Madu untuk istriku

Madu untuk istriku

last updateLast Updated : 2025-06-28
By:  Hikma AbdillahOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
6Chapters
7views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Wawan yang merupakan suami pekerja keras dan selalu mengalah kepada Nayla, kini menjadi seorang suami yang keras dan kasar. Setiap hari ada saja masalah terjadi dari segi ekonomi keluarga mereka. Wawan kecewa dengan sikap istrinya yang tak pernah puas dengan nafkah yang diberikan. Wawan juga kecewa karena istrinya dari hamil sampai anaknya lahir tak pernah memberikan nafkah bathin, hubungan badan. Setiap Wawan mengajak berhubungan, Nayla selalu menolak. Akhirnya Wawan diam diam tak sengaja bertemu Nadia, mantannya yang kaya raya. Wawan diam diam mencari kepuasan dengan Nadia tanpa sepengetahuan Nayla.

View More

Chapter 1

Bab 1

Angin sore menyusup lewat celah-celah jendela ruang tamu. Wawan menghempaskan tubuhnya ke sofa dengan napas berat. Baju kerjanya masih menempel, belum sempat diganti, dan keringat masih membasahi bagian leher. Di pangkuannya, gajinya hari itu hanya tersisa dua lembar lima puluh ribuan. Sisa untuk bayar utang, listrik, dan susu Ayana.

“Udah pulang?” suara Nayla terdengar datar dari dapur. Ia tak menoleh.

“Iya,” jawab Wawan pelan.

Ayana merengek dari kamar. Tangisnya membuat dada Wawan terasa sesak. Ia berdiri, berjalan cepat ke kamar, lalu mengangkat putri kecilnya yang sudah mulai rewel karena lapar atau popoknya basah.

“Nay, Ayana nangis. Susunya habis, kan?” tanyanya dari dalam kamar.

Nayla muncul sambil mengaduk-aduk panci. “Ya kamu kan tahu. Aku udah bilang dari kemarin. Kamu yang kerja, masak aku juga harus mikirin semuanya?”

Wawan menunduk. Ia tahu akhir-akhir ini uang selalu jadi pemicu pertengkaran. Tapi hatinya tetap perih setiap kali Nayla melempar kalimat seolah semua beban rumah tangga ada di pundaknya seorang.

“Aku cuma punya seratus ribu. Nanti aku beliin susunya, ya,” ucap Wawan pelan.

Nayla mendengus. “Seratus ribu? Mana cukup buat susu seminggu?”

Wawan diam. Ia tahu, Nayla tak akan puas. Sejak melahirkan Ayana, istrinya berubah. Tak ada lagi belaian hangat, tak ada pelukan, bahkan sentuhan pun jadi hal yang langka. Tiap malam ia hanya menatap langit-langit kamar, memeluk hasrat yang tak tersalurkan. Ia mencoba memahami, mungkin karena kelelahan. Tapi bulan demi bulan berlalu, dan Wawan tak tahu sampai kapan harus terus menahan.

**

Malam itu, setelah Nayla dan Ayana tidur, Wawan duduk sendirian di depan rumah. Ia membuka ponselnya dan tanpa sadar membuka media sosial. Jari-jarinya menggulir tanpa arah, sampai satu nama muncul di layar: Nadia.

Foto profil wanita itu masih menawan seperti dulu. Wawan terpaku. Hatinya bergetar, bukan karena cinta, tapi karena kenangan yang perlahan mencuat dari dasar ingatan. Ia tak berniat membuka obrolan, tapi entah bagaimana, jemarinya mengetik: “Hai, Nad. Lama nggak ngobrol. Apa kabar?”

Pesan terkirim. Wawan menarik napas panjang.

Detik demi detik berlalu, hingga akhirnya sebuah balasan muncul:

“Hai, Wan... kamu? Astaga, aku nggak nyangka kamu masih ingat aku.”

Dan dari sana, pintu yang seharusnya tetap tertutup… perlahan mulai terbuka.

---

Pagi itu, aroma bawang tumis menyeruak dari dapur. Tapi tak seperti pagi-pagi yang dulu pernah mereka lalui bersama, kali ini rumah itu sunyi. Tak ada obrolan hangat, tak ada tawa kecil menyambut hari. Ayana yang baru bangun, digendong Nayla dengan wajah letih. Matanya sembab—entah karena lelah atau menangis diam-diam semalam.

Wawan duduk di meja makan, memandangi nasi putih dan telur dadar yang diletakkan Nayla di hadapannya. Ia menatap istrinya, ingin mengucap terima kasih, tapi bibirnya kelu. Semuanya terasa hambar. Bukan karena masakan Nayla, tapi karena hatinya tak lagi bisa mencicipi kebahagiaan.

“Aku ada lembur hari ini,” ucap Wawan akhirnya, memecah sunyi.

Nayla tidak menjawab. Ia hanya mengangguk, lalu duduk di sofa, menidurkan Ayana di pelukannya. Wawan memandangi wanita yang dulu ia puja mati-matian. Wanita yang dulu membuatnya merasa jadi pria paling beruntung. Tapi kini Nayla seperti cangkang kosong. Dingin. Tak tersentuh.

Beberapa menit berlalu tanpa kata. Wawan akhirnya berdiri, mengenakan jaket dan tas kecilnya.

“Nay…,” panggilnya pelan.

Nayla menoleh.

“Kalau aku pulang malam, kamu jangan nunggu, ya. Langsung istirahat aja.”

Nayla hanya menjawab dengan anggukan. Bahkan senyum pun tak sempat tercipta di wajahnya.

**

Di luar, udara pagi terasa segar. Tapi Wawan merasa tercekik. Kepalanya penuh. Ia merasa seperti pria gagal. Suami tak berguna. Ayah yang tak mampu memberi yang terbaik. Namun di antara semua beban itu, ada satu hal yang membuatnya merasa… hidup.

Nadia.

Semalam mereka mengobrol cukup lama. Nadia masih seperti dulu: lembut, ramah, dan tahu bagaimana membuat Wawan merasa berharga. Bedanya, kini Nadia jauh lebih dewasa. Ia menjalankan bisnis butik mewah warisan keluarganya. Mobil, rumah, semuanya ada. Tapi Nadia mengaku kesepian. Tak menikah, dan baru saja putus dengan pacar yang berselingkuh.

“Kadang aku iri sama kamu, Wan. Kamu udah punya keluarga kecil, anak, istri. Itu kan impian semua perempuan.”

Wawan tertawa kecut semalam saat membaca kalimat itu. Kalau saja Nadia tahu betapa rapuhnya rumah tangga yang ia jalani, mungkin wanita itu tak akan iri sedikit pun.

Pagi ini, Wawan tak langsung ke tempat kerja. Ia memutar arah menuju sebuah kedai kopi kecil yang tenang di pinggiran kota. Nadia sudah duduk di sudut, mengenakan blouse putih dan celana kain hitam. Elegan seperti biasa.

“Wan…” sapanya pelan sambil berdiri dan menyambut Wawan dengan senyuman lebar.

Hati Wawan mencelos. Entah kenapa, senyuman itu menghangatkan sesuatu yang sudah lama dingin dalam dirinya.

“Maaf, aku agak pagi,” ucap Nadia sambil duduk kembali.

“Nggak apa-apa. Aku juga butuh tempat buat mikir,” jawab Wawan, jujur.

Nadia menatapnya dengan pandangan penuh simpati. “Kamu nggak kelihatan bahagia, Wan. Padahal kamu dulu tuh pria paling optimis yang aku kenal.”

Wawan menghela napas. “Kadang hidup nggak sesuai ekspektasi.”

“Apa Nayla masih sesibuk dulu? Masih sibuk urus Ayana?” tanya Nadia hati-hati.

Wawan tak langsung menjawab. Ia menunduk, menggenggam cangkir kopi yang masih mengepul. Lalu berkata lirih, “Nayla berubah, Nad. Sejak hamil, semuanya berubah. Dia selalu capek, selalu dingin. Dan sekarang… aku bahkan nggak ingat kapan terakhir kali kami benar-benar bicara.”

Nadia memegang tangan Wawan di atas meja. “Kamu nggak pantas diperlakukan kayak gitu. Kamu kerja keras. Kamu ayah yang bertanggung jawab.”

Sentuhan itu lembut. Tapi juga berbahaya.

“Jangan bikin aku nyaman, Nad,” bisik Wawan nyaris tak terdengar.

Tapi Nadia hanya tersenyum. “Kadang yang kita butuhkan cuma tempat untuk pulang. Bukan secara fisik, tapi hati yang bisa nerima kita seutuhnya.”

**

Beberapa minggu berlalu sejak pertemuan itu. Wawan mulai sering lembur. Tapi bukan di kantor—melainkan bersama Nadia. Ia tak pernah merencanakan untuk selingkuh. Tapi semua berjalan begitu alami. Pelukan pertama itu terjadi di dalam mobil, saat hujan deras mengguyur jalanan. Nadia menangis karena masalah pribadi, dan Wawan menenangkannya.

Lalu bibir mereka bersatu. Rasa bersalah menghantam keras, tapi tubuh Wawan seperti tak bisa berhenti.

Setiap pulang ke rumah, ia semakin sulit menatap mata Nayla. Tapi anehnya, Nayla tak pernah bertanya. Ia tak peduli Wawan pulang larut malam, tak menanyakan makan malam, bahkan tak lagi mengomel soal uang.

Di satu sisi, Wawan merasa bebas. Tapi di sisi lain, ia seperti hidup di dua dunia: satu dunia di mana ia hanya kepala rumah tangga yang gagal, dan satu dunia lain di mana ia kembali jadi pria yang dicintai.

Namun semuanya tidak bisa selamanya tersembunyi.

Suatu malam, Wawan lupa mengunci ponselnya. Ia tertidur dengan posisi ponsel terbuka di samping tempat tidur. Dan untuk pertama kalinya dalam berbulan-bulan, Nayla melihat isi hati suaminya—melalui percakapan W******p yang panjang dengan Nadia.

Pesan terakhir yang terbuka:

“Aku sayang kamu, Wan. Andai kita bisa hidup bersama…”

Air mata Nayla jatuh tanpa suara. Ia tak membangunkan Wawan. Ia tak marah. Ia hanya duduk diam di sudut kamar, memeluk Ayana yang tidur dengan damai. Hatinya remuk, tapi ia tahu luka itu bukan datang tiba-tiba.

Ia menyadari betapa mereka berdua sudah lama kehilangan arah.

**

Pagi harinya, saat Wawan bangun, Nayla sedang menyuapi Ayana. Ia tampak biasa. Tak ada amarah. Tak ada konfrontasi.

Wawan duduk perlahan. “Pagi…”

“Pagi,” jawab Nayla, tanpa menoleh.

Lalu hening.

Hingga Nayla meletakkan sendok dan berkata, “Kamu cinta dia?”

Wawan membeku. Detak jantungnya berdegup keras. Tangannya dingin.

“Aku nggak sengaja baca… Aku nggak sengaja tahu. Tapi aku pengen dengar langsung dari kamu,” ujar Nayla, suaranya datar tapi menusuk.

Wawan menunduk. “Aku… nggak tahu, Nay.”

“Jawaban yang paling menyakitkan adalah ketidaktahuan, Wan,” kata Nayla lirih. “Kalau kamu udah nggak bahagia, kenapa nggak bilang dari awal? Kenapa harus cari pelarian?”

Wawan tak menjawab. Karena apa pun yang dia ucapkan tak akan menghapus luka itu.

Nayla berdiri, lalu berjalan masuk ke kamar. Ia tak menangis, tapi punggungnya gemetar. Sementara Wawan duduk membatu, memikirkan satu hal yang menakutkan:

Ia mungkin telah menghancurkan satu-satunya rumah yang pernah ia miliki.

---

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
6 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status