sebenarnya ada yang ingin kubicarakan." Suara Kiara terdengar biasa, tapi ada ketegangan di sorot matanya.Langkah Manggala terhenti. Dia kembali memandang pada Kiara yang masih duduk di tikar. "Bicara apa?""Bagaimana kalau kita bicara di sini saja?"Setelah berpikir sejenak, Manggala mengangguk. Kemudian dia keluar untuk mengambil
AKU DI ANTARA KALIAN- Butuh Pengakuan "Halo.""Kiara, aku Nada." Kiara kaget mendengar suara itu, dadanya berdebar. Di layar tidak ada foto profilnya. Mungkin karena nomer Nada tidak tersimpan, jadi tidak tampak di ponselnya Kiara. Untuk apa wanita itu meneleponnya? Bukankah beberapa menit yang lalu sudah menelepon Manggala."Oh iya, Mbak. Ada apa?""Aku ingin minta nomer teleponnya ayah dan ibunya Mas Gala."Kembali Kiara tercekat. Dia mana berani memberikan nomer telepon mertuanya pada Nada. Walaupun wanita itu juga istrinya Manggala. "Kenapa Mbak Nada nggak minta sama Mas Gala saja?""Nggak. Sama kamu saja. Kirim, ya. Kutunggu. Tapi jangan kasih tahu Mas Gala.""Maaf, Mbak. Saya nggak bisa. Mbak, minta saja sama Mas Gala. Maaf banget," tolak Kiara secara halus. Bukankah Nada bisa mengambil nomor itu diam-diam di ponselnya Manggala jika mereka bertemu. Nada berani membuka ponsel suaminya, sedangkan Kiara tidak pernah sekalipun.Terdengar Nada berdecak lirih. "Apa susahnya sih t
AKU DI ANTARA KALIAN- Mengajak BersamaSesakit apapun, ia harus menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri. Toh mereka sudah menjalani hal itu setahun lebih.Baru saja Kiara masuk kamar, Arsha menangis kencang. Manggala menghampiri baby crip lantas meraih bocah itu. Dia kaget dengan suhu tubuh bayi lelakinya. "Badannya panas."Wajah Kiara berubah panik. Ia menyentuh kening putranya dan mengambil bocah itu dari gendongan ayahnya. Benar, Arsha demam."Biar aku yang bikinkan susu." Manggala ke arah meja di pojok ruangan. Di mana Kiara selalu menyediakan perlengkapan membuat susu untuk malam hari di sana. ASI-nya tidak keluar pasca melahirkan. Mungkin karena stres dengan keadaan, makanya ASI tidak lancar."Panasnya 38°." Kiara khawatir setelah membaca hasil dari termogun. Cukup tinggi panas tubuh Arsha. Padahal sore tadi anaknya baik-baik saja."Kita bawa ke dokter," ujar Manggala seraya memberikan susu pada istrinya. Arsha berhenti menangis mendapatkan susu."Besok saja kalau panasn
AKU DI ANTARA KALIAN- Di mana dia?"Cari dia sampai ketemu. Harus ketemu!" teriak Pak Gatot pada seseorang di seberang sana. Suaranya begitu gusar.Kiara tercekat. Kembali teringat sosok yang telah menghancurkan hidupnya. Pria yang melemparnya pada jurang penyesalan dan penderitaan. Tapi Narendra juga lelaki yang pernah berjasa dalam hidupnya.Tergesa Kiara menuju pintu samping, tidak ingin ketahuan telah mendengar percakapan ayah mertuanya. Mereka sudah begitu baik, sudi menerima dan mempercayai pengakuannya. Juga bertanggungjawab.Ia duduk di kursi dekat pintu samping. Saat memandang ke dalam, tatapannya jatuh pada foto ukuran sangat besar yang tergantung di dinding ruang keluarga. Foto keluarga suaminya. Narendra yang berdiri bersama Manggala di belakang kedua orang tuanya, tampak gagah dan tampan dengan setelan jas hitam.Buru-buru Kiara mengalihkan perhatian. Nyeri kembali mengiris hati.[Kia, kamu baik-baik saja, kan?] Ini pesan terakhir yang dikirim Narendra padanya setelah ma
AKU DI ANTARA KALIAN- Perhatian "Aku akan menikahi Nada," ucap Manggala suatu malam, suaranya datar tapi serasa menggelegar di pendengaran Kiara.Wanita itu membeku. Sejenak napasnya tercekat. Matanya menatap ke arah sang suami, tak percaya dengan apa yang baru didengarnya. Dipikir setelah Manggala tidak membahas nama gadis itu lagi, semua sudah selesai. Ternyata diam-diam mereka masih tetap menjalin hubungan. "Nada masih menungguku. Dia rela aku mempertanggungjawabkan kesalahan kakakku, tapi dia juga tidak meninggalkanku. Kami sudah merencanakan pernikahan waktu itu."Seolah Kiara merasakan seluruh isi ruangan runtuh menimpanya. Ucapan Manggala terasa seperti pukulan telak. Ia menarik napas dalam. Sadar, Kiara. Kamu ini bukan siapa-siapa. Masih untung Manggala mau bertanggungjawab atas apa yang tidak dilakukannya. "Kapan?" pertanyaannya nyaris tak terdengar."Bulan depan. Aku bicara baik-baik denganmu. Aku tidak ingin diam-diam melakukannya, Kiara.""Jadi aku harus menandatangani
AKU DI ANTARA KALIAN- Minta Tanggungjawab[Maaf, jangan diganggu. Mas Gala barusan tidur.]Balasan pesan yang diterima oleh Kiara saat teleponnya pada Manggala via messenger ditolak. Pasti Nada yang membalasnya. Dada Kiara berdesir. Rasa nyerinya hingga ke ulu hati. Ditariknya napas panjang, lalu meletakkan ponselnya di atas meja.Seharian menimbang-nimbang sampai malam. Kalau tidak menghubungi Manggala, dia ikut khawatir kalau kerjasama itu akan gagal. Kiara juga sudah berjanji pada ibu mertuanya untuk menghubungi sang suami. Akhirnya memutuskan menelepon via media sosialnya. Tapi yang membalas ternyata Nada.Kiara berbaring di samping Arsha. Membelai pipi lembut anaknya yang tidur pulas. Anak yang hampir digugurkan disaat dirinya tahu kalau tengah hamil. Kebingungan karena Narendra menghilang begitu saja. Setelah berjanji akan menikahi dan bersumpah tidak akan meninggalkannya.Dua tahun yang lalu ....Langit sore menggelap perlahan saat Kiara duduk di bangku panjang rumah sakit, me
AKU DI ANTARA KALIAN- Aku Tidak Pulang Author's POV "Aku nggak pulang malam ini?" ucap Manggala tanpa menoleh pada perempuan yang sedang sibuk mencuci botol susu di kitchen sink."Kiara ....""Iya. Aku sudah dengar," jawab Kiara seraya meniriskan botol di wadah dekat rak piring. Ia pun tanpa menoleh pada sang suami."Nanti kalau ibu datang bertanya, bilang aku ke Surabaya."Kiara mengangguk. Kemudian sibuk mengambil piring di rak lantas menatanya di atas meja makan. Sedangkan Manggala yang baru saja duduk, merogoh ponselnya di saku celana. Pria itu lantas bangkit menerima telepon di teras samping.Setiap menerima telepon dari wanita itu, Manggala selalu menjauh darinya. Entah demi menjaga perasaannya atau memang tidak ingin perbincangan dengan istrinya di sana, didengar Kiara.Istrinya? Ya. Manggala menikahi kekasih hatinya tiga bulan yang lalu. Kiara ini Perempuan yang ditinggalkan sang kakak dalam keadaan hamil dua bulan. Dan kedua orang tua Manggala memaksa sang putra untuk meni
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments